14 Juli 2021
20:17 WIB
Penulis: Wandha Nur Hidayat
Editor: Leo Wisnu Susapto
JAKARTA – Kementerian Pendidikan, Pendidikan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) meminta, pelaksanaan masa pengenalan lingkungan sekolah (MPLS) secara humanis dan berbasis data siswa. Pelaksanaan MPLS bisa sesuai kebutuhan setiap siswa baru dan memotivasi mereka.
"Penghargaan lebih diprioritaskan daripada punishment. Ini yang harus kita bangun. Jadi kita perlu memotivasi anak untuk itu," ujar Direktur Guru dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Menengah dan Khusus Kemendikbudristek, Yaswardi, Rabu (14/7).
Dia menjelaskan pelaksanaan MPLS harus dimulai dengan perencanaan yang matang oleh sekolah, khususnya guru. Misalnya, melakukan asesmen diagnostik berdasarkan data setiap siswa baru untuk mengetahui kebutuhan dan kondisi psikologis mereka.
Kemudian kegiatan-kegiatan MPLS antara lain berisi pengenalan mengenai pola belajar di masa pandemi covid-19. Menjelaskan tentang keunggulan dan keterbatasan dari metode pembelajaran tatap muka (PTM) dan pembelajaran jarak jauh (PJJ).
"Di PJJ perlu ada pendampingan dari orang tua atau orang dewasa, kapasitas internet, dan sebagainya. Kata kunci yang harus dibangun adalah komunikasi positif. Jadi yang harus dibangun adalah komunikasi positif antara guru dengan siswa," kata Yaswardi.
Selanjutnya, para siswa dikenalkan tentang warga sekolah mulai dari kepala sekolah, guru-guru, tenaga kependidikan, serta para mitra sekolah. Semua ini diharap membuat siswa baru familier dengan lingkungan sekolah meski masih harus melakukan PJJ.
"Satu kata kunci di sini adalah perlu ada data dukung dan pelaksanaan secara humanis dengan catatan kreativitas dan inovasi yang menarik adalah poin untuk MPLS di masa pandemi covid-19," ungkap dia.
Direktur PAUD Kemendikbudristek, Muhammad Hasbi menyebut, MPLS pada tahun ini kemungkinan sebagian besar dilakukan tanpa tatap muka. Ada sejumlah rambu-rambu yang harus diterapkan dan ditaati sekolah dalam melaksanakan MPLS.
Pertama, MPLS menjadi kewajiban bagi guru. Kedua, tidak melibatkan siswa atau kakak kelas atau alumni sebagai penyelenggara. Lalu MPLS diisi kegiatan yang bersifat edukatif dan tidak dibenarkan melakukan perpeloncoan atau tindak kekerasan.
"Memang kalau tindak kekerasan dalam bentuk daring lain lagi. Mungkin ada bully dalam bentuk daring kita tidak tahu ya," imbuh Hasbi.
Kemudian siswa diwajibkan tidak memakai atribut lain selain atribut sekolah. Kelima, sekolah tidak boleh mengenakan biaya MPLS kepada siswa. Terakhir, siswa tidak boleh diberi tugas-tugas yang tidak relevan dengan kegiatan yang ada di sekolah.
"Apa yang bisa disampaikan sekolah kepada siswa yang pertama sekali tentu mengenalkan kultur yang ada di sekolah. Bagaimana budaya yang berkembang di sekolah setempat," ucap dia.