19 Juni 2024
20:11 WIB
Pakar Minta Masyarakat Tidak Anggap Sepele Migrain
Berdasarkan penelitian, migrain menempati peringkat kedua penyakit penyebab disabilitas terbanyak di dunia, bahkan pada usia di bawah 50 tahun, migrain bahkan menempati peringkat pertama penyakit penyebab disabilitas
Penulis: Ananda Putri Upi Mawardi
Editor: Nofanolo Zagoto
Ilustrasi seseorang mengalami migrain. Shutterstock/PR Image Factory
JAKARTA - Perhimpunan Dokter Spesialis Neurologi Indonesia (Perdosni) berharap masyarakat tidak menganggap sepele migrain. Pasalnya, berdasarkan penelitian, migrain menempati peringkat kedua penyakit penyebab disabilitas terbanyak di dunia.
Pada usia di bawah 50 tahun, migrain bahkan menempati peringkat pertama penyakit penyebab disabilitas.
"Migrain itu merupakan disabilitas yang tidak terlihat. Seperti fenomena gunung es, di atas permukaan tampak sangat kecil, sepele, tapi sebetulnya di bawah permukaan ini ada problem yang sangat besar," ujar Ketua Kelompok Kerja Nyeri Kepala Perdosni, Pepi Budianto, dalam webinar peringatan Bulan Kesadaran Migrain, Rabu (19/6).
Dia menjelaskan, migrain merupakan sakit kepala primer yang menyerang satu sisi kepala. Karakteristik nyerinya berdenyut dengan intensitas sedang hingga berat. Nyeri ini kian berat ketika melakukan aktivitas fisik rutin seperti berjalan atau naik tangga.
Selain itu, serangan migrain terjadi berulang minimal sebanyak lima kali. Durasi setiap serangannya bisa mencapai empat sampai 72 jam. Nyeri migrain juga diiringi rasa mual dan sensitif terhadap cahaya terang serta suara bising.
Penyakit ini bisa menyerang anak-anak hingga lansia. Namun, menurut studi global, kelompok usia yang paling banyak terserang migrain adalah usia produktif 30-34 tahun.
Pepi menjelaskan, beberapa hal menjadi pencetus migrain di tempat kerja, misalnya jam kerja berlebih, postur duduk kurang baik, dan bau menyengat di tempat kerja. Ditambah, stres pekerjaan, pola dan jenis makanan yang kurang baik, hingga penggunaan layar yang berlebihan.
Meski begitu, masih ada stigma di kalangan pekerja yang menganggap migrain adalah penyakit tidak serius. Mereka pun lebih memilih menyembunyikan penyakit ini daripada melaporkannya kepada atasan. Rendahnya kesadaran ini membuat migrain kurang mendapat perhatian.
Pepi menyebutkan migrain dapat dicegah dengan menghindari pencetus migrain. Masyarakat juga bisa melakukan terapi seperti peregangan. Jika migrain sudah menyerang, gunakan pengobatan yang sesuai.
"Yang juga sangat penting kita harus menghilangkan semua stigma migrain yang kurang tepat tadi. Jujur pada diri sendiri dan orang sekitar kita. Kalau sakit dengan intensitas berat ya istirahat, berobat," tutup Pepi.