01 Desember 2023
17:23 WIB
Penulis: James Fernando
Editor: Nofanolo Zagoto
JAKARTA - Mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan, mengakui pernah mendengar informasi soal Presiden Joko Widodo (Jokowi) pernah memanggil eks Ketua KPK, Agus Rahardjo untuk meminta penghentian penanganan perkara kasus tindak pidana korupsi e-KTP yang menjerat Setya Novanto. Karena kejadian tersebut, Agus Rahardjo setahu Novel sempat ingin mundur dari pimpinan KPK.
"Dan seingat saya malah Pak Agus sempat mau mengundurkan diri itu. Jadi, untuk bertahan dalam komitmen untuk perkara SN tetap dijalankan. Pak Agus sempat mau mengundurkan diri,” kata Novel, di Bareskrim Polri, Jumat (1/12).
Hal ini dikatakan Novel menanggapi pernyataan Agus Rahardjo dalam acara talk show di salah televisi swasta, Kamis (30/11) malam. Novel mengaku mendengar kabar pemanggilan oleh Presiden saat masih menjalani pengobatan di Singapura.
“Jadi, seingat saya, memang pernah dengar cerita itu. Saya saat itu ada di Singapura, sedang berobat,” ucapnya.
Kendati demikian, Novel mengaku cerita itu tidak didapatkannya secara langsung dari mantan Ketua KPK itu. Karena itu, dia tidak mau berkomentar lebih detail terkait hal ini.
“Tetapi detailnya saya gak tahu, jadi saya waktu itu sedang sakit di Singapura sedang berobat. Ceritanya, tentunya saya tidak langsung ya. Jadi, cerita itu saya dengar-dengar, dari Pegawai KPK lain yang bercerita. Jadi, mestinya yang lebih tahu, pegawai yang ada di KPK,” lanjut Novel.
Sebelumnya, Agus Rahardjo, membongkar permintaan Presiden Jokowi agar kasus e-KTP yang menyeret Setya Novanto disetop. Dia tidak menjelaskan apa alasan Presiden untuk menghentikan perkara tersebut.
“Saya terus terang pada waktu kasus E-KTP, saya dipanggil sendirian oleh Presiden. Presiden waktu itu ditemani oleh Pak Pratikno. Jadi, saya heran biasanya itu memanggilnya berlima, ini kok sendirian, dan dipanggilnya bukan lewat ruang wartawan, tapi lewat masjid kecil itu. Jadi di depan,” kata Agus.
Agus bercerita, saat masuk Istana Negara, Kepala Negara sudah dalam keadaan marah dan meminta kasus e-KTP segera dihentikan. Setelah mendengar penjelasan Presiden, perkara e-KTP tersebut berkaitan dengan penetapan Setya Novanto sebagai tersangka.
“Di sana begitu saya masuk, Presiden sudah marah. Menginginkan karena saya baru masuk itu teriak ‘hentikan’. Setelah saya duduk baru saya tahu bahwa yang disuruh hentikan adalah kasusnya Pak Setnov, ketua DPR waktu itu, punya kasus e-KTP, supaya tidak diteruskan,” kata Agus.
Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana membantah soal permintaan penghentian perkara ini. Sebab faktanya proses hukum mantan Ketua DPR itu sudah berjalan dan telah terbukti di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi DKI.
"Kalau kita lihat kenyataannya, proses hukum terhadap Bapak Setya Novanto seperti yang kita ketahui bersama berjalan pada tahun 2017. Berjalan dengan baik dan sudah ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap pada saat itu," ujar Ari Dwipayana di Jakarta.