c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

NASIONAL

28 Agustus 2025

16:59 WIB

MK Larang Wakil Menteri Rangkap Jabatan, Termasuk Jadi Komisaris

MK memutuskan wakil menteri tak boleh rangkap jabatan sebagai pejabat negara, komisaris, atau direksi pada perusahaan negara atau swasta, atau pimpinan organisasi yang dibiayai APBN atau APBD

Editor: Nofanolo Zagoto

<p>MK Larang Wakil Menteri Rangkap Jabatan, Termasuk Jadi Komisaris</p>
<p>MK Larang Wakil Menteri Rangkap Jabatan, Termasuk Jadi Komisaris</p>

Hakim MK. AntaraFoto/Dhemas Reviyanto


JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) melarang wakil menteri untuk merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya, komisaris atau direksi pada perusahaan negara maupun swasta, atau pimpinan organisasi yang dibiayai APBN maupun APBD.

Larangan itu tertuang pada putusan teranyar Mahkamah Konstitusi (MK) untuk Perkara Nomor 128/PUU-XXIII/2025 yang diucapkan dalam sidang putusan di Ruang Sidang Pleno MK di Jakarta, Kamis (28/8) sore.

"Mengabulkan permohonan pemohon I untuk sebagian," kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan, seperti dilansir Antara.

Mahkamah secara eksplisit memasukkan frasa "wakil menteri" ke dalam norma Pasal 23 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, yang pada mulanya hanya berisi larangan rangkap jabatan untuk menteri.

MK menyatakan, Pasal 23 Undang-Undang Kementerian Negara bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai sebagaimana yang tertuang dalam amar putusan.

Dengan putusan itu, Pasal 23 Undang-Undang Kementerian Negara kini menjadi berbunyi: "Menteri dan wakil menteri dilarang merangkap jabatan sebagai: a. pejabat negara lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan; b. komisaris atau direksi pada perusahaan negara atau perusahaan swasta; atau c. pimpinan organisasi yang dibiayai dari APBN dan/atau APBD."

Perkara 128 ini dimohonkan oleh advokat Viktor Santoso Tandiasa dan pengemudi ojek daring Didi Supandi. Namun, MK menyatakan permohonan Didi tidak dapat diterima karena yang bersangkutan tidak memiliki kedudukan hukum.

Terhadap putusan tersebut, dua orang hakim menyatakan berbeda pendapat (dissenting opinion), yakni Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dan Arsul Sani.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar