12 November 2025
10:39 WIB
Menteri ATR Ingatkan Alih Lahan Pertanian Ancam Ketahanan Pangan
Alih lahan pertanian berdampak besar bagi fondasi bangsa, terutama ketahanan pangan nasional.
Penulis: Aldiansyah Nurrahman
Editor: Leo Wisnu Susapto
Petani menanam padi di lahan pertanian Desa Ngebruk, Kecamatan Sumberpucung, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Sabtu (30/11/2024). AntaraFoto/Irfan Sumanjaya.
JAKARTA - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid mengingatkan, alih lahan pertanian berdampak besar bagi fondasi bangsa, terutama ketahanan pangan nasional.
“Kunci utama mewujudkan ketahanan pangan adalah memastikan ketersediaan lahan, terutama lahan sawah,” ungkap Nusron dalam keterangannya, Rabu (12/11).
Dia mengingatkan, pemerintah telah menetapkan LBS (Lahan Baku Sawah) seluas 7,38 juta hektare (ha). Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 Tahun 2025 tentang Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah, ditetapkan bahwa LP2B (Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan) harus mencakup 87% dari total LBS tersebut.
LP2B merupakan bagian dari LBS yang telah ditetapkan sebagai zona lindung permanen. Artinya, secara umum LP2B memiliki status pelindungan yang lebih tinggi dibandingkan LBS. LP2B tidak boleh dialihfungsikan untuk kegiatan nonpertanian dan harus dipertahankan keberadaannya untuk menjamin ketahanan pangan jangka panjang.
Nusron lanjut menjelaskan, jika mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi, total LP2B telah mencapai 95%. Namun, berdasarkan RTRW Kabupaten/Kota, baru terdapat 194 daerah yang mencantumkan data LP2B dalam dokumennya.
Dia melanjutkan, capaian LP2B berdasarkan RTRW Kabupaten/Kota baru mencapai 57%, sehingga masih memiliki kerentanan terhadap alih fungsi lahan.
Nusron mengungkapkan, berdasarkan rancangan revisi Perpre Nomor 59 Tahun 2020, pemerintah akan membentuk Tim Percepatan Verifikasi Penetapan LP2B dan Lahan Sawah yang Dilindungi (LSD).
Baca juga: 20 Provinsi Akan Punya Lahan Sawah Dilindungi
“Tugas tim ini adalah melakukan verifikasi data guna mengendalikan alih fungsi lahan. Tujuannya, agar ketahanan pangan nasional dapat tercapai dan lahan pertanian tidak terus berkurang akibat kepentingan yang lain,” jelas Nusron.
Sementara itu, Menko Pangan, Zulkifli Hasan menekankan pentingnya percepatan penetapan LP2B. Penetapan ini menurutnya bisa jadi kabar baik bagi para petani karena dengan penetapan LSD, lahan sawah akan terlindungi dari konversi atau alih fungsi.
“Dengan demikian, para petani dapat merasa lebih tenang dan memiliki kepastian untuk merencanakan pengelolaan lahan secara jangka panjang dan strategis,” pungkas Menko Pangan.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto menyampaikan bahwa sekitar 100 ribu ha lahan sawah di Indonesia hilang setiap tahun akibat alih fungsi menjadi kawasan industri, perumahan, atau peruntukan lain.
"Hampir 100 ribu ha sawah kita tiap tahun hilang. Hilang karena diubah peruntukannya. Dibeli, dijadikan real estate, dijadikan pabrik," kata Prabowo, Senin (20/10).
Mengutip laman Universitas Gadjah Mada, Rabu (11/11), Dosen Fakultas Teknologi Pertanian (FTP) UGM Bayu Dwi Apri Nugroho menuturkan semua wilayah di Indonesia saat ini mengalami penurunan produktivitas pertanian baik dari sisi lahan maupun jumlah petani.
“Kita tahu, bahwa alih fungsi lahan sangat cepat, apalagi di wilayah Jawa. Begitu juga untuk petani, rata-rata usia petani di Indonesia adalah 50 tahun sehingga memang harus dilakukan regenerasi, kalau tidak bagaimana nanti 10-20 tahun yang akan datang,” jelas Bayu.
Krisis regenerasi petani dan menyusutnya lahan pertanian menjadi tantangan nyata. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tren penurunan jumlah usaha pertanian perorangan sejak 2013.
Pada tahun itu jumlah petani mencapai 31,70 juta. Sementara saat ini, jumlah petani di Indonesia mencapai 29,34 juta petani atau turun 7,45 %. Bahkan di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sendiri mengalami penurunan jumlah petani secara signifikan mencapai 26,26% atau sekitar 153 ribu petani yang meninggalkan sektor ini dalam 10 tahun terakhir.