12 Oktober 2022
09:24 WIB
Editor: Leo Wisnu Susapto
AMBON – Terapi Antiretroviral (ARV) penting bagi seseorang yang baru terdiagnosa HIV/AIDS atau pasien lama. Terapi ini menurut Yayasan Pelangi Maluku (YPM) sebagai upaya ampuh menekan virus HIV/AIDS dalam tubuh orang dengan HIV/AIDS (ODHA) agar produktif bekerja, berkeluarga dan virus-nya tidak menular.
“Untuk itu YPM memperkuat edukasi dan pendampingan bagi ODHA untuk melakukan terapi ARV,” urai Direktur YPM, Rosa Pentury, di Ambon, Rabu (11/10) seperti dikutip dari Antara.
Rosa menambahkan, ODHA harus rutin mengambil obat sekali dalam sebulan. Kemudian, ODHA harus konsumsi obat itu secara rutin. Menurut dia, terapi ARV tidak ada batasan umur, termasuk penderita di bawah umur harus konsumsi obat rutin ini.
"Karena itu satu-satu cara yang dapat dilakukan untuk bertahan hidup adalah dengan minum obat ARV, agar potensi menular ke orang lain jadi semakin kecil," sambung Rosa lagi.
Ia mengatakan, obat ARV dijamin ketersediaannya oleh pemerintah dan dapat diakses di rumah sakit, puskesmas, klinik yang mendampingi ODHA.
Selain mendampingi terapi ARV, Rosa sampaikan YPM juga intensif melakukan layanan mobile VCT atau layanan tes dan konseling HIV/AIDS. Yakni, merupakan program untuk memeriksakan secara rutin enam bulan para pasien HIV/AIDS.
"Layanan ini dilakukan setiap enam bulan sebagai upaya memeriksa kesehatan pasien lama, untuk memastikan status HIV atau IMS aman atau tidak, " sambung dia lagi.
Rossa menambahkan, upaya pencegahan dan pengendalian HIV AIDS bertujuan untuk mewujudkan target Three Zero pada 2030, yakni tidak ada lagi penularan infeksi baru HIV, tidak ada lagi kematian akibat AIDS, dan tidak ada lagi stigma dan diskriminasi pada orang dengan HIV AIDS (ODHA).
Kemenkes mencatat, per Juni 2022, total pengidap HIV yang tersebar di seluruh provinsi mencapai 519.158 orang.
Penularan HIV di Indonesia masih didominasi kelompok heteroseksual, yakni sebanyak 28,1% dari total keseluruhan kasus. Selain itu, LGBT juga termasuk ke dalam kelompok berisiko. Sebanyak 18,7 persen dari total keseluruhan kasus di Indonesia dialami oleh kelompok LGBT.
DKI Jakarta menempati urutan pertama dengan kasus HIV terbanyak, yakni nyaris mencapai 100 ribu kasus.