c

Selamat

Senin, 17 November 2025

NASIONAL

26 April 2024

19:23 WIB

MK Dinilai Masih Jadi Mahkamah Kalkulator

Menurut Perludem, dalam gugatan PHPU Pilpres 2024, MK hanya fokus pada selisih hasil suara atau margin of result, tanpa mempertimbangkan latar belakang atau cara hasil tersebut didapatkan

Penulis: Gisesya Ranggawari

Editor: Nofanolo Zagoto

<p>MK Dinilai Masih Jadi Mahkamah Kalkulator</p>
<p>MK Dinilai Masih Jadi Mahkamah Kalkulator</p>

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo (tengah) memimpin jalannya sidang putusan hasil pilpres 2024 didampingi jajaran Hakim Konstitusi di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (22/4/2024). ValidNewsID/Darryl Ramadhan

JAKARTA - Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Kahfi Adlan Hafiz, menilai Mahkamah Konstitusi (MK) masih merefleksikan diri sebagai mahkamah kalkulator dalam putusan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden dan Wakil Presiden 2024.

Menurutnya, MK hanya fokus pada selisih hasil suara atau margin of result dalam gugatan PHPU Pilpres 2024. MK seharusnya mempertimbangkan latar belakang atau cara hasil tersebut didapatkan.Menurutnya, MK hanya fokus pada selisih hasil suara atau margin of result dalam gugatan PHPU Pilpres 2024. MK seharusnya mempertimbangkan latar belakang atau cara hasil tersebut didapatkan.

"Putusan MK masih merefleksikan diri sebagai mahkamah kalkulator yang hanya fokus pada selisih hasil," ujar Kahfi dalam sebuah diskusi, yang dilansir dari YouTube Perludem. 

Ia menjelaskan, MK semestinya juga tidak hanya fokus pada persoalan yang berkaitan langsung terhadap hasilnya. Misalnya, perusakan DPT, penggelembungan suara dan perusakan kotak suara yang bisa mempengaruhi hasil secara langsung.

MK, lanjut Kahfi, perlu membuka pandangan lebih luas melihat cara-cara yang secara tidak langsung mempengaruhi hasil. Contohnya, politik uang, penyalahgunaan aparatur negara, perangkat desa, dan distribusi bansos.

"Harusnya itu dianggapnya sebagai latar belakang yang menimbulkan selisih suara itu tadi. MK hanya terpaku pada selisih dan margin suara," cetus dia.

Kahfi menambahkan, dalil pemohon pun disandarkan pada keterangan Bawaslu oleh MK, padahal Bawaslu dikatakan masih sangat prosedural dalam menangani pelanggaran hukum pemilu.

"Lalu MK menyatakan penunjukan Gibran bukan bagian dari nepotisme karena dipilih oleh rakyat. Hal-hal ini yang tentu disayangkan dan membuat ketidakpuasan dari kami masyarakat sipil dan publik secara umum," papar Kahfi.

Di sisi lain, Kahfi tetap mengapresiasi MK atas beberapa hal positif, misalnya fokus pada dalil pemohon, sampai melakukan pemanggilan kepada empat menteri dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

Sepengalamannya, dalil-dalil yang diajukan pemohon cukup jarang terjadi pada PHPU. Biasanya, dalil yang diajukan kerap tidak digali secara mendalam oleh MK.

Lalu, MK dinilai berhasil menyelenggarakan PHPU Pilpres 2024 tepat waktu dan dilakukan segara terbuka serta transparan memberikan akses kepada publik. 

"Antusias masyarakat pun bagus, walaupun banyak yang disoroti, tapi putusan MK tetap harus dihormati," imbuhnya.

Selain itu, Kahfi pun mengapresiasi atas hadirnya tiga dissenting opinion atau pendapat berbeda dari tiga hakim untuk pertama kalinya dalam sejarah. Menurutnya, dalam ilmu hukum, dissenting opinion memiliki nilai yang besar.

"Ini putusan pertama dalam PHPU ada dissenting opinion. Kalau dalam hukum ini cukup signifikan, komposisinya 5:3 kan, kalau satu geser jadi seimbang," tutur Kahfi.

Mahkamah Konstitusi (MK) menolak seluruh permohonan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden dan Wakil Presiden 2024 yang diajukan oleh paslon nomor urut 01 dan 03, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD.

Dengan demikian, pasangan Capres dan Cawapres nomor urut 02, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka ditetapkan sebagai capres-cawapres terpilih, dengan raihan 92.214.691 suara.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar