02 Januari 2024
18:45 WIB
Penulis: James Fernando
Editor: Nofanolo Zagoto
JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperpanjang masa penahanan Helmut Hermawan, tersangka kasus dugaan tindak pidana suap kepada mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri mengatakan, masa penahanan Direktur PT Cipta Lampia Mandiri (PT CLM) ini diperpanjang selama 40 hari hingga 4 Februari 2024. Helmut masih akan menjalani penahanan di Rumah Tahanan (Rutan) KPK.
"Tim penyidik melakukan perpanjangan masa penahanan untuk 40 hari ke depan dengan Tersangka HH sampai dengan 4 Februari 2024 di Rutan KPK," kata Ali dalam keterangannya, Selasa (2/1).
Alasan perpanjangan masa penahanan ini, kata Ali, karena tim penyidik membutuhkan waktu untuk melengkapi berkas penyidikan Helmut dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi di Kemenkumham RI.
"Proses melengkapi berkas perkara penyidikan melalui pengumpulan alat bukti masih terus berlanjut di antaranya dengan memanggil saksi-saksi yang mengetahui persis dugaan perbuatan pidana dari tersangka dimaksud," tambah Ali.
Selain menetapkan Eddy Hiariej dan Helmut Hermawan sebagai tersangka, KPK juga turut menetapkan asisten pribadi Wamenkumham Yogi Arie Rukmana (YAR) dan pengacara bernama Yoshi Andika Mulyadi (YAM) sebagai tersangka.
Pertemuan pertama tersangka Eddy Hiariej dan Helmut Hermawan dilakukan di rumah dinas Wamenkumham pada 2022. Pertemuan itu juga dihadiri tersangka Yogi dan Yoshi.
Dalam pertemuan tersangka Helmut menjelaskan sengketa yang menderanya. Tersangka Eddy Hiariej pun menyanggupi untuk membantu kepengurusan sengketa tersebut.
"EOSH kemudian menugaskan tersangka YAM dan YAR sebagai representasi dirinya dan menyepakati komitmen fee senilai Rp2 miliar," tutur Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata.
Komunikasi tersangka Helmut dan Eddy Hiariej berlanjut saat adanya kasus di Bareskrim Polri. Helmut meminta agar Eddy Hiariej untuk membantunya menyelesaikan perkara tersebut. Eddy Hiariej pun menyanggupi dan berjanji bisa meminta polisi menerbitkan surat SP3 dengan dana Rp3 miliar.
Kesepakatan lainnya antara tersangka Eddy Hiariej dan Helmut atas pemblokiran perusahaannya karena sengketa pada 2019. Dengan jabatan sebagai Wamenkumham, Eddy melakukan intervensi dan membuka blokir tersebut.
Sebagai imbalan dari keberhasilan pembukaan blokir itu, Eddy Hiariej meminta bantuan dana pencalonan dirinya sebagai Ketua Umum Persatuan Tenis Indonesia. Dana sebesar Rp1 miliar diberikan untuk pencalonan tersebut.