19 Juni 2024
17:48 WIB
Menteri PPPA Dorong Korban Kekerasan Seksual Berani Melapor
Menteri PPPA, I Gusti Ayu Bintang Darmawati, yakin kasus kekerasan seksual di perguruan tinggi bisa dihentikan jika korban berani melaporkan kasus yang dialaminya
Penulis: Oktarina Paramitha Sandy
Editor: Nofanolo Zagoto
Ilustrasi kekerasan seksual. Shutterstock
JAKARTA - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Menteri PPPA), I Gusti Ayu Bintang Darmawati mengatakan, kasus kekerasan seksual di perguruan tinggi hanya bisa dihentikan jika korban berani melaporkan kasus yang dialaminya.
Menurutnya, banyak korban kekerasan seksual yang terjadi di perguruan tinggi enggan melapor karena harus menghadapi stigma masyarakat. Selain itu, adanya ketimpangan relasi kuasa antara pelaku dan korban juga membuat korban kekerasan seksual tak berani melapor.
“Kami melihat adanya kesalahan dalam kasus kekerasan seksual di perguruan tinggi, karena korban seringkali menghadapi tekanan dan kasusnya kerap disembunyikan, untuk itu kami mendorong agar korban berani speak up guna memberikan efek jera kepada pelaku,” kata Bintang dalam keterangan yang diterima, Rabu (19/6).
Bintang mengatakan, pihak perguruan tinggi tidak boleh hanya sekedar membentuk Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS). Perguruan tinggi juga harus bisa membuat sistem pelaporan dan penanganan kekerasan seksual yang berperspektif korban.
Korban harus bisa mendapatkan rasa aman dan perlindungan, baik secara moral maupun secara hukum. Sebab, dari laporan yang diterima, masih banyak korban yang merasa tertekan dan menjadi korban kedua kalinya karena stigma yang didapat saat melaporkan kasusnya.
“Dengan demikian, korban kekerasan seksual berani melaporkan kasusnya, mereka bisa mendapat perlindungan dan pemulihan, sementara pelaku bisa mempertanggung jawabkan perbuatannya,” kata Bintang.
Bintang menambahkan, berdasarkan Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) dan Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR), angka kekerasan terhadap perempuan dan anak menunjukkan tren penurunan. Angka kekerasan terhadap anak pada periode 2018 hingga 2021 menurun sekitar 16 hingga 25% sesuai jenis kelamin, dan prevalensi kekerasan terhadap perempuan menurun dari 9,4% menjadi 8,7% pada 2021.
Namun, jumlah kasus kekerasan yang terungkap justru mengalami kenaikan. Hal ini dikarenakan adanya regulasi dan kebijakan untuk melindungi korban, serta meningkatnya keberanian korban untuk melapor dan masyarakat yang sudah mulai terbuka terhadap isu kekerasan terhadap anak dan perempuan.
“Kami harap dengan adanya UU TPKS, korban kekerasan seksual dapat merasa didukung dan mendapat keadilan yang mereka butuhkan, saya harap semua orang berani melawan dan berani bersuara saat melihat atau menjadi korban kekerasan seksual,” kata Bintang.