10 Agustus 2024
13:15 WIB
Pakar Unair Dukung Larangan Iklan Susu Formula
Setelah larangan iklan susu formula, mesti waspada iklan bentuk lain.
Penulis: Ananda Putri Upi Mawardi
Editor: Leo Wisnu Susapto
Ilustrasi balita sedang meminum susu formula. Shutterstock/sirikuan07.
JAKARTA - Pengamat kebijakan kesehatan dari Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga (Unair), Ernawaty menilai Indonesia sudah mengambil langkah tepat terkait kebijakan larangan iklan susu formula. Namun, pemerintah perlu memperketat pengawasan terkait kemungkinan pelanggaran.
“Produsen susu formula mungkin akan mencari cara lain untuk mempromosikan produknya secara tidak langsung, misalnya melalui influencer atau platform digital,” terang Ernawaty dalam keterangan tertulisdi laman Unair, Sabtu (10).
Pendapat Ernawaty untuk menanggapi aturan larangan iklan susu formula yang diteken pemerintah. Aturan itu tercantum dalam Pasal 33 Ayat e Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Menurut Erna, kebijakan itu salah satunya bertujuan mengurangi dominasi susu formula. Hal ini sering memengaruhi keputusan para ibu untuk tidak memberikan ASI.
"Produsen susu formula memiliki anggaran pemasaran yang besar dan cenderung mengarah pada penciptaan persepsi, bahwa susu formula adalah alternatif yang sama baiknya dengan ASI. Padahal, ASI adalah yang terbaik untuk bayi,” papar Erna dikutip dari keterangan tertulis di laman resmi Unair, Sabtu (10/8).
Dia menjelaskan, larangan itu sejalan dengan komitmen global untuk memperkuat regulasi pemasaran produk pengganti ASI. Salah satunya, Kode Internasional Pemasaran Produk Pengganti ASI dari World Health Organization (WHO) yang melarang seluruh bentuk promosi produk pengganti ASI, termasuk susu formula.
Dia juga memaparkan, masyarakat perlu diedukasi secara komprehensif tentang pentingnya ASI dan cara pemberian ASI yang benar. Tanpa edukasi, tujuan kebijakan ini mungkin tidak akan tercapai secara maksimal.
Selain itu, dia merekomendasikan adanya program yang mendukung ibu menyusui. Contohnya, penyediaan fasilitas menyusui di tempat kerja dan ruang publik.
“Masyarakat perlu didorong untuk menciptakan lingkungan yang mendukung ibu menyusui, sehingga angka pemberian ASI eksklusif dapat terus meningkat,” tutup Erna.