29 September 2025
19:07 WIB
MK Putuskan UU Tapera Inkonstitusional
MK memutus, UU Tapera inkontitusional dan hilang kewajiban pekerja jadi peserta Tapera.
Penulis: Aldiansyah Nurrahman
Editor: Leo Wisnu Susapto
Foto udara perumahan subsidi di Indramayu, Jawa Barat, kamis (19/06/2025). ANTARA FOTO/Dedhez Anggara.
JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan Undang-Nomor (UU) 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) inkonstitusional dan memberi waktu paling lama dua tahun untuk tata ulang.
“Meski inkosntitusional, UU Tapera masih berlaku dan pembentuk undang-undang harus menata ulang sesuai dengan esensi amanat UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman,” kata Ketua MK Suhartoyo di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Senin (29/9) dikutip dari Antara.
Putusan MK tersebut berakar dari Pasal 7 ayat 1 UU Tapera yang dinyatakan tidak sesuai dengan amanat konstitusi. Namun, MK menilai pasal tersebut sebagai “pasal jantung” yang menjiwai keseluruhan norma dalam UU Tapera.
“Oleh karena Pasal 7 ayat 1 UU Tapera adalah pasal jantung yang telah dinyatakan bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945, maka tidak ada keraguan bagi Mahkamah untuk menyatakan UU 4/2016 secara keseluruhan harus dinyatakan bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945,” ucap Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih membacakan pertimbangan hukum.
Pasal 7 ayat 1 UU Tapera mengatur, setiap pekerja dan pekerja mandiri yang berpenghasilan paling sedikit sebesar upah minimum wajib menjadi peserta Tapera. Sifat wajib itu diberlakukan tanpa membedakan pekerja yang telah memiliki rumah atau belum.
Baca juga: Soal Tapera, Pengamat: Ini Investasi Atau Arisan Kepemilikan Rumah?
MK menilai, pasal tersebut tidak selaras dengan dasar pembentukan hukum dan konteks penyimpanan dana yang seharusnya dilandasi unsur kesukarelaan dan persetujuan.
Selain itu, menurut Mahkamah, sifat wajib yang diatur dalam Pasal 7 ayat 1 UU Tapera dapat menimbulkan perlakuan yang tidak proporsional, serta menyebabkan tumpang tindih dan menimbulkan beban ganda bagi pekerja.
MK menyadari dengan dinyatakannya Pasal 7 ayat 1 bertentangan dengan konstitusi sehingga berdampak pada pasal-pasal lain dalam UU Tapera akan menimbulkan kekosongan hukum, khususnya dalam hal sistem pendanaan dan pembiayaan perumahan jangka panjang.
Guna menghindari kekosongan hukum atas pelaksanaan putusan ini, MK memandang perlu memberikan tenggang waktu kepada pemerintah dan DPR untuk menata ulang pengaturan mengenai pendanaan dan sistem pembiayaan perumahan yang tidak menimbulkan beban bagi pemberi kerja, pekerja, termasuk pekerja mandiri.
MK berpesan agar pembentuk undang-undang memperhitungkan secara cermat ihwal pendanaan dan sistem pembiayaan perumahan dari pengaturan yang sifatnya mewajibkan menjadi pilihan bagi pemberi kerja, pekerja, termasuk pekerja mandiri.
“Sesuai dengan prinsip keadilan sosial, perlindungan kelompok rentan, serta kesesuaian dengan peraturan perundang-undangan dan hak-hak konstitusional warga negara sebagaimana dijamin dalam UUD NRI Tahun 1945,” imbuh Enny.
Mengingat cakupan peserta Tapera yang luas, MK menilai pembatalan seketika terhadap UU Nomor 4 Tahun 2016 tanpa masa transisi akan menimbulkan ketidakpastian hukum dan gangguan administratif dalam pengelolaan iuran maupun aset peserta, termasuk potensi risiko hukum terhadap entitas pelaksana, seperti Badan Pengelola (BP) Tapera dan lembaga keuangan terkait lainnya.
“Oleh karena itu, untuk menghindari kekosongan hukum, Mahkamah memberikan tenggang waktu paling lama dua tahun kepada pembentuk undang-undang untuk menata ulang sesuai dengan amanat UU 1/2011,” urai Enny.