c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

NASIONAL

12 Desember 2024

15:09 WIB

Ombudsman Terima 594 Laporan Terkait PPDB Zonasi

Mayoritas, Ombudsman terima laporan PPDB Zonasi terkait maladministrasi.

Penulis: Ananda Putri Upi Mawardi

Editor: Leo Wisnu Susapto

<p>Ombudsman Terima 594 Laporan Terkait PPDB Zonasi</p>
<p>Ombudsman Terima 594 Laporan Terkait PPDB Zonasi</p>

Sejumlah calon siswa didampingi orang tuanya saat mengantre untuk pendaftaran Penerimaan Peserta Did ik Baru (PPDB) 2024 Sekolah Menegah Pertama (SMP) di salah satu sekolah di Solo, Jawa Tengah, Senin (8/7/2024). Antara Foto/Maulana Surya.

JAKARTA - Ombudsman menerima 594 laporan pengaduan terkait sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) sepanjang tahun 2022 hingga 2024. Laporan ini didapat dari 34 kantor perwakilan Ombudsman di seluruh Indonesia.

Anggota Ombudsman, Indraza Marzuki Rais mengatakan, sebanyak 31% maladministrasi yang dilaporkan terkait penyimpangan prosedur. Di samping itu, sebanyak 18% aduan terkait layanan PPDB tidak kompeten dan 13% berupa panitia PPDB tidak memberikan layanan.

"Masalah yang selalu dimasalahkan paling besar adalah permasalahan jarak," ujar Indraza dalam diskusi publik bertajuk "Transformasi Sistem Zonasi PPDB" di Jakarta, Kamis (12/12).

Dia menjelaskan, zonasi sebenarnya tidak mengatur jarak antara rumah peserta didik ke sekolah, melainkan membagi area sekolah secara rata berdasarkan sebaran peserta didik. Hal ini menemui tantangan karena kondisi wilayah yang berbeda-beda. Misalnya, siswa yang tinggal di pelosok ditempatkan di sekolah yang jauh karena kondisi daerah yang luas.

Di samping itu, lanjut Indraza, masalah zonasi kedua adalah verifikasi dokumen. Pada beberapa kasus orang tua peserta didik dan oknum petugas PPDB memalsukan dokumen seperti Kartu Keluarga (KK). Hal ini agar peserta didik tampak tinggal dekat dengan sekolah yang diinginkan. Lemahnya verifikasi dan validasi ini menyebabkan lolosnya kecurangan yang dilakukan peserta.

Selain itu, masalah zonasi ketiga adalah adanya wilayah blankspot. Ini adalah wilayah yang tidak tersentuh zonasi dan tidak memiliki sekolah negeri. Hal ini terjadi karena pembagian zona yang dilakukan pemerintah daerah tidak mempertimbangkan data sebaran calon peserta didik.

"Zona itu bisa berubah setiap tahun tergantung dengan (pemetaan) calon peserta didik seharusnya. Namun, apa yang ditangkap masyarakat sementara ini zonasi adalah masalah jarak," terang Indraza.

Oleh karena itu, dia menilai perlu ada evaluasi terkait regulasi PPDB tahun depan. Terkait jalur zonasi, pemerintah perlu menyusun ketentuan pemberian kuota bagi calon peserta didik yang berada di wilayah blankspot. Tak hanya itu, proses verifikasi dan validasi data pada setiap jalur PPDB harus dioptimalkan.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar