Pakar menekankan penggunaan obat cacing harus sesuai panduan Kementerian Kesehatan dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)
Seorang siswa SD melihat cacing kremi dengan alat mikroskop di Akarena, Makassar, Sulsel (28/4/2011). Antara Foto/Sahrul Manda Tikupadang
JAKARTA - Pakar kesehatan dari Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya, Gina Noor Djalilah mengingatkan, konsumsi obat cacing tidak boleh dilakukan sembarangan. Pernyataan ini merespons tren konsumsi obat cacing yang viral di media sosial usai kasus yang menimpa bayi Raya di Sukabumi, Jawa Barat.
Dia menjelaskan, penggunaan obat cacing yang benar umumnya mengikuti panduan dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Pemberian obat cacing ini dapat diulang setiap enam bulan sekali untuk anak usia 1-12 tahun.
"Untuk daerah nonendemis, pemberian obat cacing harus diberikan sesuai indikasi dan sesuai pemeriksaan dokter, dengan hasil pemeriksaan tinja positif ditemukan telur cacing atau cacing," terang Gina dikutip dari laman resmi UM Surabaya, Sabtu (30/8).
Dokter spesialis anak itu berpendapat, fenomena mengonsumsi obat cacing bisa jadi dipicu oleh kekhawatiran akibat berita terkait kasus cacingan. Hal ini membuat banyak orang mengonsumsi obat cacing secara mandiri tanpa indikasi medis.
Padahal, meskipun beberapa obat cacing dijual bebas, tetap penting untuk berkonsultasi dengan dokter atau apoteker. Utamanya, untuk menentukan dosis yang tepat sesuai kondisi dan jenis cacing yang menginfeksi.
"Setiap jenis obat bekerja dengan cara yang berbeda, misalnya melumpuhkan cacing agar mudah keluar dari tubuh atau mencegah cacing menyerap nutrisi," papar Gina.
Selain itu, dia menyebutkan obat cacing bisa menimbulkan efek samping ringan, misalnya mual, muntah, atau pusing. Dia pun menyarankan masyarakat untuk segera menghubungi dokter jika efek samping itu semakin parah.
Gina juga menyampaikan, menurut data Kemenkes pada tahun 2023, hasil survei di 40 desa pada 10 provinsi menunjukkan prevalensi infeksi cacing berkisar antara 2,2% hingga 96,3%. Angka ini paling banyak ditemukan pada anak usia sekolah 5-14 tahun.
Sebagai negara tropis, Indonesia juga memiliki angka kecacingan yang tinggi yaitu 28%. Hal ini dipengaruhi oleh kebersihan, sanitasi, kepadatan penduduk, dan kondisi tanah yang lembab.
Oleh karena itu, dia mengimbau masyarakat untuk menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) sebagai langkah utama mencegah cacingan.
"Jaga kebersihan tangan, rajin potong kuku, cuci sayur dan buah sebelum dikonsumsi, memastikan air minum matang dan berasal sumber yang bersih, serta gunakan alas kaki saat ke luar rumah," pesan Gina.