06 Oktober 2025
18:30 WIB
Mimpi Bersepeda Dengan Aman Di Jalan Raya
Jalur sepeda disalahgunakan oleh pengendara motor dan mobil, atau dipakai untuk parkir jamak ditemui di Jakarta serta daerah lain di Indonesia.
Penulis: Ananda Putri Upi Mawardi
Editor: Rikando Somba
Pedagang kopi keliling menggunakan sepeda melintas di jalur sepeda Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Senin (28/4/2025). Antara Foto/Sulthony Hasanuddin
JAKARTA - Sepeda telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari Randy (27) dalam dua tahun terakhir. Kegiatan yang awalnya hanya untuk mengisi waktu luang kini berubah jadi kebutuhan. Randy merasa ada yang kurang jika beberapa hari tidak bersepeda.
Karyawan swasta yang tinggal di Jakarta Selatan itu sudah terbiasa menggunakan sepeda sebagai moda transportasi ke kantor. Jarak antara rumah dan kantornya sekitar tujuh hingga delapan kilometer.
"Memang lumayan panas dan bikin keringetan sih, tapi karena suka main sepeda jadi enjoy aja," cerita Randy kepada Validnews, Minggu (5/10).
Meski begitu, bukan berarti pengalaman Randy di jalan selalu menyenangkan. Ia kerap kali menemukan lajur sepeda dipenuhi oleh pengendara motor. Tak jarang, lajur sepeda digunakan untuk parkir kendaraan.
Masuknya kendaraan bermotor ke lajur sepeda tentu membuat Randy berisiko terserempet. Sering kali ia merasa tidak aman karena hanya mengandalkan helm sebagai proteksi.
Randy tak diam saja melihat lajur sepeda disalahgunakan. Beberapa kali ia menegur pengendara motor yang menerobos lajur sepeda. Meminta mereka kembali ke jalur masing-masing.
Sayangnya, jumlah mereka yang melanggar terlalu banyak. Teguran Randy kerap dianggap angin lalu. Bahkan, kerap teguran itu diartikan sebagai ajakan berkelahi.
"Kalau bilang, 'Ini bukan jalur motor pak, motor sebelah sana,' ya pada melengos aja. Seringnya malah diklaksonin sama mereka," ujar Randy.
Padahal, kekhawatiran Randy ini bukan tanpa alasan. Salah seorang temannya pernah menjadi korban kecelakaan ringan saat bersepeda di jalur yang benar. Saat itu, seorang pengemudi motor yang melaju kencang menyerempet teman Randy. Temannya langsung terjatuh dan mengalami luka lecet di beberapa bagian tubuh.

Bagi Randy, pengalaman itu menunjukkan bahwa fasilitas sepeda di Jakarta belum efektif. Oleh karena itu, dia berharap pemerintah bisa menangani masalah ini. Di samping itu, pengemudi kendaraan bermotor diharap dapat meningkatkan pemahaman mereka agar keamanan seluruh pengguna jalan raya terjaga.
"Pengguna jalur sepeda itu bukan yang bike to work saja, tapi juga starling (penjual kopi keliling.red), anak-anak, mereka juga butuh jalur sepeda yang aman," ujar Randy.
Penyalahgunaan lajur sepeda tak hanya dirasakan Randy. Koalisi Pejalan Kaki juga mengamati hal yang sama. Mereka menilai, Indonesia masih memiliki banyak kasus penerobosan jalur sepeda karena tidak ada penegakan hukum terkait hal ini. Kasus seperti ini juga sudah beberapa kali mengakibatkan kecelakaan.
Adapun Koalisi Pejalan Kaki adalah gerakan yang fokus membangun ekosistem berjalan kaki, bersepeda, dan bertransportasi publik sebagai mobilitas perkotaan. Hal itu mereka nilai sebagai kunci untuk mewujudkan kota yang berkelanjutan.
Hilang Karena Proyek
Ketua Koalisi Pejalan Kaki, Alfred Sitorus berpendapat, jalur sepeda yang disalahgunakan oleh pengendara motor dan mobil atau disalahgunakan untuk parkir memang jamak ditemui. Namun, ini bukanlah satu-satunya masalah yang dihadapi pesepeda.
Pada pertengahan tahun lalu, Jakarta juga kehilangan sejumlah lajur sepeda. Lajur-lajur yang sebelumnya diberi cat warna hijau itu ditimpa dengan aspal, menyatu dengan jalur kendaraan bermotor. Koalisi Pejalan Kaki menilai ini sebagai upaya melenyapkan ruang aman pesepeda.

Alfred berkisah, Koalisi Pejalan Kaki pun bergerak mendata lajur-lajur sepeda yang hilang. Mereka mengajak pengikut media sosial, khususnya komunitas pesepeda, untuk turut melaporkan dan mendokumentasikan titik-titik itu.
Meski Alfred tidak menyebutkan angka pastinya, komunitas pesepeda mencatat banyak lajur sepeda yang hilang. Beberapa lajur sepeda yang hilang berada di Jalan Kyai Caringin, Jalan Balikpapan, Jalan MH Thamrin Sinar Mas, dan Jalan Galunggung Dukuh Atas di Jakarta Pusat, serta Jalan Tomang Raya, Jakarta Barat.
Tak diam diri, Koalisi Pejalan Kaki bersama sejumlah kelompok lain seperti Bike To Work dan Road Safety Association (RSA) Indonesia pun mengadvokasikan temuan itu kepada Dinas Perhubungan DKI Jakarta. Ternyata, lajur-lajur sepeda itu hilang karena berbagai proyek infrastruktur. Salah satunya proyek saluran air limbah.
Setelah didesak, Pemerintah Provinsi Jakarta akhirnya secara bertahap mengembalikan lajur-lajur sepeda yang hilang. Koalisi Pejalan Kaki memantau lajur-lajur itu kini sudah bisa digunakan, walau masih ada beberapa lajur yang belum kembali.
"Kalaupun ada progresnya, ini kan layanan publik ya, seharusnya dibuatkan saja pengumuman yang terbuka kepada publik, oh hari ini lajur ini sudah kembali gitu," terang Alfred, Sabtu (4/10).
Baginya, keterbukaan informasi seperti itu diperlukan agar masyarakat mendapatkan kejelasan. Sebaliknya, kritik dari masyarakat juga diperlukan pemerintah sebagai kontrol publik.
Pembersihan Jalur Sepeda
Koalisi Pejalan Kaki memang kerap melayangkan kritik kepada pemerintah terkait hak-hak pesepeda dan pejalan kaki. Namun, bukan berarti mereka tidak turun langsung mengatasi masalah yang ada.
Setelah gelombang demonstrasi Agustus lalu saja, Koalisi Pejalan Kaki bersama sejumlah komunitas lainnya langsung memperbaiki jalur sepeda yang rusak di sepanjang Jalan Jenderal Sudirman hingga Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat. Hari itu, bertepatan dengan gelaran Car Free Day, Minggu (31/8), Alfred membawa kaleng cat berwarna putih ke lokasi. Cat sebanyak dua liter itu digunakan untuk menutupi grafiti pada jalur sepeda dan planter box di sekelilingnya.
Sekitar 60 orang bahu-membahu membersihkan jalur sepeda itu. Angka yang cukup tinggi mengingat aksi ini baru dicetuskan pada malam sebelumnya. Beberapa dari mereka juga membawa air minum dan cemilan sebagai bentuk kontribusi.
"Padahal baru malamnya kita minta, ayo nanti kumpul nih. Ternyata yang terkumpul 60 orang kurang lebih," kenang Alfred.
Beberapa jam berselang, grafiti bertuliskan kata-kata kasar di lokasi sudah rapi tertutup cat. Planter box yang berfungsi sebagai pembatas jalan juga kembali tertata setelah sebelumnya berserakan. Bahkan, planter box yang hancur pun disusun kembali seperti semula.
Aksi bersih-bersih itu dilakukan secara gotong-royong tanpa seorang pun merasa berkontribusi paling besar. Hal ini menjadi cerminan bahwa masyarakat bisa bersama-sama merawat fasilitas yang mereka gunakan. Manfaatnya pun dirasakan seluruh warga kota. Tak hanya pesepeda, tapi juga anak-anak, pedagang keliling, hingga pekerja kantoran sekitar.
"Petugas PPSU (Penanganan Prasarana dan Sarana Umum) sudah bahu-membahu memulihkan kembali suasana kota. Nah, Koalisi Pejalan Kaki, pesepeda, individu-individu punya andil untuk memulihkan Jakarta juga," tutup Alfred.
Fasilitas Belum Memadai
Fasilitas untuk pesepeda dinilai pengamat transportasi dari Universitas Katolik Soegijapranata, Djoko Setijowarno, belum memadai. Ini bukan hanya terjadi di Jakarta, tapi di seluruh Indonesia. Kalau pun tersedia jalur sepeda, lebih banyak dipakai pengendara motor atau dijadikan lokasi parkir pinggir jalan.
Sayangnya, polisi diamatinya tidak pernah menilang pengendara yang berbuat demikian. Padahal, Pasal 287 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menyatakan, setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang melanggar rambu lalu lintas dipidana dengan kurungan paling lama dua bulan, atau denda paling banyak Rp500.000.
Menurut Djoko, jalur sepeda sebenarnya bisa menggunakan trotoar agar tidak diterobos oleh pengendara motor. Namun, trotoar yang digunakan harus memenuhi sejumlah syarat, seperti rata, lebar, aman, dan tidak mengganggu pejalan kaki. Jalur sepeda model ini bisa ditemukan di trotoar yang mengitari Istana Bogor.
Dia memahami tidak semua daerah memiliki trotoar yang cukup luas untuk itu. Untuk alternatifnya, jalur sepeda bisa dibuat di jalan raya, tapi harus diberi pembatas untuk menutup celah motor masuk.
Tak cukup di fasilitas, pemerintah juga perlu menggerakkan masyarakat untuk aktif bersepeda. Salah satu caranya dengan memberikan sepeda kepada anak-anak untuk moda transportasi ke sekolah. Sepeda ini diberikan kepada anak-anak yang sekolahnya tak berjarak jauh dari rumah, biasanya murid SD atau SMP.
Dengan penyediaan fasilitas yang memadai dan penegakan hukum, diharapkan jumlah pesepeda bisa meningkat. Nantinya, para pesepeda juga difasilitasi agar bisa mengakses transportasi umum dengan nyaman. Bahkan, dalam jangka panjang, penggunaan transportasi umum meningkat dan emisi karbon dapat ditekan. Banyak kota besar di dunia sudah menerapkannya.
"Artinya, orang dari rumah naik sepeda ke halte, nanti naik bus sepeda masukin ke dalam. Sampai kota ganti lagi, jadi connecting," pungkas Djoko, Minggu (5/10).