07 Januari 2023
13:50 WIB
Editor: Rikando Somba
MEDAN- 'Manusia silver’ atau mereka yang mengemis dengan melumuri cat perak pada badannya, harus ditertibkan. Kebanyakan mereka adalah anak-anak muda dan remaja. Mereka harusnya diberikan keterampilan untuk mencari nafkah, tidak dengan mengemis.
Demikian disuarakan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Medan, Sumatra Utara, yang sebelumnya juga mengharamkan 'manusia silver'.
"Kita imbau menertibkan dan sekaligus memberikan pelatihan keterampilan kepada anak-anak remaja itu," tutur Ketua MUI Kota Medan, Hasan Matsum di Medan, Jumat (6/1).
Hasan menyebutkan, pelatihan keterampilan tidak hanya bagi "manusia silver" saja, tapi para pengemis secara umum di Kota Medan sehingga mereka bisa lebih berguna.
Dia mengungkapkan keprihatinan, anak-anak remaja yang melumuri badannya dengan cat berwarna silver itu, mencari nafkah di persimpangan jalan Kota Medan dengan cara meminta-minta atau mengemis.
"Kalau pelatihan sudah bisa kita lakukan disertai mengarahkan. Sebab bila pelatihan saja tanpa kita arahkan, mereka ini terlanjur 'hidup enak'. Tidak perlu 'skill' dan tidak perlu kerja berat, tapi dapat uang dari mengemis," ujarnya.
Dari Luar Jakarta
Pada kesempatan berbeda, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) bidang fatwa Asrorun Niam Soleh berpendapat aktivitas menghalangi mobilitas orang hingga mencoret-coret tubuh yang tak pada tempatnya tergolong mengganggu ketertiban sosial.
Asrorun menanggapi fatwa MUI Sumatra Utara yang mengharamkan manusia silver karena tak sesuai syariat Islam.
"Hal-hal terkait aktivitas yang berdampak pada ketidaktertiban sosial, menghalangi jalan, menghalangi mobilitas orang, corat coret di tempat publik, corat coret tubuh tak pada tempatnya mengganggu ketertiban," kata Asrorun di Kantor MUI, di kesempatan berbeda.
Sementara itu, di Jakarta, Pemerintah Kota Jakarta Barat mengungkapkan mayoritas Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) yang terjaring razia di wilayah itu bukan berasal DKI Jakarta. Mayoritas PMKS tersebut merupakan pendatang dari luar kota, seperti Jawa Barat dan Jawa Timur.
"Mereka bukan berasal dari DKI Jakarta ya, mayoritas mereka dari daerah seperti Surabaya dan lainnya," kaya Kepala Suku Dinas Sosial Jakarta Barat, Suprapto dikutip dari Antara.
Suprapto mengatakan, mereka biasanya datang bersama dengan beberapa rombongan dari daerah saat momen tertentu seperti saat bulan puasa. Di saat itulah, mereka mulai beroperasi sebagai pengemis, gelandangan hingga manusia silver.
Untuk mencegah maraknya aktivitas PMKS di Jakarta Barat, Suprapto mengimbau masyarakat untuk tidak sembarang memberikan sedekah kepada para pengemis di jalanan.
Dia menyerukan, agar warga yang ingin beramal, agar menyumbangkan ke yayasan resmi atau badan amal seperti Baznaz Bazis Jakarta Barat.
"Jumlah gelandangan bisa berkurang. Diharapkan, warga menyumbangkan ke pihak yang resmi," kata dia.
Sebelumnya, sebanyak 1.465 PMKS telah dijaring Pemerintah Kota Jakarta Barat (Pemkot Jakbar) selama tahun 2022. "Kita jaring 1.465 orang. Itu terdiri dari pedagang asongan, orang dalam masalah kejiwaan (ODMK) dan gelandangan," kata Suprapto.
Ribuan PMKS tersebut dijaring petugas Suku Dinas (Sudin) Sosial dan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dari seluruh kecamatan di Jakarta Barat. Mereka yang dijaring langsung dibina di Panti Sosial Bina Insani (PBSI) Bangun Daya milik Dinas Sosial DKI Jakarta.