21 Agustus 2021
12:40 WIB
Editor: Leo Wisnu Susapto
JAKARTA – Seluruh masyarakat diminta bijak menyikapi konflik yang terjadi di Afganistan, Jangan sampai peristiwa di sana merusak persatuan dan kesatuan di Tanah Air
"Apakah kita akan merusak persatuan di Indonesia terhadap situasi yang terjadi di Indonesia? Saya rasa hal itu tidak perlu terjadi," kata Pakar Hukum Internasional dari Universitas Indonesia (UI) Prof Hikmahanto Juwana di Jakarta, Sabtu (21/8) seperti dilansir Antara.
Ia mengingatkan, jangan sampai masyarakat di Tanah Air, ikut serta menggalang simpatisan atas konflik yang terjadi antara Pemerintah Afganistan dengan kelompok Taliban. Karena menurutnya hal itu dapat merugikan diri sendiri.
Lagi pula, ujar dia, jika ada galangan dukungan dari masyarakat di Tanah Air untuk kelompok yang bertikai, tidak akan berdampak langsung di Afganistan. Selain itu, belum tentu semua pihak mengetahui dengan persis apa yang sebenarnya terjadi di Afganistan.
Jika melihat dari pemberitaan yang ada, kelompok Taliban memang menguasai. Di saat bersamaan ada masyarakat yang melarikan diri ke bandara dan perbatasan-perbatasan hanya untuk keluar dari negara tersebut. Tidak hanya itu, ada juga kelompok anti-Taliban yang menunjukkan perlawanan.
"Artinya, jangan sampai masalah di luar negeri berdampak ke Indonesia yang bisa merusak persatuan karena tidak ada relevansinya," ujar Hikmahanto.
Menurut dia, langkah yang paling bijak saat ini adalah tidak mengurusi atau mencampuri urusan internal di Afganistan. Karena meski bagaimana pun, negara tersebut memiliki kedaulatan yang mesti dihormati oleh semua pihak.
Seorang Marinir AS mengawal warga yang dievakuasi menuju Pusat Pengendalian Evakuasi di Bandara Inte rnasional Hamid Karzai di Kabul, Afganistan, dalam foto yang diambil Jumat (20/8/2021). ANTARA FOTO/Sgt. Victor Mancilla/U.S. Marine Corps/Handout via REUTERS
Sebelumnya, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Boy Rafli Amar mengimbau, seluruh masyarakat untuk bersikap bijak dalam menyikapi pemberitaan terkait konflik antara Afganistan dengan kelompok Taliban.
Seiring dengan masalah tersebut, ia merasa, bukan tidak mungkin ada kelompok yang berusaha menggalang simpatisan.
"Tentunya kita harus hati-hati dalam menyikapi perkembangan yang terjadi di Afganistan, yang dilanda konflik berkepanjangan itu. Jangan sampai masyarakat salah bersimpati, karena berdasarkan pemantauan kami ada pihak-pihak tertentu yang berusaha menggalang simpatisan atas isu Taliban. Ini sedang kita cermati," ujar Komjen Pol Boy Rafli Amar.
Dialog Perdamaian
Kata Hikmahanto, Indonesia bisa memfasilitasi atau sebagai penghubung untuk dialog perdamaian antara Pemerintah Afganistan dengan kelompok Taliban asalkan diminta kedua belah pihak.
"Kalau misalnya sebagai penengah mencari solusi bersama, maka harus diminta terlebih dahulu oleh kelompok-kelompok yang ada di Afganistan," ucapnya.
Namun, apabila pihak-pihak yang terlibat tidak meminta bantuan Indonesia, maka disarankan Indonesia tidak masuk ke ranah tersebut. "Jangan sampai seolah-olah kita dianggap sebagai pahlawan kesiangan," serunya.
Rektor Universitas Jenderal Achmad Yani tersebut berpendapat, jika nantinya Indonesia diminta oleh pihak-pihak yang bertikai, maka ada beberapa figur atau tokoh yang dinilai bisa menjembataninya. Sebab, sebelum ini Indonesia pernah berusaha menengahi konflik berkepanjangan di Afghanistan dengan mengutus Wakil Presiden Indonesia ke-10 dan 12 Jusuf Kalla.
"Kemudian ada pak Hassan Wirajuda juga pernah menengahi pihak-pihak yang bertikai," ujar dia.
Kendati demikian, ia tetap mengingatkan situasi yang terjadi hari ini di Afganistan bukan perkara mudah. Sehingga Indonesia diminta ber hati-hati jika menentukan sikap.
Apalagi, di Afganistan terdiri atas banyak suku. Selain itu, sebelum Taliban menguasai Kabul dan kota-kota lainnya, kelompok tersebut hanya berhadapan dengan Amerika Serikat atau pemerintah yang didukung oleh Negeri Paman Sam tersebut.
Tetapi, setelah Amerika Serikat keluar dari Afganistan, mereka tidak memiliki musuh dan hal tersebut berpotensi menimbulkan gesekan antara faksi-faksi yang ada di Taliban. Di luar itu, Taliban juga harus berhadapan dengan kelompok anti-Taliban.
Petugas kesehatan berjalan menuju pesawat untuk memeriksa kondisi Warga Negara Indonesia (WNI) yang dievakuasi dari Afganistan saat tiba di Bandara Halim Perdanakusuma, Sabtu (21/8/2021) dini hari. Pemerintah Indonesia berhasil mengevakuasi 26 WNI untuk keluar dari Afghanistan termasuk staf Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Kabul. Antara Foto/Galih Pradipta
Sementara itu, sejumlah warga negara indonesia (WNI) yang dievakuasi dari Afganistan tiba di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Sabtu (21/8) dini hari. Pemerintah Indonesia berhasil mengevakuasi 26 WNI dari Afghanistan yang sedang dilanda krisis keamanan.
Operasi pemulangan atau evakuasi WNI di Afganistan dari Bandara Hamid Karzai, Kabul, bukan misi yang mudah, mengingat situasi yang terus berubah dan berkembang di lapangan. Pemerintah memutuskan menggunakan pesawat militer untuk memulangkan puluhan WNI di Afghanistan demi memastikan keamanan dan keselamatan WNI.
Pesawat TNI Angkatan Udara itu berangkat dari Bandara Halim Perdana Kusuma pada 18 Agustus 2021, sekitar pukul 06.00. Rute yang ditempuh pesawat untuk mencapai Kabul, Afghanistan, yaitu Jakarta, Aceh, Kolombo di Sri Lanka, Karachi di Pakistan, Islamabad di Afganistan, dan Kabul tepatnya di Bandara Hamid Karzai.