c

Selamat

Jumat, 29 Maret 2024

NASIONAL

01 Juni 2021

16:43 WIB

Menahan Lagi Kerinduan Ke Tanah Suci

Kabarnya, vaksin Sinovac yang diberikan ke jemaah haji Indonesia, belum mendapat pengakuan dari otoritas Arab Saudi. Kemungkinan, ini jadi salah satu faktor Indonesia tak kunjung dapat kuota haji

Penulis: James Fernando, Wandha Nur Hidayat, Seruni Rara Jingga,

Editor: Faisal Rachman

Menahan Lagi Kerinduan Ke Tanah Suci
Menahan Lagi Kerinduan Ke Tanah Suci
Matahari tepat diatas jamaah saat mengelilingi kabah. Sumberfoto: Shutterstock/dok

JAKARTA – Lismayanti (64), warga Ogan Komering Ilir, Sumatra Selatan, terpukul dengan informasi yang didapatnya soal musim haji 2021.

“Sempat kaget, dan kini jadi was-was,” ucap dia pada Validnews, Minggu (30/5).

Dari informasi yang diterimannya, musim haji tahun ini, kalaupun bisa terselenggara, penuh dengan syarat tambahan. Salah satunya terkait rentang usia jemaah. Kali ini, umur jemaah yang boleh berangkat, termuda 18 tahun dan maksimal 60 tahun.

Hal lain yang tambah bikin deg-degan, kuota haji kali ini pun dipangkas tajam. Sejauh ini beberapa media yang melansir akun Twitter Haramain Info, penyedia informasi yang terafiliasi dengan Presidensi Dua Masjid Suci menyebut, hanya 60 ribu jemaah saja yang diperbolehkan mengikuti rangkaian ibadah haji. Itupun hanya 45.000 jemaah yang sedianya berasal dari luar negeri, sisanya 15.000 jemaah, dialokasikan dari dalam Arab Saudi.

“Ini mengejutkan buat saya,” urai dia pada Validnews, Minggu (30/5).

Jadwal Lismayanti ibadah haji memang masih lama yakni pada 2027. Akan tetapi jika kuota dikurangi dan syarat usia diterapkan, artinya daftar tunggu yang harus dijalaninya bakal makin panjang, menunggu jemaah yang gagal berangkat tahun ini terlebih dahulu.

“Kalau kuota dikurangi, ditambah syarat usia, makin kecil kesempatan saya berangkat,” lanjut dia.

Kekhawatiran juga dirasakan Lela (61). Dia baru mendaftar haji pada April 2019 dan harus bersabar karena harus menunggu sekitar 20 tahun.

“Saya baru bisa bayar tabungan haji setoran pertama sebesar Rp25 juta pada April 2019, setelah menabung bertahun-tahun,” kata Lela.

Lela khawatir syarat ini hanya menambah jumlah antrean ibadah haji selanjutnya. Makin kecil dan lama pula kesempatan bagi dia berangkat haji.

Pemerintah sendiri hanya bisa pasrah dan tak bisa menjanjikan banyak buat meredam kekhawatiran calon jemaah haji. Alih-alih bicara soal kuota dan syarat tambahan, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas justru mengungkapkan pemerintah Arab Saudi belum dapat memastikan penyelenggaraan ibadah haji 2021.

Hal ini diungkapkan Yaqut dalam rapat kerja dengan Komisi VIII DPR, Senin (31/5).

"Pemerintah kerajaan Arab Saudi belum memberi kepastian, apakah penyelenggaraan ibadah haji 1442 Hijriah atau 2021 Masehi akan dilaksanakan seperti tahun 2020 lalu yang hanya diikuti jemaah haji Arab Saudi atau mengundang juga dari luar," kata Yaqut.

Tunggu Tuan Rumah
Senada, Plt Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Kementerian Agama (Kemenag) Khoirizi menuturkan, pemerintah belum dapat mengumumkan hal teknis pelaksanaan ibadah haji 2021. Termasuk juga kepastian memberangkatkan calon jemaah haji pada tahun ini.

Pemerintah Indonesia, menurutnya, baru dapat membuat keputusan setelah mendapat pernyataan resmi terkait haji dari pemerintah Arab Saudi. Informasi terkait kuota jemaah haji 2021 sebanyak 60 ribu, berikut syarat calon jemaah haji, ditegaskan bukan merupakan informasi resmi dari pemerintah Arab Saudi.

"Semua tergantung dengan apa yang disampaikan oleh pemerintah Arab Saudi," kata Khoirizi kepada Validnews, Senin (31/5).

Terselip harap, pemerintah Arab Saudi segera mengumumkan teknis pelaksanaan haji 2021. Terutama, terkait kuota untuk Indonesia sehingga Kemenag dan DPR bisa membahasnya lebih lanjut.

Akan tetapi, harapan rasanya sudah tipis. Bukan apa-apa, waktu musim haji tinggal hitungan beberapa pekan lagi. Waktu yang tersisa menurutnya menjadi faktor penting. Hal ini memengaruhi teknis kesiapan Kemenag dalam menyelenggarkan ibadah haji bagi calon jemaah.

"Itu juga menjadi pertimbangan penting, apakah cukup untuk proses pemberangkatan, pengadaan layanan, dan lainnya," jelas Khoirizi.

Pada 2020, lalu pemerintah Indonesia tidak menyelenggarakan ibadah haji karena alasan pandemi covid-19. Sama, saat itu tidak ada kepastian yang kunjung datang dari pemerintah Arab Saudi terkait kuota yang diperbolehkan. Kemenag saat itu juga menilai tak ada waktu yang cukup lagi untuk mempersiapkan pelaksanaan haji untuk calon jemaah asal Indonesia.

Akan tetapi, terkait kemungkinan pembatalan pengiriman jemaah haji seperti tahun lalu, Khoirizi menegaskan, semua opsi masih akan dibahas oleh Kemenag bersama DPR.

"Waktu terus berjalan. Kita akan bahas semua opsi berikut persiapan dan mitigasinya bersama DPR," kata dia.

Skenario
 
Khoirizi mengatakan bahwa jika sudah ada keputusan dari Arab Saudi, pemerintah segera melakukan persiapan secara teknis. Ia menyampaikan, ada sejumlah skenario apabila sewaktu-waktu sudah ada keputusan haji dari pemerintah Arab Saudi.

Sekretaris Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kemenag Ramadan Harisman menuturkan, salah satu persiapan itu terkait alur pergerakan para jemaah haji Indonesia. Alur pergerakan tersebut dibuat sebagai bagian dari mitigasi penyelenggaraan haji yang telah disiapkan pemerintah.

"Sampai hari ini kita belum memiliki kepastian pemberangkatan jemaah haji. Tapi kita terus berharap agar kita dapat memberangkatkan jemaah haji," kata Ramadan.

Menurut dia, alur pergerakan jemaah haji disusun dengan tujuan untuk memastikan keselamatan dan keamanan jemaah bila pemberangkatan haji dilakukan. Sebab penyelenggaraan haji pada masa pandemi covid-19 memerlukan beberapa penyesuaian, salah satunya terkait protokol kesehatan.

Ramadan menjelaskan, alur pergerakan jemaah haji ini meliputi delapan tahapan yang harus dilalui selama melaksanakan ibadah haji.

Pertama, sebelum melaksanakan proses rangkaian ibadah haji, setiap jemaah haji wajib menjalankan dua vaksinasi yaitu vaksinasi covid-19 dan meningitis. Ia telah memerintahkan kepala bidang PHU di setiap provinsi memastikan calon jemaah haji sudah divaksin.

Kemenkes sendiri telah menetapkan jemaah haji sebagai kelompok rentan. Dengan begitu, bisa mendapat prioritas penerima vaksin covid-19.

Kedua, Karantina Asrama Haji. Selama berada di asrama haji, jemaah haji wajib menjalani karantina selama 3x24 jam. Saat tiba di asrama haji, jemaah pun akan menjalani tes swab antigen.

Pada hari ketiga, dilakukan kembali tes PCR Swab bagi jemaah. Jika hasilnya negatif, jemaah haji diperbolehkan berangkat ke Arab Saudi. Jika hasilnya positif, akan dilakukan isolasi mandiri di asrama haji.

Ketiga, Karantina Hotel di Makkah. Setiba di Arab Saudi, jemaah haji dikarantina selama 3 x 24 jam di hotel dengan kapasitas maksimal dua orang per kamar. Setelah itu, jemaah haji akan tes PCR Swab kembali. Jika hasilnya negatif, pada hari ke-4 jemaah sudah bisa melaksanakan umrah. Sebaliknya jika hasilnya positif, akan dilakukan isolasi mandiri di dalam hotel di Makkah.

Keempat, Miqat dengan protokol kesehatan. Jemaah haji yang akan melaksanakan umrah wajib diberangkatkan dengan menggunakan bus menuju tempat miqat (batas wilayah dimulainya ibadah haji dan menggunakan ihram), dengan mengikuti protokol kesehatan yang ditentukan Pemerintah Arab Saudi.

Kelima, umrah wajib dan thawaf ifadlah. Selama di Makkah, selain umrah wajib dan thawaf Ifadhah di Masjidil Haram, jemaah diberikan kesempatan tiga kali ke Masjidil Haram dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan.

"Ini juga kita akan betul-betul perhatikan, karena saat ini memasuki Masjidil Haram juga perlu memperhatikan ketentuan yang ditetapkan," ujar Ramadhan.

Keenam, jemaah di Madinah. Selesai melakukan seluruh proses haji di Makkah, jemaah akan diberangkatkan ke Madinah. Tiba di Madinah, jemaah ditempatkan pada hotel-hotel yang telah ditentukan dengan komposisi satu kamar maksimum ditempati dua orang.

Jemaah akan tinggal di Madinah selama tiga hari sehingga tidak ada pelaksanaan salat Arbain, yaitu salat fardu berjemaah di masjid Nabawi selama 40 kali berturut-turut bersama imam masjid

"Skenario yang kami susun, kalau ada pemberangkatan jemaah haji, tidak akan ada Arbain. Karena di Madinah hanya tiga hari. Ini perlu diberikan penjelasan kepada jemaah kita," jelas Ramadhan.

Ketujuh, PCR swab sebelum pulang ke Tanah Air. Sebelum jemaah haji dipulangkan ke Tanah Air, akan dilakukan kembali tes PCR Swab. Jika hasilnya negatif, jemaah haji dipulangkan ke Tanah Air. Jika hasilnya positif, akan dilakukan isolasi mandiri pada hotel di Madinah.

Kedelapan adalah swab antigen setibanya di Tanah Air. Setibanya di tanah air, dilakukan kembali tes swab antigen bagi jemaah haji di Asrama Haji. Jika hasilnya negatif, jemaah haji dipulangkan ke daerah masing-masing dan melakukan karantina mandiri di rumah. Namun kalau hasilnya positif, akan dilakukan isolasi mandiri di asrama haji.

"Kesimpulannya, selama proses penyelenggaraan haji, jemaah dan petugas wajib menerapkan protokol kesehatan. Memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan, menghindari kerumunan, serta membatasi interaksi dan mobilitas," tegas Ramadan.

Keandalan Vaksin
Terkait penyelenggaraan haji di masa pandemi, Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri) sendiri, sejatinya telah memberikan sejumlah rekomendasi kepada pemerintah melalui Kementerian Agama.

“Salah satunya, meyakinkan otoritas Arab Saudi akan keandalan vaksin Sinovac,” kata Sekretaris Jenderal Amphuri, Faried Aljawi pada Validnews, Senin (31/5).

Faried mengatakan, berdasarkan informasi yang diperolehnya, vaksin Sinovac yang digunakan buat jemaah haji, belum mendapatkan pengakuan oleh otoritas Arab Saudi. Faried berpandangan, kemungkinan, hal tersebut bisa menjadi salah satu penyebab kenapa hingga kini Indonesia belum mendapatkan kuota haji dari pemerintah Arab Saudi.

Sebelumnya Amphuri memang sudah merekomendasi pemerintah untuk mempercepat pemberian vaksin covid-19, kepada jemaah yang sudah masuk dalam antrean haji dan belum berangkat ke tanah suci.

Sejauh ini, jumlah jemaah haji yang telah divaksinasi sebanyak 73% atau 133 ribu dari total jemaah pada 2020 lalu. Targetnya, akhir Mei 2021 seluruh jemaah yang gagal berangkat pada 2020 lalu telah divaksin secara keseluruhan.

Ketua Komisi VIII Yandri Susanto memastikan, segala hambatan terkait vaksin untuk jemaah haji, akan dibahas bersama dengan Kemenag.

"Ini yang akan didiskusikan lagi dengan Kemenag. Kenapa vaksin kita beda sama vaksin yang diperbolehkan Arab Saudi," kata dia pada Validnews, Senin (31/5).

Selain vaksin Sinovac, pemerintah menggunakan vaksin AstraZeneca mulai Senin (22/3) untuk program vaksinasi nasional.  Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kemenkes Siti Nadia Tarmizi menjelaskan bila menggunakan vaksinasi AstraZeneca untuk calon jemaah haji, prosesnya tidak akan terkejar. Pasalnya, suntikan kedua baru bisa dilakukan tiga bulan. Otomatis, sudah melewati masa ibadah haji 2021.

Selain itu, perlu ada kajian lebih lanjut dari Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) terkait pemberian jenis vaksin yang berbeda.

Siti bilang, pada prinsipnya tidak ada masalah untuk pemberian vaksin berbeda bagi mereka yang sudah divaksin. Hanya saja kekebalan tubuh yang sudah terbentuk dari vaksin sebelumnya, yakni Sinovac, menjadi sia-sia.

"Jadi waktu distimulus dengan vaksin AstraZeneca, ya tidak akan bertambah lebih banyak dari segi kekebalan tubuh. Makanya nanti akan dikaji lebih lengkap lagi," kata dia.

Siti menerangkan, vaksin Sinovac sedang dalam proses pengurusan untuk mendapatkan Emergency Use Listing (EUL) dari WHO. Diperkirakan, EUL akan keluar sekitar awal Mei. Tapi, hingga saat ini pun belum kunjung terlaksana.

"Itu urusan produsen dengan produsen yang mengeluarkan EUL itu," kata dia.

Perjuangkan Kuota
Terkait kuota, Faried dari Amphuri pun menegaskan, Indonesia menjadi salah satu negara yang belum mendapatkan persetujuan masuk ke Arab Saudi. “Saat ini, DPR masih menggodok keputusan haji ini bisa atau tidak,” kata Faried.

Faried menilai, Kementerian Agama sejatinya sudah pada titik siap memberangkatkan jemaah haji. Dia mengapresiasi, mitigasi masalah haji dari pemerintah dilakukan ini dengan baik.

Sayangnya, hingga kini belum ada kejelasan berapa jumlah jemaah yang bisa berangkat ke tanah suci. Padahal, menurut dia, pemerintah Indonesia akan menerima berapapun angka yang diberikan oleh pemerintah Arab Saudi.

“Tidak ada masalah, mau 10% atau 25% itu tidak masalah. Yang penting tahun ini jemaah berangkat haji,” tambah Faried.

Yandri juga mengatakan hal serupa. Menurutnya, pemerintah Indonesia sudah melakukan persiapan teknis penyelenggaraan haji tahun 2021 dengan baik. Mitigasi persiapan haji mulai dari pembentukan panitia kerja (panja) khusus serta koordinasi dengan kementerian atau lembaga terkait.

"Kalau dari mitigasinya sendiri sudah bagus. Persiapan dari Komisi VIII dan Dirjen Haji Kemenag, kita bentuk panja khusus, kemudian sering raker dengan beberapa stakeholder termasuk menteri-menteri terkait termasuk Menkes, Kumham, pihak garuda, itu sudah semua," kata Yandri kepada Validnews, Senin (31/5).

Satu hal yang menjadi fokus perhatian kini, lanjutnya, adalah semata terkait kepastian kuota pemberangkatan haji untuk Indonesia. Sejauh ini, ia mendapat kabar, Indonesia tidak masuk ke dalam 11 negara yang diperbolehkan masuk ke Arab Saudi.


Sekadar informasi, ke 11 negara yang sejauh ini sudah dapat lampu hijau memberangkatkan jemaah haji adalah Amerika Serikat, Inggris, Irlandia, Italia, Jepang, Jerman, Prancis, Portugal, Swedia, Swiss dan Uni Emirat Arab.

"Kuncinya sebenarnya tergantung Arab Saudi-nya, mau memasukkan Indonesia tidak. Selama Arab Saudi tidak memasukkan Indonesia, maka tertutup kemungkinan kita mengirim calon jemaah haji," kata dia.

Yandri mengatakan, sudah sejak lama pihaknya mendorong pemerintah untuk melobi Arab Saudi terkait kuota untuk Indonesia.

"Ya kita memang sejak lama mendorong pemerintah supaya ada kuota untuk Indonesia," ujarnya.

Namun, rasanya, kalaupun memang sudah dilakukan, lobi-lobi Pemerintah Indonesia bisa dibilang kurang mumpuni. Predikat sebagai salah satu negara penyumbang jemaah haji dan umrah terbanyak pun, alih-alih bisa jadi variabel penekan, terlihat tak banyak direken oleh Arab Saudi.

Saat ini, kita mulai memasuki penghujung Syawal. Umumnya, sekitar sebulan setelah Lebaran Idulfitri, memasuki bulan Zulkaidah, bulan kesebelas penanggalan hijriah, pemberangkatan jemaah haji sudah dimulai.

Artinya, tenggat kloter pertama jemaah haji yang seharusnya berangkat, kurang lebih tinggal setengah bulan lagi. Tidak ada yang tak mungkin memang jika Tuhan mengizinkan. Namun, tanpa ada kepastian hingga saat ini dan persiapan yang sangat mepet, rasanya, tinggal menanti mukjizat jemaah haji Indonesia bisa berangkat menunaikan rukun Islam kelima tahun ini.

Kita tentu tak mau kan mendengar jemaah haji harus telantar di negeri orang, karena persiapan yang mepet dan grasak-grusuk. Menahan rindu ke tanah suci memang berat, tapi menahan sakit karena terpapar virus atau telantar dan terganggu dalam menjalankan rangkaian ibadah haji akibat persiapan yang tak matang, tentu juga tak kalah berat. Wallahualam...

 

 


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentar Login atau Daftar





TERPOPULER