c

Selamat

Rabu, 5 November 2025

NASIONAL

24 Maret 2025

17:05 WIB

Maret 2025, Kemenkes Deteksi 889 Ribu Orang Mengidap TB

Banten mencatatkan notifikasi tertinggi sebesar 112%, dan terendah Papua Pegunungan sebesar 27%

<p>Maret 2025, Kemenkes Deteksi 889 Ribu Orang Mengidap TB</p>
<p>Maret 2025, Kemenkes Deteksi 889 Ribu Orang Mengidap TB</p>

Ilustrasi - Petugas kesehatan menunjukkan hasil rontgen toraks paru saat pelaksanaan layanan keliling deteksi tuberkulosis (TBC) di UPT Pukesmas Belawan, Medan, Sumatera Utara, Jumat (1/12/2023). ANTARA FOTO/Yudi

JAKARTA - Kementerian Kesehatan mendeteksi sebanyak 889 ribu orang yang terkena tuberkulosis (TB) per awal Maret 2025. Jumlah tersebut merupakan 81% dari target deteksi 2024 sebesar 1.090.000 orang.

Direktur Penyakit Menular Kementerian Kesehatan Ina Agustina Isturini menyampaikan dalam temu media daring di Jakarta Senin (24/3), tiap tahunnya, jumlah orang yang terdeteksi serta menjalani pengobatan TBC terus meningkat. Pada 2023, target deteksi adalah 1.060.000 orang, dengan pencapaian sebesar 77% yakni 821.200 terdeteksi, serta 78% pasien diobati atau 722.863 orang.

"Meskipun dibandingkan 2022-2023 atau tahun sebelumnya ini kita menunjukkan peningkatan, namun ini masih merupakan tantangan untuk bisa mencapai target. Di mana target penemuan kasus itu ditargetkan 90%. Jadi 900.000 kasus yang diminta," kata Ina.

Selain itu, katanya, sejumlah target eliminasi TB lainnya yakni 90% pengobatan TB sensitif obat (TBSO), dan 80% pada pengobatan TB resisten obat (TBRO) pada 2024. Adapun pencapaiannya, katanya, pengobatan TBSO tercatat pada 84% dan pengobatan TBRO 58%.

Guna notifikasi TB secara nasional 81%, katanya, dengan Banten mencatatkan notifikasi tertinggi sebesar 112%, dan terendah Papua Pegunungan sebesar 27%.

"Ini untuk pemberian TPT, terapi pencegahan TBC, bagi kontak serumah. Ini yang mencapai target baru Banten, sedangkan sebagai besar provinsi masih di bawah 29% pencapaian targetnya," katanya.

Adapun pencapaian pemberian TPT Banten pada 2024 tercatat sebesar 67%. Dia menyebutkan, pada 2030 diharapkan insidensi TB turun sesuai target global, yakni menjadi 65 kasus per 100 ribu penduduk. Saat ini, katanya, insidensi Indonesia yakni 388 kasus per 100 ribu penduduk.

"Kemudian untuk treatment coverage diharapkan lebih dari 90%, dan success ratenya juga lebih dari 90%," katanya.

Ina juga menjelaskan, sejumlah target 2025 dalam Program Hasil Terbaik Cepat (PHTC/Quick Win) berupa eliminasi TB, yakni penemuan setidaknya 981 ribu kasus. Kemudian inisiasi pengobatan mencapai 95%, dan keberhasilannya untuk TB sensitif obat 90% dan TB resisten obat 80%.

Dia menyebutkan, terdapat sejumlah inisiatif untuk menyukseskan inisiatif itu, antara lain penggunaan X-ray dan program Cek Kesehatan Gratis (CKG) untuk memasifkan penemuan kasus secara aktif (active case finding).

Selain itu, dia melanjutkan, mengintegrasikan data dan informasi tentang TB, seperti dengan rumah sakit dan puskesmas. Dia menilai, inisiatif itu adalah karena TB adalah kasus yang sedikit dilaporkan (underreported). Dengan integrasi seperti itu, katanya, suspek TB dapat segera ditangani.

"Lalu pemberian insentif penemuan di FKTP -Fasilitas kesehatan tingkat pertama-, ini kami masih proses," lanjutnya.

Pihaknya juga berupaya mengembangkan inovasi regimen pengobatan yang lebih efisien, guna mengurangi waktu pengobatan dari 18 bulan menjadi 6 bulan saja. Dia melanjutkan, inovasi lainnya yakni vaksin TB yang ditargetkan selesai pada 2027, rumah sakit khusus penanganan TBRO dan TBSO, juga menggalang partisipasi komunitas untuk edukasi serta pencegahan TB.

Lindungi Anak
Sementara itu, Dokter spesialis anak Dian Rosita Devy menyampaikan, terapi pencegahan tuberkulosis atau TPT efektif untuk melindungi anak yang berisiko tertular penyakit tuberkulosis (TB) dari penderita TB aktif di sekitarnya.

"Bentuk perlindungan mencegah terjadinya TB aktif atau sakit TB, terutama diberikan pada anak yang kontak erat dengan pasien TB paru tapi belum sakit TB aktif," kata dr. Dian Rosita Devy, Sp.A dari RSUD Tanjung Priok dalam webinar untuk memperingati Hari Tuberkolisis Sedunia yang diikuti via daring pada Senin.

Tuberkulosis atau TB atau TBC adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit yang dapat menyerang paru-paru, tulang belakang, kulit, otak, hingga kelenjar getah bening ini bisa menular melalui udara yang terkontaminasi bakteri dari percikan liur atau dahak penderita tuberkulosis aktif saat bersin atau batuk.

Satu penderita tuberkulosis aktif dapat menularkan penyakitnya kepada 10 hingga 14 orang di sekitarnya, terutama yang tinggal di dalam satu rumah. Oleh karena itu, upaya pencegahan penyakit perlu dilakukan pada orang dalam kelompok rentan seperti anak-anak yang berisiko tertular tuberkulosis dari penderita tuberkulosis aktif di lingkungan sekitarnya.

Dokter Dian menyampaikan, anak yang terserang penyakit tuberkulosis tidak menunjukkan gejala spesifik seperti penderita TB dewasa. "Tidak semua anak kena TB sakit, tapi tanpa TPT risiko TB aktifnya besar. Jadi, kalau anak terinfeksi TB akan berisiko jadi TB aktif," katanya.

Menurut dia, anak yang terinfeksi bakteri penyebab tuberkulosis dapat mengalami demam-demam yang berlangsung lama dan berat badannya tidak naik-naik. Namun, ada pula anak yang terinfeksi dan tidak menunjukkan gejala sakit.

Oleh karena itu, dokter Dian melanjutkan, TPT sebaiknya dilakukan pada anak yang berisiko tertular TB dari orang di sekitarnya supaya tidak sampai sakit. Ia menyampaikan, TPT mencakup pemberian obat seminggu sekali selama tiga atau enam bulan. Layanan TPT tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan seperti puskesmas.

Menurut dia, TPT aman dilakukan pada anak selama dosis obatnya tepat dan disertai kontrol rutin untuk memantau kemungkinan adanya efek samping obat.

"Orang tua kadang juga takut efek samping obat, kalau obat ada efek samping. Selama pemberian (obat) sesuai dosis dan kontrol sesuai waktunya insya Allah aman. Ini sebagai pencegahan agar tidak menjadi sakit dan agar sembuh," ia menjelaskan.

Di samping itu, guna meminimalkan risiko penularan tuberkulosis pada anak, penderita TB sebaiknya taat minum obat sampai sembuh, memakai masker saat berada di sekitar anak, dan menerapkan etika batuk dan bersin.

Ketika merasa ingin bersin atau batuk, penderita TB sebaiknya segera mengambil tisu atau sapu tangan untuk menutup hidung dan mulut. Apabila tidak membawa tisu atau sapu tangan, maka sebaiknya menutup hidung dan mulut menggunakan lengan atas, bukan telapak tangan, lalu membersihkannya menggunakan sabun dan air mengalir atau penyanitasi tangan berbahan alkohol.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar