24 Januari 2025
11:08 WIB
Menhut Tegaskan Luas Hutan Tak Berkurang
Luas hutan tak berkurang meski ada rencana 20,6 juta hektare untuk cadangan pangan.
Penulis: Gisesya Ranggawari
Foto hutan alam di Sulteng/KPH/Terkini/Munir/04092019.
JAKARTA - Menteri Kehutanan (Menhut), Raja Juli Antoni menegaskan, rencana pemanfaatan hutan seluas 20,6 juta hektare (ha) untuk cadangan pangan, energi dan air, tidak dilakukan dengan cara membuka lahan baru atau deforestasi.
"Jadi saya tegaskan, areal hutan cadangan pangan, energi, dan air, tidak dilakukan dengan cara membuka hutan baru atau deforestasi," kata Raja Juli dalam rapat bersama Komisi IV DPR di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (23/1).
Dia menerangkan, kawasan hutan, baik produksi maupun lindung saat ini terindentifikasi dalam kondisi terbuka karena logged over area (LOA) atau hutan bekas tebangan dan bekas kebakaran hutan yang luasnya sekitar 20,6 juta ha.
"Maka itu dapat dioptimalkan dan berpotensi sebagai hutan cadangan pangan, energi, dan air," jelas Raja Juli.
Baca: Pakar IPB Nilai Hutan Bisa Untuk Tanaman Pangan dan Energi
Area LOA tersebut, kata Raja Juli, nantinya akan dipulihkan melalui program rehabilitasi dan lahan dengan pola agroforestri atau multi-usaha kehutanan (MUK). Hal ini sebagai upaya optimalisasi fungsi hutan sebagai hutan cadangan pangan dan energi, serta air.
"Saya tegaskan kembali, di areal 20,6 juta ha ini, tidak dengan membuka hutan atau deforestasi, melainkan diharapkan justru menyempurnakan pola food estate yang pada saat ini sedang digulirkan oleh pemerintah," papar dia.
Dia menjelaskan pemerintah akan melakukan agroforestri atau pola tumpang sari sehingga tidak mengorbankan hutan, tetapi justru mengoptimalkan fungsi hutan.
Agroforestri merupakan sistem pengelolaan lahan yang mengintegrasikan pohon-pohon dengan tanaman pertanian atau peternakan di dalam satu unit pengelolaan yang sama.
Tujuan utama agroforestri adalah untuk meningkatkan keberlanjutan produksi pertanian, meningkatkan biodiversitas, dan mengurangi erosi tanah. Menurutnya, dengan sistem itu, pemerintah ingin mendorong agar mencapai swasembada pangan.
Contohnya jika dilakukan pola tumpang sari untuk penanaman padi di sejuta ha lahan akan menghasilkan 3,5 juta ton beras setara dengan jumlah impor Indonesia dan 1,5 juta ton jagung.
"Impor padi atau beras pada tahun 2023 sekitar 3,5 juta ton. Kalau seandainya kita maksimalkan fungsi hutan kita dengan tadi hutan cadangan pangan energi dan industri, dengan memproduksi satu hektare dapat memproduksi 3,5 ton beras," beber Raja Juli.
Baca: Ketahanan Pangan Berpotensi Turunkan Hutan
Sebagian fraksi mengkritik rencana Menhut Raja Juli ini, salah satunya Anggota Komisi IV DPR dari Fraksi Nasdem, Arif Rahman yang meragukan rencana ini karena belum melalui kajian yang mendalam dan hanya sekadar identifikasi.
"Harus ada kajian yang mendalam Pak, bukan hanya identifikasi. Ini harus jelas. Karena kalau identifikasi menurut saya tidak memenuhi unsur, karena ini tidak boleh serampangan masalah hutan ini," kata Arif.
Dia pun khawatir rencana pemanfaatan 20,6 juta ha lahan hutan cadangan akan berdampak serius jika mengesampingkan kajian mendalam dan komprehensif. Lantaran potensi yang akan terjadi yaitu masalah bagi masyarakat, seperti banjir dan bencana alam lain.
"Nah ini harus dipertimbangkan, karena ini berkaitan dengan masalah sosial, ekonomi, faktor hukum dan lain-lain. Itu yang harus saya minta klarifikasi dari Pak Menteri. Berdasarkan kajian atau hanya identifikasi?" tutur dia.