c

Selamat

Jumat, 7 November 2025

NASIONAL

26 Juni 2025

19:36 WIB

Pakar Ungkap Risiko Menu MBG Diganti Camilan Kemasan

Pemberian camilan kemasan rendah gizi dinilai tidak dapat memenuhi gizi harian anak dan bisa memicu gizi kurang

Penulis: Ananda Putri Upi Mawardi

Editor: Nofanolo Zagoto

<p>Pakar Ungkap Risiko Menu MBG Diganti Camilan Kemasan</p>
<p>Pakar Ungkap Risiko Menu MBG Diganti Camilan Kemasan</p>

Siswa SD. Antara Foto/Andri Saputra 


JAKARTA - Dosen Gizi Universitas Airlangga (Unair), Lailatul Muniroh mengatakan, kebijakan mengganti menu Makan Bergizi Gratis (MBG) dengan camilan kemasan memiliki risiko tinggi. Pasalnya, camilan kemasan tidak bisa menggantikan makanan utama dan hanya berfungsi sebagai selingan antara makan utama.

Dia menjelaskan, dalam jangka pendek pemberian camilan kemasan rendah gizi secara konstan dapat mengurangi energi anak. Hal ini berdampak pada penurunan konsentrasi dan produktivitas anak. Selain itu, camilan tinggi gula dan garam membuat anak mudah kenyang, tapi tidak bisa memenuhi kebutuhan gizi harian.

"Dampak jangka panjangnya adalah terjadi gizi kurang pada anak, risiko anemia, hidden hunger karena kekurangan zat gizi mikro lainnya, peningkatan risiko penyakit tidak menular seperti DM tipe 2 dan hipertensi," terang Lailatul dalam keterangan di laman resmi Unair, Kamis (26/6).

Dia menjelaskan, camilan memang praktis, tapi tidak harus identik dengan makanan ringan rendah kalori. Camilan kemasan bisa diubah menjadi camilan padat gizi untuk menunjang kesehatan anak dan produktivitas sasaran program.

Meski begitu, pemberian camilan tetap tidak boleh dilakukan secara terus-menerus. Sebab, tidak ada kondisi darurat yang mengharuskan pemberian camilan sebagai pengganti makanan utama.

Lailatul pun memberikan sejumlah rekomendasi untuk memastikan MBG berjalan dengan tepat. Di antaranya, harus ada penetapan standar gizi nasional, integrasi data stunting, alokasi dana khusus, hingga pemanfaatan pangan lokal tinggi gizi.

Dia juga menegaskan, jika praktik ini terus berlanjut negara bisa menghadapi konsekuensi terburuk. Mulai dari rendahnya potensi kognitif masyarakat dan beban kesehatan jangka panjang.

“Jika kita ingin generasi Indonesia tumbuh sehat, cerdas, dan berdaya saing global, maka akses terhadap makanan bergizi, aman, dan terjangkau adalah hak dasar yang harus dijamin negara," tegas Lailatul.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar