c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

NASIONAL

24 September 2025

08:46 WIB

Ombudsman Saran KUHAP Atur Laporan Yang Ditolak Polisi

Selama ini menurut Ombudsman tidak ada kepastian laporan masyarakat ke polisi seperti berapa lama jawaban pengaduan masyarakat. 

Editor: Leo Wisnu Susapto

<p>Ombudsman Saran KUHAP Atur Laporan Yang Ditolak Polisi</p>
<p>Ombudsman Saran KUHAP Atur Laporan Yang Ditolak Polisi</p>

Tampak Gedung Ombudsman di Jakarta. Sumber: ombudsman.go.id.

JAKARTA - Ombudsman menyebutkan Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) perlu mengatur mekanisme penyelesaian pengaduan yang tidak diterima oleh kepolisian.

Ketua Ombudsman, Mokhammad Najih menyampaikan, banyak laporan masuk ke lemaga pengawas pelayanan publik itu terkait penyidik kepolisian yang menolak laporan korban tindak pidana. Banyak pula laporan warga bahwa tidak ada jaminan tindak lanjut pascapelaporan ke atasan penyidik tersebut.

"Selama ini tidak ada pula ketentuan mengenai batas waktu penyidik wajib melakukan pemeriksaan dan menyimpulkan tindak pidana yang disangkakan," ujar Najih dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR di Jakarta, Selasa (23/9) dikutip dari Antara.

Sehingga, perlu ada penjelasan bagaimana upaya yang dapat ditempuh oleh pelapor dan mekanisme tindak lanjut yang perlu dilakukan oleh kepolisian dalam menangani pengaduan tersebut.

Baca juga: RUU KUHAP Mesti Disahkan Segera Atau Tahanan Bebas Tanpa Syarat

Dalam Pasal 23 ayat 7 draf RKUHAP, ungkap Najih, diatur dalam hal penyelidik dan penyidik tidak menanggapi laporan atau pengaduan dalam waktu paling lama 14 hari sejak laporan atau pengaduan diterima, pelapor dan pengadu dapat melaporkan penyelidik atau penyidik yang tidak melanjutkan laporan kepada atasan penyidik atau pejabat pengemban fungsi pengawasan dalam penyidikan.

Najih mengungkapkan selama ini, kerap tidak ada kepastian jangka waktu penyelesaian perkara yang dilaporkan masyarakat kepada kepolisian terkait waktu serta tidak adanya informasi kepastian penyelesaian laporan.

Ombudsman menanggapi secara positif sudah adanya batas waktu tersebut dalam RKUHAP, namun yang perlu diantisipasi dan dimitigasi, yakni bagaimana jika kepolisian menolak laporan dari korban tindak pidana.

"Nah, ini mungkin ada mekanisme yang sering kali korban yang melapor itu banyak hambatan, terutama apabila masyarakat tidak memiliki pendamping terutama penasihat hukum," papar dia.

Ombudsman juga berharap RKUHAP bisa menjelaskan mekanisme pemberian hak tersangka, terdakwa, korban, penyandang disabilitas, perempuan, lanjut usia, hingga saksi.

Najih menguraikan, Pasal 134–139 RKUHAP, sudah terdapat perincian mengenai berbagai hak yang didapatkan para pihak tersangkut kasus pidana, namun belum ada mekanisme dalam mendapatkan hak-hak mereka.

Dia menyebutkan, mekanisme yang perlu dicantumkan dalam RUU, yakni salah satunya mengenai penegasan sejak kapan hak tersebut melekat pada orang itu saat berstatus sebagai tersangka, terdakwa, korban, penyandang disabilitas, perempuan, lanjut usia, atau saksi.

Menurut Najih, diperlukan pasal tertentu yang memberi penegasan mengenai mekanisme tersebut agar dalam pelaksanaan pemberian hak tidak menimbulkan tanda tanya.

Najih melanjutkan, Pasal 60–63 RKUHAP, juga perlu mengatur secara tegas kewajiban jaksa untuk memastikan pelindungan korban dan saksi, termasuk untuk berkoordinasi dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan unit pelindungan sejak tahap penuntutan.

"Ketiadaan pengaturan yang jelas mengenai hal ini mengakibatkan korban menjadi korban ganda," tuturnya.

Menurut dia, saran tersebut mungki juga telah menjadi salah satu masukan dari LPSK sehingga perlu untuk diwujudkan.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar