28 Mei 2025
19:47 WIB
Menjaga Parfum Isi Ulang Tak Ganggu Kesehatan
Perdagangan parfum refill atau isi ulang menjamur, baik toko maupun pembelian secara online. Unsur keamanan bagi konsumen belum terjaga benar.
Penulis: Aldiansyah Nurrahman, Ananda Putri Upi Mawardi
Editor: Rikando Somba
Seorang penjual memilih botol parfum di sebuah gerai penjualan parfum impor di Kendari, Sultra, Rabu (23/11). Parfum impor tersebut dijual eceran dengan harga berkisar Rp10 ribu (7ml) - Rp250 ribu (100ml). FOTO ANTARA/Zabur Karuru.
JAKARTA - Parfum termasuk salah satu produk kosmetik yang digunakan dari segala usia. Maka, tak heran bila jangkauan pasar parfum begitu luas.
Kini, parfum seakan telah menjadi kebutuhan. Tidak hanya untuk pelengkap gaya, tetapi juga dapat meningkatkan kepercayaan diri.
Parfum sejatinya merupakan campuran minyak esensial (minyak wangi) dan fiksastif (pengencer) yang dapat digunakan untuk memberikan aroma atau bau harum yang sedap bagi pengguna baik itu tubuh, ruangan, atau objek tertentu (Putri, et.al, 2022).
Mengacu Peraturan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Nomor 12 Tahun 2020, parfum terdiri dari beberapa kategori. Ada parfum untuk bayi, pewangi badan, eau de cologne, eau de toilette (kandungan alkohol 3-8% alkohol), eau de parfume (kandungan alkohol 10-15% alkohol), dan parfum.
Potret industri parfum dan wewangian juga terus menunjukkan pertumbuhan yang signifikan. Data dari Compas Market Insight Dashboard mengungkapkan, nilai penjualan parfum dan wewangian di palform e-commerce naik 69% pada 2022. Kemudian, meningkat lagi 31% pada 2023 dan tetap stabil pada tahun 2024. Ada nilai penjualan yang bertambah hingga Rp1,4 triliun.
Di pasaran, ada berbagai kelas parfum yang kita kenal, mulai dari parfum bermerek yang berharga ratusan ribu rupiah sampai puluhan juta rupiah, hingga parfum lokal yang berharga puluhan ribu rupiah hingga ratusan ribu rupiah. Bahkan, masyarakat kini mudah membeli parfum isi ulang (refill) yang berharga puluhan ribu rupiah hingga ratusan ribu rupiah.
Parfum refill merupakan racikan bibit parfum secara langsung dengan bahan pelarut alkohol yang kadarnya berbeda-beda. Semakin banyak alkohol yang digunakan, wangi parfum akan semakin mudah hilang.
Aroma parfum refill cukup beragam, yakni mulai dari tiruan aroma parfum berkelas internasional, lokal, hingga aroma parfum yang belum pernah ada di merek parfum lainnya. Semakin banyaknya varian aroma, kualitas, serta harga, membuat semua lapisan tertarik untuk membelinya.
Pasar yang besar ini membuat masyarakat mudah menemukan toko parfum refill. Begitu pun yang menjual via daring.
Validnews mengunjungi dua gerai parfum isi ulang di Kabupaten Tangerang. Salah satunya, gerai milik Ujang, begitu si pemilik minta ditulis. Dari perbincangan, pemilik gerai sekaligus peracik parfum mengatakan sudah sejak 2014 berjualan parfum.
“Saat buka pertama kali, hanya ada toko ini saja. Sekarang sudah banyak. Ada empat toko dekat dengan saya saat ini,” ujar Ujang, Senin (26/5).
Dia mengaku, izin membuka toko ini hanya dari Kepala Rukun Tetangga (RT) setempat. Tak pernah dia mengurus izin ke instansi terkait, seperti Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) maupun Dinas Perdagangan Tangerang.
Ujang menjual parfum murni dan campuran. Bibit parfum akan dicampur dengan solviol dan absolute. Namun, semakin murni bibit parfum digunakan, maka harga parfum yang dijualnya semakin mahal.
Dia menerangkan, absolute merupakan jenis alkohol untuk proses pembuatan parfum. Ujang tidak memakai jenis alkohol yang lain, termasuk metanol. Pasalnya, metanol digunakan untuk mencuci luka sehabis operasi. Oleh Ujang, metanol hanya dipakai untuk membersihkan botol parfum.
Dia menyampaikan, masih banyak penjual parfum yang menggunakan metanol. Secara harga, metanol memang lebih murah dibanding jenis lain. Per liter metanol hanya Rp10 ribu-Rp15 ribu. Sementara itu, absolute yang dibelinya seharga Rp60 ribu. Jenis lainnya, ada absolute turbo yang dihargai Rp90 ribu.
Namun, lanjut Ujang, ada pedagang yang mencampur bibit parfum dengan air. Ada juga memakai pewangi pakaian. Peracik parfum di toko lainnya juga mengaku menggunakan absolute dengan kadar alkohol 10%.

Mahalnya Perizinan
Pendiri Indonesian Aromapreneur, William Sicher Wijaya memaparkan beberapa alasan banyak toko parfum tak mengurus izin, meski hal itu penting. Misalnya, butuh biaya besar untuk mengurus izin BPOM. Apalagi, hitungannya adalah per varian parfum. Ditambah lagi, waktu yang lama untuk proses izin BPOM.
“Mau tidak mau, mencari calo, atau agensi yang bisa mengurus, meski biayanya 2-3 kali dari tarif pendaftaran harga servis yang diberikan BPOM,” aku William ditemui Validnews, di Serpong, Tangerang Selatan, Sabtu (28/5).
William melanjutkan, BPOM tak mengharuskan penjual memiliki izin. Kewajiban izin dibebankan terhadap penjual yang sampai menyimpan atau menyetok parfum.
Dia juga mengaku, masih ada yang menggunakan metanol sebagai campuran parfum. Bahan ini disebutnya berbahaya karena bisa menyebabkan penyakit karsinogenik sampai membuat mata jadi buta, serta merusak sistem saraf di otak jika dihirup dalam jangka panjang.
Namun, kasusnya tak semua penjual yang menggunakan metanol. Ada kasus komposisi campuran yang dikatakan tak mengandung metanol, tetapi sebetulnya di dalamnya mengandung metanol.
“Itu yang sebenarnya bahaya karena kita tidak bisa menilai langsung oleh mata. Itu semua dalam skala mikroskopik. Artinya, harus dimasukin ke laboratorium, ini ada kandungan metanol dia, kita tidak ada yang tau. Jadi mau tidak mau harus kita uji lab sendiri, keluar duit lagi,” lanjut dia.
Penjual parfum ini, kata William, tertipu oleh bahan murah sehingga tak menyadari bahaya kandungan di dalamnya.
Oleh karena itu, William berharap pemerintah menyediakan laboratorium gratis atau dengan harga ekonomis untuk mengetes kandungan parfum. Selain itu, laboratorium bisa digunakan untuk membantu pembuatan dokumen prasyarat izin dari BPOM.
Dengan adanya laboratorium, maka semua orang bisa mengetahui bahan campuran yang dipakai aman atau tidak untuk parfum.
Terakhir, dia berharap, penjual parfum yang belum berlabel BPOM bukan berarti pasti tak aman. Terkadang, karena rumitnya izin dan butuh biaya yang mahal izin tak diurus. Penjual ini memilih memutarkan uangnya dahulu.
Menjaga Usaha
Edukator Parfum dari Klei Studio Academy, Divanda Gitadesiani berpesan agar peracik atau penjual parfum benar-benar menjaga usahanya. Mereka mesti bertanya mengenai certificate of analysis (COA) kepada pemasok alkoholnya agar tak ditipu campuran parfum berbahaya.
“Penjual alkoholnya juga kadang suka tidak mengerti, ternyata pas kita lihat COA-nya masih mengandung metanol walaupun cuma nol koma berapa persen,” katanya, Selasa (27/5).
Para penjual parfum, termasuk parfum isi ulang juga harus belajar meningkatkan kualitas agar memahami mana yang aman dan tidak.
“Menjalani bisnis perfume refill, dia harus mau upgrade diri, biar lebih aman juga ke customer-nya,” tambah dia.
Penjual juga harus jujur mengenai kandungan dalam parfumnya. Terlebih ada kondisi di mana pelanggan sedang hamil.
Untuk pembeli parfum, Divanda mengatakan, parfum yang sudah berlabel BPOM lebih aman digunakan. Namun, jika memang ingin membeli parfum isi ulang ada beberapa hal yang perlu dicermati. Misalnya, memerhatikan cara meraciknya. Jangan sungkan bertanya bahan baku yang digunakan.
Coba juga terhadap kulit, parfum yang diinginkan. Apabila di kulit merasa gatal atau panas sebaiknya jangan digunakan. Selain itu, pengguna mesti mengetahui sebetulnya tubuhnya sensitif terhadap zat apa.
“Pembeli parfum refill kadang orang-orang yang maunya tinggi ya konsentrasinya, jadi oily banget. Bisa saja kalau terlalu oily, kulitnya jadi panas, jadi agak gatal, merah,” urai dia.
Dia berharap pemerintah bisa mengedukasi masyarakat maupun penjual mengenai keamanan campuran parfum.
Dampak Parfum Refill
Soal keamanan parfum terhadap kesehatan, diungkap Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin, I Gusti Nyoman Darmaputra, sering menemukan pasien dengan keluhan dermatitis kontak, ruam, kulit melepuh, bahkan hiperpigmentasi akibat reaksi kimia dari penggunaan parfum tak berizin.
Parfum 'bermasalah' masih banyak beredar di masyarakat. Penyebab utamanya, kurangnya pengawasan ketat dan rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya produk yang berizin. Banyak orang tergoda harga murah tanpa memikirkan risiko kesehatan jangka panjang.
Kandungan berbahaya yang kerap ditemukan dalam parfum isi ulang selain metanol adalah phthalates yang dapat mengganggu hormon. Kemudian, formaldehyde yang merupakan zat pengawet bersifat karsinogenik.
Lalu, ada volatile organic compounds (VOC) yang memicu gangguan napas. Serta, pewarna dan parfum sintetis dalam konsentrasi tinggi yang bisa memicu iritasi atau reaksi toksik.
“BPOM mesti meningkatkan pengawasan dan razia, sementara pelaku usaha harus mematuhi regulasi keamanan produk, dan konsumen harus diedukasi untuk memilih produk aman dan berizin,” begitu saran dia saat saat wawancara, Minggu (25/5).
Dia menyarankan, konsumen memilih parfum aman dari merk terpercaya dan ada nomor notifikasi BPOM. Lalu, hindari aroma yang terlalu menyengat, uji coba atau patch test sebelum penggunaan rutin. Lalu, jangan gunakan langsung pada kulit anak-anak, namun cukup pada pakaian.
Kepala BPOM, Taruna Ikrar menyatakan, pihaknya menemukan pelaku usaha parfum isi ulang yang mengenyampingkan penggunaan pelarut parfum yang justru dapat merugikan para konsumen.
“Berdasarkan pengawasan BPOM, pelanggaran pada parfum di peredaran saat ini yaitu kadar metanol melebihi batas terhadap etanol dan isopropil alkohol lebih dari 5%,” urai dia menjawab secara tertulis pertanyaan Validnews, Selasa (27/5).
Mereka yang melanggar, urai Taruna, BPOM memberikan sanksi administratif seperti perintah penarikan serta pemusnahan produk, penutupan akses daring pengajuan permohonan notifikasi, penutupan akses daring pengajuan permohonan surat keterangan impor, penghentian sementara kegiatan, serta pembatalan nomor izin edar.
Taruna mengatakan BPOM memiliki strategi dalam mengawal peredaran produk parfum agar sesuai dengan ketentuan dan aman untuk digunakan masyarakat. Di antaranya merancang regulasi terkait peredaran kosmetik termasuk parfum mencakup ketentuan fasilitas produksi, fasilitas distribusi, serta peredarannya.
Selain itu, melakukan pengawasan secara komprehensif baik sebelum maupun setelah beredar dan mengedukasi masyarakat tentang cara memilih produk kosmetik yang aman termasuk parfum.
Taruna meminta kepada masyarakat untuk selalu ingat cek kemasan, label, izin edar, dan kedaluwarsa jika ingin membeli parfum. Informasi produk obat dan makanan yang telah memiliki izin edar dapat dicek melalui laman https://cekbpom.pom.go.id/ atau aplikasi BPOM Mobile.
Lalu, melakukan pembelian kosmetik di official store maupun di tempat penjualan kosmetik yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan. Masyarakat juga bisa melihat daftar produk kosmetik mengandung bahan berbahaya/dilarang yang secara rutin dirilis oleh BPOM, sehingga bisa terhindar dari bahaya akibat menggunakan produk tersebut.
Saat ini, lanjut dia, BPOM dalam proses merancang regulasi izin usaha terhadap pelaku usaha parfum isi ulang serta regulasi terkait peredarannya. Rancangan peraturan BPOM tentang pengawasan parfum isi ulang telah dilakukan konsultasi publik namun masih perlu berkoordinasi dengan kementerian/lembaga terkait.
“Regulasi tersebut akan mengatur ketentuan peredaran parfum isi ulang, persyaratan fasilitas pembuatan, bahan yang digunakan, penyimpanan, serta penandaan pada labelnya,” ujarnya.
Penyusunan peraturan BPOM tentang pengawasan parfum isi ulang diharapkan akan menjadi payung hukum serta panduan bagi pelaku usaha untuk menjalankan usahanya dan petugas BPOM dalam melakukan pengawasan, sehingga proses bisnis dapat berlangsung lancar dengan tetap menjaga keamanan dan mutu kosmetika.
“Laporkan produk mencurigakan melalui HALOBPOM di 1500533 atau melalui aplikasi BPOM Mobile. Dengan langkah-langkah ini, kami berharap dapat mengurangi risiko kesehatan yang ditimbulkan oleh dampak yang mungkin akan muncul oleh penggunaan kosmetika termasuk parfum mengandung bahan berbahaya,” pungkasnya.