c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

NASIONAL

03 Juni 2025

19:37 WIB

Menanti Formula Agar Parkir Memperkaya Pemda

Pemda belum mengelola parkir sebagai sumber pendapatan daerah. Butuh inovasi agar daerah menggali pendapatan maksimal dari sektor ini.

Penulis: Ananda Putri Upi Mawardi

Editor: Rikando Somba

<p id="isPasted">Menanti Formula Agar Parkir Memperkaya Pemda</p>
<p id="isPasted">Menanti Formula Agar Parkir Memperkaya Pemda</p>

Juru parkir membantu warga memarkir mobil di dekat mesin terminal parkir elektronik di Jalan Sabang, Jakarta, Selasa (29/4/2025). ANTARA FOTO/Sulthony Hasanuddin.

JAKARTA - Polri menggelar operasi kepolisian kewilayahan serentak sejak 1 Mei 2025 untuk memberantas premanisme berdasarkan Surat Telegram Kapolri Nomor STR/1081/IV/OPS.1.3./2025. Surat berupa perintah Kapolri Jenderal Liestyo Sigit kepada seluruh unsur polda dan polres menindak berbagai bentuk kejahatan, seperti pemerasan dan pungutan liar.

Operasi adalah bagian dari upaya menciptakan rasa aman dan kepastian hukum, terutama bagi para pelaku usaha di Indonesia. Berjalan beberapa waktu, pada 9 Mei 2025, Polri telah menuntaskan 3.326 kasus premanisme.

Beberapa orang ditangkap karena memeras dan melakukan pungutan liar. Misalnya, pada 13 Mei 2025, Polres Metro Jakarta Pusat menangkap enam orang juru parkir di kawasan belanja Thamrin City. Mereka mematok parkir di bahu jalan minimal Rp30 ribu dengan alasan wilayah tersebut adalah daerah kekuasaan mereka.

Kemudian, masih jajaran Polres Jakarta Pusat, pada 17 Mei 2025 menangkap tujuh juru parkir liar di kawasan Pasar Senen. Warga resah lantaran mereka memaksa pengunjung pasar membayar parkir di luar parkir resmi.

Lalu, Polres Metro Jakarta Barat mengamankan 34 juru parkir liar yang kerap meresahkan warga di Cengkareng, Jakarta Barat pada akhir Mei 2024. Di seantero negeri, tindakan serupa dilakukan aparat polri. 

Ya, parkir memang cara mudah bagi beberapa orang untuk mendapatkan uang. Namun, tak seperti itu bagi pemerintah daerah.

Parkir menjadi potensi sumber pendapatan daerah- daerah. Apalagi, kini jumlah kendaraan pribadi di Indonesia tak sedikit. Mengacu, data Korlantas pada musim libur Lebaran 2025, jumlah kendaraan yang keluar dari Jakarta mencapai 1,9 juta unit. Lalu, 1,1 juta unit yang masuk pada arus balik Lebaran 2025.

Namun, meski jumlah kendaraan sebanyak itu, target pendapatan tinggi dari parkir di Jakarta ternyata hasilnya jauh dari harapan. Jauh panggang dari api. Hal sama juga terjadi di daerah lain.

Ketua Panitia Khusus (Pansus) Perparkiran DPRD Daerah Khusus Jakarta, Jupiter, pernah menghitung secara kasar potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang hilang dari sektor parkir. Dia mengasumsikan, ada sekitar 500 titik parkir di setiap kelurahan di DKI Jakarta. Jika setiap titik parkir menghasilkan Rp30.000 per hari, maka potensi pendapatan dari parkir bisa mencapai Rp1,4 triliun.

Lalu, bagaimana realisasinya? 

DPRD Daerah Khusus Jakarta mencatat pada tahun 2024 pendapatan dari sektor parkir yang diperoleh Unit Pengelola Perparkiran Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta hanya mencapai Rp8,9 miliar.

“Kenyataannya pendapatan yang masuk ke kas daerah dari parkir on street tidak sebanding,” demikian pernyataan tertulis Jupiter, Selasa (6/5).

Mengatasi hal itu, DPRD DKI Jakarta mengusulkan pembentukan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) khusus parkir. BUMD ini dinilai dapat memperbaiki tata kelola parkir dan mengoptimalisasi PAD dari parkir.

Anggota Komisi C DPRD DKI Jakarta, Alief Bintang Haryadi mengatakan, BUMD dapat membangun sistem parkir yang tranparan, terintegrasi, dan berbasis teknologi. BUMD juga bisa diawasi dengan lebih terukur karena masih berada di bawah kewenangan pemerintah provinsi dan DPRD.

“Baik dari aspek kinerja, keuangan, maupun pelayanan publik,” ujar Alief melalui keterangan resmi, Senin (2/6).

Ide tersebut masih dipertimbangkan oleh Gubernur Daerah Khusus Jakarta, Pramono Anung Wibowo. Ia berharap, BUMD itu menjawab tata kelola parkir di Jakarta.

Kebocoran PAD dari sektor parkir tidak hanya terjadi di Jakarta. Berbagai pemerintah daerah juga mengalami hal yang sama. 

Di Semarang, Jawa Tengah, target PAD dari sektor parkir sebesar Rp25 miliar pada tahun 2024 hanya tercapai 30%. Hal ini salah satunya disebabkan oleh banyaknya juru parkir elektronik yang masih menggunakan transaksi tunai saat menarik iuran parkir.

Sedang di Kota Batu, Jawa Timur, target pendapatan retribusi parkir tepi jalan umum (TJU) tahun 2024 mencapai Rp9,5 miliar. Namun, retribusi yang diperoleh hanya mencapai Rp1,68 miliar. Retribusi parkir yang tidak mencapai target juga terjadi pada tahun 2023 dan 2022.

Sementara itu, di Kota Cirebon, Jawa Barat, target pendapatan parkir pada tahun 2024 mencapai Rp4,6 miliar. Namun, Dinas Perhubungan hanya mampu merealisasikan sebesar Rp2,7 miliar. Angka itu hanya meningkat tipis dibandingkan realisasi tahun sebelumnya, yaitu Rp2,6 miliar.

Baca juga: DPRD Jakarta Desak Pemprov Bentuk BUMD Parkir

Pendapatan Daerah
Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2022  tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, tertuang parkir adalah salah satu pendapatan daerah. Aturan itu menjelaskan, pendapatan daerah dari sektor parkir terbagi menjadi dua jenis, yaitu pajak parkir dan retribusi parkir.

Pasal 50 aturan itu menyatakan, jasa parkir merupakan salah satu objek Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT). Lalu, Pasal 54 Ayat 1 menjelaskan, jasa parkir yang masuk dalam kategori PBJT meliputi penyediaan tempat parkir dan pelayanan memarkirkan kendaraan (parkir valet). Sementara itu, Pasal 88 menjelaskan, retribusi parkir dikenakan pada pelayanan parkir di tepi jalan umum. Aturan lebih lanjut tentang pajak dan retribusi parkir ini diatur oleh peraturan daerah.

Pengamat transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno mengatakan, berbagai peraturan daerah maupun UU terkait parkir tidak berjalan. Contoh mudahnya, tidak adanya karcis parkir yang diberikan kepada pemilik kendaraan. Hal ini pula yang turut menjadi penyebab pendapatan daerah dari sektor parkir kerap bocor.

Tanpa karcis, retribusi parkir masuk ke kantong pribadi juru parkir liar.  Mereka bisa mengantongi pendapatan yang terbilang tinggi dalam sehari. 

Berdasarkan pengamatan sederhana yang Djoko lakukan di Semarang, Jawa Tengah, satu lokasi parkir bisa menghasilkan Rp750.000 dalam sehari. Umumnya, satu lokasi dipegang oleh dua hingga tiga juru parkir, sehingga satu orang mendapatkan Rp250.000 per hari.

“Pendapatannya melebihi dari UMR itu. Dia bertahan karena pendapatannya gede,” ujar Djoko kepada Validnews, Kamis (29/5).

Selain itu, dia menyebutkan di berbagai daerah parkir merupakan kompensasi yang diberikan kepala daerah kepada organisasi masyarakat (ormas) ketika memenangkan pilkada. Retribusi parkir yang dikelola oleh ormas ini bisa mencapai jutaan dan tidak disetorkan ke pemerintah. Hal ini merupakan penyebab lain pendapatan daerah dari sektor parkir sulit optimal.

Djoko menilai, masalah itu bisa diatasi dengan pemerintah mengambil alih pengelolaan seluruh lahan parkir. Pengambilalihan itu dilakukan dengan tetap mempekerjakan juru parkir yang sudah bekerja di sana. Hal ini mirip kebijakan DKI Jakarta pada masa Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang menata parkir dengan menerapkan parkir elektronik. Namun, tetap mempekerjakan dan menggaji juru parkir.

“Yang ngamuk nanti bosnya, yang diam-diam di rumah dapat duit itu,” tambah Djoko.

Dosen Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang itu berkata, optimalisasi pendapatan parkir juga bisa dilakukan melalui BUMD seperti yang diusulkan di Pemprov Jakarta. BUMD bahkan bisa mengelola parkir secara menyeluruh. Bukan hanya parkir on street yang berada di tepi jalan, tapi juga parkir off street yang berada di halaman gedung atau tempat parkir khusus.

“Kuncinya, diambil alih pemerintah karena asetnya milik pemerintah,” tegas Djoko.

Pemungutan Hasil Parkir
Sementara itu, Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) menilai, pendapatan daerah dari parkir kerap tidak optimal karena sistem pemungutan yang masih konvensional. Contohnya, pemungutan retribusi parkir dilakukan secara manual oleh pengelola parkir. Namun, pemda belum bisa menjamin retribusi itu benar-benar masuk ke kantong daerah.

Bahkan, di beberapa daerah, terjadi penyimpangan dari parkir. Seperti terjadi di Kota Samarinda, Kalimantan Selatan. 

Dikutip dari Antara, April 2025, Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Samarinda mengungkap adanya dugaan keterlibatan oknum pegawai Dishub dan juru parkir dalam praktik korupsi dana parkir dengan kerugian sekitar Rp100 juta. Kasus ini terungkap berdasarkan audit Inspektorat Wilayah Samarinda periode Januari hingga Agustus 2024.

Sebelumnya, Maret 2025, Kejaksaan Negeri (Kejari) Banyuasin, Sumatra Selatan menetapkan Kepala Dishub Banyuasin periode 2020-2023 sebagai tersangka korupsi pendapatan parkir sebesar Rp1,14 miliar.

Lalu, di Pandeglang, Banten, Kejari setempat menerima laporan dugaan korupsi dari kerja sama pengelolaan parkir di lahan aset Pemkab Pandeglang dengan pihak swasta. Kerja sama mulai 2022 hingga 2024 itu diduga merugikan negara Rp480 juta, berupa setoran parkir yang tak diserahkan pihak swasta ke Pemkab Pandeglang.

KPPOD juga menilai pemda belum memiliki manajemen data yang baik terkait pajak parkir. Artinya, mereka sebenarnya belum mengetahui dengan pasti objek-objek yang dikenakan pajak parkir dan bagaimana potensi pendapatannya.  Ini membuat mereka tidak fokus menggarap sektor pendapatan ini.

Padahal, daerah perkotaan serta daerah yang unggul di sektor jasa dan perdagangan berpotensi mendatangkan pendapatan parkir yang tinggi. Contohnya, Jakarta dan kota-kota besar di Jawa yang memiliki banyak tempat hiburan, mal, serta hotel yang menyediakan tempat parkir.

“Sekarang pemerintah daerah itu menurut kami yang paling utama melakukan pembenahan di sisi administrasi pemungutan dan manajemen data,” ujar Direktur Eksekutif KPPOD, Herman Suparman, ketika dihubungi Validnews, Sabtu (31/5).

Dia melanjutkan, tugas pemerintah pusat sebenarnya sudah tuntas ketika menyusun UU Nomor 1 Tahun 2022. Meski begitu, dia menilai pemerintah pusat tetap perlu melakukan pembinaan dan pengawasan ke daerah.

Utamanya, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) perlu mendorong digitalisasi pemungutan pajak, memperkuat administrasi, dan memperkuat manajemen data pemerintah daerah. Langkah konkretnya, Kemendagri bisa membuat asesmen terkait pemungutan pajak daerah. Daerah yang performanya kurang dalam aspek administrasi lantas diberikan bimbingan teknis.

“Kita juga memberikan penghargaan terhadap daerah-daerah yang sudah melakukan inovasi dalam sistem pemungutan (pajak atau retribusi parkir),” terang pria yang akrab disapa Arman itu.

Analis Kebijakan Ahli Madya Subdit Pendapatan Daerah Wilayah V Kemendagri, Budhi Rinaldi, tak menampik kebocoran PAD dari parkir terjadi di berbagai daerah. Menurutnya, hal itu salah satunya terjadi karena fasilitas atau elektronifikasi parkir yang belum optimal. 

Di lapangan, mesin-mesin parkir kadang tak bisa digunakan. Pemilik kendaraan pun diminta menitipkan uang parkir kepada juru parkir sehingga rawan menimbulkan kesalahpahaman.

Selain itu, dia berkata masih ada beberapa daerah yang menganggap pendapatan dari parkir tidak berdampak signifikan bagi daerah. Ini membuat mereka tidak mengelola pendapatan dari parkir dengan optimal. Padahal, pendapatan parkir terutama dari retribusi adalah pendapatan yang mengalir setiap waktu.

Oleh karena itu, Budhi pada Minggu (1/6) menyarankan berharap pemda untuk melakukan beberapa hal demi mengoptimalisasi PAD dari parkir. Pertama, terapkan elektronifikasi parkir untuk mencegah pendapatan parkir mengalir ke oknum. Kedua, kelola parkir sesuai peraturan yang ada, terapkan pengawasan, serta terapkan sistem reward and punishment.

Ketiga, pemda diminta untuk tidak melihat pendapatan parkir sebagai uang kecil. Bila perlu, pemda dapat bekerja sama dengan profesional atau membuat BUMD untuk mengoptimalisasi pendapatan parkir.

Yang juga diwanti-wanti Budi,  pemda jangan pernah mengecilkan diri untuk kita bisa mendapatkan PAD dengan lebih baik. Apalagi saat ini dengan zaman efisiensi yang dilakukan, maka PAD itu menjadi hal yang sangat utama. Potensi-potensi yang mendatangkan pemasukan seyogyanya dikelola.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar