c

Selamat

Selasa, 7 Mei 2024

NASIONAL

02 Desember 2022

20:30 WIB

Membendung Ledakan Populasi Anabul

Overpopulasi kucing berdampak pada kesehatan kucing dan manusia. Konflik kedua makhluk ini kerap tak terhindarkan

Penulis: Muhammad Farhan Adhantyo

Editor: Nofanolo Zagoto

Membendung Ledakan Populasi Anabul
Membendung Ledakan Populasi Anabul
Ilustrasi konflik kucing dengan manusia. Sutterstock/tab62

JAKARTA - Kucing peliharaan atau yang kerap disebut anabul atau anak bulu sudah tentu memperoleh perawatan maksimal dari pemiliknya, termasuk urusan makan. Beda nasibnya dengan ribuan kucing-kucing di jalanan, pasar dan tempat-tempat umum lainnya.

Kucing liar kerap berkonflik dengan manusia. Dilempar sendal, bahkan disiram air panas karena mengambil makanan adalah hal yang biasa kita jumpai pada keseharian.  

Meski tak ada angka pasti populasi jumlah kucing liar di Tanah Air, pendiri Lets Adopt Indonesia (LAI), Carolina Fajar, sangat yakin jumlahnya berlipat-lipat lebih banyak ketimbang kucing peliharaan. Jumlahnya pun bertambah terus dalam hitungan bulan saja. 

Dia memberikan contoh, satu kucing saja dalam satu tahun bisa melahirkan 12 anak. Dalam hitungan beberapa bulan saja, salah satu anak kucing betina dari 12 ekor kucing tadi sudah dapat bereproduksi dan mampu melahirkan 12 ekor kucing lainnya dalam setahun. Itu baru satu kucing. 

Keadaan overpopulasi kucing dikhawatirkan Carol-sapaannya-menimbulkan masalah. Kucing-kucing tak bertuan tersebut rentan dicap sebagai ‘hama’ oleh masyarakat sekitar. 

Karena alasan itulah, Carol mendirikan Lets Adopt Indonesia (LAI) pada 2011. Langkah ini diambil untuk menyelamatkan hewan terlantar, termasuk kucing.

LAI pada 2018 akhirnya berbentuk yayasan, atas nama Yayasan Adopsi Hewan Indonesia. LAI tak hanya memfokuskan diri menyelamatkan hewan terlantar, tetapi juga mencegah kelahiran-kelahiran hewan yang tidak diinginkan.

Fokus utama LAI selama tiga tahun terakhir adalah melakukan sterilisasi hewan untuk mencegah overpopulasi, terutama kucing. 

“Sebelum menjadi masalah yang besar, lebih baik dicegah terlebih dahulu dengan sterilisasi,” kata Carol, Kamis (24/11).

Jumlah kucing sudah tidak terkontrol berpeluang menjadi ancaman bagi lingkungan dan kesehatan. Overpopulasi kucing juga dapat menjadi sumber penularan penyakit (zoonosis), sehingga dapat berdampak buruk ke manusia. 

Di sisi lain, kucing juga semakin rentan menjadi target kekerasan manusia. Banyak manusia menilai kucing-kucing liar merusak lingkungan, seperti mengobrak-abrik sampah saat sedang mencari makanan. 

Carol bercerita, ada kucing di jalan bisa tiba-tiba ditendang, meski tidak berbuat apa-apa. Kemudian saat ada berdiam diri di depan warung, pemilik warung yang tidak suka kucing mengusirnya dengan siraman air panas. 

Kucing bahkan rentan menjadi korban keisengan orang-orang di sekitarnya, seperti mengikat ekornya dengan karet. Bahkan ada lho orang yang memasukkan petasan ke dalam dubur kucing. 

Solusi yang paling masuk akal untuk mencegah semua hal itu, kata Carol, adalah sterilisasi. Buatnya, memindahkan kucing-kucing ke lokasi lain hanya memindahkan masalah saja. Sama saja bertindak egois, kata Carol. 

Selama ini kegiatan sterilisasi kucing liar yang dilakukan oleh LAI masih berfokus di kawasan Jabodetabek, meski pernah juga melaksanakan kegiatan sterilisasi di Malang, Jawa Timur. 

Hal yang terbaru, kegiatan serupa dilakukan bekerja sama dengan Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Perikanan (DKPKP) Kepulauan Seribu di Pulau Pramuka. Di agenda itu, sebanyak 152 kucing berhasil disterilisasi. DKPKP yang bertugas melakukan penangkapan, Lets Adopt Indonesia yang melakukan sterilisasi. 

Carol sebenarnya berharap pemerintah pusat bisa membantu kegiatan sterilisasi. Sayang, saat dirinya mencoba mendatangi kementerian terkait, tak ada respons.

Kolaborasi dengan pemerintah setempat memang baru berjalan di Kepulauan Seribu saja. Lets Adopt Indonesia biasanya bergiat secara mandiri berkat donasi dari individu-individu yang peduli. Donasi itu didapat melalui kitabisa.com, dan luar negeri. 

Tak Dapat Perhatian
Hingga kini, pendanaan masih menjadi kendala kegiatan sterilisasi. Sebab kegiatan ini membutuhkan dokter dan obat-obatan. Setahu Carol, hal ini juga jadi masalah DKPKP ketika berniat mengadakan sterilisasi kucing liar. 

Padahal dari sterilisasi, yang diuntungkan juga adalah manusia. Masyarakat bisa hidup harmonis dengan jumlah kucing yang terkendali. 

Persoalan sama juga diungkap pendiri Rumah Steril Vivi Yuanita Sebayang yang berbasis di Depok. Vivi mengamini bahwa dana dari pemerintah setempat untuk sterilisasi kucing liar tidak banyak. Efeknya, setiap mengadakan kegiatan steril kucing cepat sekali kuotanya terpenuhi.

“Jadi yang paling masuk akal ya dana dari inisiatif masyarakat,” kata Vivi pada Sabtu (26/11).

Namun upaya menggalang dana dari masyarakat pun tidak lancar-lancar amat. Pernah dirinya coba beberapa mempromosikan kebutuhan donasi untuk kegiatan sterilisasi, namun dana yang terima sedikit. Pada akhirnya, kegiatan sterilisasi belum mampu mengimbangi cepatnya reproduksi kucing. 

Pun saat donasi ada, Vivi dan koleganya pernah ngotot mensterilkan 300 ekor kucing. Ini dilakukan berulang kali selama setahun. Sayang efeknya tak banyak. Jumlah kucing liar tetap saja membludak. Vivi akhirnya memahami kegiatan ini memerlukan keterlibatan banyak pihak.

“Di Indonesia itu tidak terlalu menjadikan hewan sebagai perhatian utama, makanya solusinya itu selalu dibuang (kucing),” ucap Vivi.

Dia berpendapat, Indonesia perlu berkaca pada jejak negara-negara lain dalam menjaga populasi kucing. 

Misalnya, Singapura yang melakukan suntik mati terhadap kucing liar. Di Singapura kucing liar dihitung sebagai hama. Ada pula Turki yang ramah terhadap hewan termasuk kucing, sehingga dana kegiatan sterilisasinya kuat.

Tantangan Tangkap
Di luar kendala bujet, Vivi yang sudah melakukan sterilisasi terhadap sekitar 1.000 kucing semenjak 2014 ini juga menyebut tantangan lain dalam upaya sterilisasi. Penangkapan adalah masalah yang tak kalah pelik. 

Menurut pengalamannya kucing liar itu bisa menggigit dan mencakar. Pernah ada kucing liar, yang diketahui menjadi ‘donatur sperma kucing di mana-mana’, galak setengah mati saat mau ditangkap. 

Di daerah Depok, pernah juga ada juga kucing jantan yang baru dapat ditangkap setelah tiga tahun lamanya. Biasanya, kucing jenis ini adalah kucing feral atau kucing yang tidak jarang berinteraksi dengan manusia. 

Ketika diberi makan dia mau, tetapi kalau didekati dia berdesis. Vivi dan teman-teman harus mencoba berulang kali untuk menangkapnya. 

Kucing feral juga bisa dikenali jika mencari pasangan pada malam hari. Kucing ini juga berdesis. Berdesis merupakan salah satu upaya agar kucing ditakuti. 

“Kalau kucing itu berdesis dan manusia masih ngeyel mendekati, maka dapat tercakar serta tergigit. Cakar atau gigitnya cukup serius bisa sampai luka,” terangnya.

Sarah Shabana Megantara, seorang rescuer independen yang sering ikut kegiatan sterilisasi kucing liar di LAI sejak 2020 juga merasakan bahwa ada perbedaan sifat kucing liar. Ada yang gampang didekati dan ada yang susah sekali didekati. 

Pernah Sarah kesusahan menangkap kucing liar yang di sekitar rumahnya. Padahal dia ingin mensterilkannya.

“Kucingnya itu betina, saya pikir kalau betina akan cepat kawin dan cepat beranak,” kata Sarah pada Sabtu (26/11).

Sarah sebetulnya beberapa kali berhasil menangkapnya. Akan tetapi, kucing ini selalu berhasil kabur saat sudah dimasukkan ke dalam keranjang. Sampai sekarang kucing itu tidak bisa disteril. 

Metode TNR
Saat mensterilkan kucing liar, Sarah menggunakan metode TNR (Trap, Neuter, Return). Jadi, setelah disterilkan di klinik, kucing liar itu akan dikembalikan ke tempat asalnya. 

Namun sebelum dikembalikan ke tempat asal, kucing-kucing yang sudah disterilkan itu akan dirawat sesaat sebelum dilepasliarkan lagi. Biasanya kucing jantan dirawat satu sampai dua hari. Kalau betina akan dirawat sampai 5 hari. 

Sarah menguraikan beberapa hal yang perlu dipersiapkan sebelum melakukan TNR. Salah satunya, menyiapkan keranjang atau kargo untuk membawa kucing. 

Nantinya, saat berisi kucing liar kargo tersebut perlu diikat di semua sisi untuk mencegah kucing bisa berupaya keluar. 

Selain itu, sebisa mungkin memantau lokasinya terlebih dahulu dan bekerja sama dengan colony taker saat akan melakukan TNR. Sebab dia lah yang tahu titik lokasi kucing-kucing berada. 

Colony taker merupakan seseorang yang biasa bertugas untuk merawat dan menjaga koloni kucing di suatu tempat. Biasanya colony taker itu sering memberi makan kucing liar tiap hari, steril, dan jika sakit dibawa berobat,” terangnya.

Sarah biasanya melakukan kegiatan TNR saat pagi hari karena kucing-kucing akan lebih mudah dipancing dengan makanan. Saat makan, baru kucing tersebut ditangkap, dimasukkan kargo, dan kargonya diikat. 

Dia menilai, penangkapan kucing liar lebih mudah menggunakan tangan dibandingkan menggunakan jaring.  

Hal lain yang perlu diperhatikan, harus ada teman yang membawa kargo dengan posisi terbuka. Setelah kucing tertangkap, teman yang lain itu akan langsung memasukkan kucing tersebut ke dalam kargo. 

“Makanya TNR itu tidak bisa dilakukan sendirian. Minimal harus ada tiga orang yang membantu,” ujarnya.

Sarah memyebutkan insiden entah itu digigit atau dicakar pasti itu terjadi. Tetapi itu, biasanya untuk kucing-kucing agresif dan galak yang belum terbiasa dengan manusia.

Dampak Kesehatan
Soal kucing dan populitasnya, dijelaskan Dokter Hewan Lina, yang sering aktif dalam kegiatan sterilisasi kucing liar. Kucing dapat melahirkan dua sampai enam ekor anak dalam setiap periode birahi. 

Dalam setahun kucing bisa melahirkan tiga kali periode birahi. Jadi, misalnya melahirkan enam anak, maka dalam waktu satu tahun itu ada 18 ekor kucing yang lahir.

“Tentunya sangat berpotensi menjadi overpopulasi karena siklus birahi yang pendek, tipe organ reproduksi kucing memiliki tipe bicornua (dua uterus jadi daya tampung anak makin banyak),” kata Dokter Lina, Selasa (29/11).

Dia mengamini, overpopulasi kucing memiliki dampak. Ada dampak kesehatan lingkungan seperti timbul bau tidak sedap yang berasal dari feses, dan lingkungan juga tampak kumuh. 

Dampak lainnya terkait kesehatan kucing itu sendiri, seperti kaheksia (kekurusan), penyakit kulit (scabies keropeng kulit), dan penyakit virus kucing. 

Kondisi tersebut pada akhirnya dapat berdampak kepada manusia, seperti munculnya penyakit kulit menular (scabies) yang menyebabkan gatal, parasit protozoa toxoplasma yang menyebabkan keguguran dan kemandulan, bahkan bayi cacat (hidrocefalus). 

Penyakit lainnya adalah kecacingan (cacing gelang) yang menyerang saluran pencernaan menjadi maldigest. Penyakit ini menyebabkan manusia kekurangan nutrisi dalam tubuh.

Dokter Lina berkata, penanggulangan overpopulasi dapat dilakukan dengan cara euthanasia atau tindakan mengakhiri hidup (gas chamber) dan sterilisasi (memandulkan hewan). Tetapi yang bisa beradaptasi dengan budaya Indonesia adalah sterilisasi.

Urgensi penanggulangan overpopulasi dengan melakukan sterilisasi lainnya adalah mengurangi tingkat kematian manusia oleh virus rabies akibat gigitan kucing dan penyakit lainnya. 

Untuk sterilisasi, Lina menyarankan agar kucing yang dijadikan target ditangkap sehari sebelumnya. Sebab, untuk memancing kucing supaya mau datang biasanya dipancing menggunakan makanan.

“Bila kucing makan tepat enam jam sebelum operasi, karena kucing akan kesulitan untuk tidur selama operasi meski sudah menggunakan dosis yang optimal,” begitu katanya. 

Proses operasi itu sendiri meliputi pembiusan, pencukuran bulu, basmi hama kulit, kemudian operasi angkat bersih rahim, dan pemberian obat-obatan secukupnya.

Dia menyampaikan, setelah disterilkan, metabolisme kucing akan lebih lambat. Walau makannya sedikit, tapi badan kucing tetap berisi. Jadi, para kucing tampak lebih sehat karena tidak perlu banyak bersaing untuk mencari makan. 

Kucing yang sudah steril katanya akan memiliki sebuah tanda di telinga yang disebut eartip. Tanda ini digunakan di belahan dunia manapun, seperti Turki, Singapura, dan Amerika. 

Eartip digunakan, karena tidak ada yang sanggup mengingat kucing mana saja yang sudah disteril dan mana yang belum.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar