Pagu indikatif adalah ancar-ancar pagu anggaran yang diberikan kepada kementerian atau lembaga sebagai pedoman dalam menyusun rencana kerja kementerian atau lembaga
Mendikbudristek Nadiem Makarim. Antara Foto/Hafidz Mubarak A
JAKARTA - Pagu indikatif Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) mengalami penurunan pada 2025. Mendikbudristek, Nadiem Makarim mengatakan, pagu indikatif Kemendikbudristek pada 2025 mencapai Rp83,19 triliun. Sementara itu, pagu awal Kemendikbudristek pada 2024 mencapai Rp98,9 triliun.
Menurut laman resmi Kementerian Keuangan (Kemenkeu), pagu indikatif adalah ancar-ancar pagu anggaran yang diberikan kepada kementerian/lembaga sebagai pedoman dalam menyusun rencana kerja kementerian/lembaga.
"Ini belum bisa mengoptimalkan semua kebutuhan kita termasuk dalam rancangan teknokratik RPJMN 2025 sampai 2029," ujar Nadiem dalam Rapat Kerja Dengan Komisi X DPR RI di Jakarta, Rabu (5/6).
Sekretaris Jenderal Kemendikbudristek, Suharti menambahkan, pagu awal Kemendikbudristek pada 2024 memang mencapai Rp98,9 triliun. Namun, besaran pagu harian 2024 justru bertambah hingga Rp101 triliun. Selisihnya berasal dari pendapatan Perguruan Tinggi Negeri (PTN) Badan Layanan Umum (BLU) dan akselerasi dana Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).
"Dengan membandingkan antara pagu tahun 2025 dengan pagu sebelumnya berarti ada penurunan yang signifikan," ujar Suharti.
Dia berkata, dibutuhkan tambahan anggaran untuk memastikan program-program prioritas dapat dilanjutkan dan ditingkatkan. Mendikbudristek pun disebutnya telah mengirimkan usulan tambahan anggaran sebesar Rp25 triliun.
Anggota Komisi X DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Anita Jacoba Gah mengatakan, penurunan pagu indikatif Kemendikbudristek perlu menjadi bahan refleksi. Pasalnya, dia menilai anggaran Kemendikbudristek tahun ini pun belum digunakan dengan baik.
"Masih banyak persoalan terkait realisasi anggaran dan penyerapan anggaran APBN ke daerah," ujar Anita.
Dia mencontohkan, masih terdapat sejumlah guru yang lolos seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), tapi belum mendapat Surat Keputusan (SK). Salah satunya di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang merupakan daerah pemilihannya.
Selain itu, guru-guru di daerah terpencil juga belum menerima tunjangan. Lalu, banyak bangunan sekolah yang terbengkalai meskipun sudah mendapat anggaran perbaikan dari 2021.
"Jangan hanya urus yang besar-besar triliunan, tapi begitu sampai di bawah tidak pernah diperhatikan," pesan Anita.