05 November 2025
08:44 WIB
Menkum Ingatkan Semua Lagu Tercatat di PDLM
Lagu yang tercatat di PDLM memudahkan negara untuk melindungi hak moral dan hak ekonomi pencipta lagu.
Editor: Leo Wisnu Susapto
Menkum Supratman Andi Agtas (keempat dari kanan) saat menerima kunjungan pengurus ASIRI dalam pertemuan di Jakarta, Selasa (4/11/2025). ANTARA/HO-Kementerian Hukum RI.
JAKARTA - Menteri Hukum Supratman Andi Agtas mengimbau industri rekaman Indonesia, mendaftarkan kodifikasi lagu seluruh hasil karya cipta musisi Indonesia ke Pusat Data Lagu dan/atau Musik (PDLM), sehingga pelindungannya terjaga.
Menkum menerangkan, pemerintah sedang membenahi ekosistem musik nasional mulai dari akar rumput, termasuk sistem pengumpulan dan distribusi, yang harus benar-benar terlaksana dengan baik.
“Data lagu yang terkait dengan pencipta dan performer-nya yang telah dikodifikasi harus dilaporkan kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (Ditjen KI) untuk masuk dalam bank data PDLM sehingga karya cipta ini dapat dilindungi oleh negara,” ucap Supratman kepada pengurus ASIRI dalam pertemuan dengan Asosiasi Industri Rekaman Indonesia (ASIRI) di Jakarta, Selasa, seperti dikonfirmasikan.
Menurut dia, jika ada musisi yang mendaftarkan lagu dan musik ke luar Indonesia, tidak boleh lagi didaftarkan ke perusahaan label dan Ditjen KI karena secara pelindungan hak cipta semua karya terkodifikasi di Indonesia.
Baca juga: Menkum: Royalti Harus Sampai Kepada Yang Berhak
Pencatatan ekosistem musik, kata dia, harus dimulai dari bawah karena itu Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) dan LMK harus dikelola secara profesional. Dia menegaskan, data anggota LMK, baik pencipta atau pemegang hak terkait, harus diserahkan kepada LMKN.
Supratman heran mengapa LMK tidak begitu antusias menyerahkan data lagu dan data pencipta serta pihak terkait kepada LMKN dan Ditjen KI untuk ditampung di PDLM.
Menkum menegaskan pihaknya meminta kepada LMK untuk secara terbuka menyerahkan data anggotanya dan nilai royalti yang diperoleh. Begitu pula dengan Industri rekaman atau label harus memberikan nilai royalti yang berkeadilan dari hasil kerja sama dengan platform musik digital.
Pemerintah tidak akan bertindak melampaui kewenangannya dalam mengatur tata kelola ekosistem musik, apalagi hal-hal yang berkaitan dengan perjanjian internasional yang mana Indonesia juga ikut bertanda-tangan menyetujui itu.
Berkaitan dengan proposal Indonesia yang akan diajukan dalam sidang organisasi internasional Organisasi Kekayaan Intelektual Dunia (WIPO) pada Desember 2025, dia meminta kepada industri rekaman dapat memberikan kontribusi pemikiran terkait dengan upaya Indonesia meminta keadilan dalam kebijakan tarif platform digital.
Potensi pasar Indonesia yang besar, sambung dia, menjadi portofolio pemerintah dalam memperjuangkan kesetaraan.
“Tarif yang berlaku di Indonesia harusnya tidak lebih rendah dari negara-negara di Asia. Jika itu berhasil maka dampaknya akan dirasakan oleh pencipta lagu dan industrinya,” ujar Menkum.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua ASIRI Gumilang Ramdhan mengatakan jumlah lagu Indonesia yang telah memiliki kodifikasi saat ini mencapai 100 ribu. Jumlah tersebut dihasilkan dari sekitar 80 perusahaan industri rekaman yang bernaung di bawah ASIRI dan telah digunakan platform musik digital untuk kepentingan komersial.
Ia menyampaikan ASIRI yang berdiri sejak 1978 telah melalui proses yang panjang dalam membangun industri musik Indonesia, mulai dari jualan piringan hitam, kaset, CD, dan sekarang era perdagangan lagu dan musik streaming.
Dari 80 anggota yang terdaftar, lanjut dia, yang aktif saat ini tinggal 40 perusahaan industri rekaman, sedangkan produktivitas karya cipta yang masuk industri rekaman semakin berkurang.
Adapun dahulu era industri rekaman mengandalkan jualan kaset masuk dapur rekaman minimal 10 lagu baru.
“Kalau sekarang pencipta lagu masuk dapur rekaman satu-satu karena industri musik sudah memasuki era digital. Tantangan lain dari Industri rekaman atau label adalah pembajakan dan dipasarkan melalui platform yang ilegal,” ujar Gumilang.
Dia menuturkan platform musik digital yang memberikan kontribusi kepada Industri rekaman yang resmi seperti YouTube, Spotify, dan Apple Music cukup membantu perusahaan industri rekaman.
"Konten kami banyak dibajak di platform musik digital ilegal seperti dari Vietnam,” ucap dia.
Melalui Kemenkum, menurut Gilang, industri rekaman membutuhkan pelindungan dengan menurunkan platform musik asing yang menayangkan konten musik Indonesia, namun tak berizin atau tidak bekerja sama dengan label.