c

Selamat

Rabu, 5 November 2025

NASIONAL

04 November 2024

17:51 WIB

Makan Bergizi Gratis Prioritaskan Daerah Tinggi Stunting

Badan Gizi Nasional menyatakan, anggaran program Makan Bergizi Gratis untuk tahun 2025 masih terbatas, sehingga belum bisa menyasar seluruh anak Indonesia

Penulis: Ananda Putri Upi Mawardi

Editor: Nofanolo Zagoto

<p>Makan Bergizi Gratis Prioritaskan Daerah Tinggi Stunting</p>
<p>Makan Bergizi Gratis Prioritaskan Daerah Tinggi Stunting</p>

Makan Bergizi Gratis. AntaraFoto/Yusuf Nugroho

JAKARTA - Badan Gizi Nasional akan memprioritaskan tahap awal implementasi Makan Bergizi Gratis (MBG) tahun 2025 ke daerah-daerah dengan prevalensi stunting yang tinggi. Anggaran untuk MBG sendiri masih terbatas, sehingga belum bisa menyasar seluruh anak Indonesia.

"Dana-dana tersebut memang kita upayakan kepada sekolah-sekolah yang relatif di daerah-daerah kabupaten begitu ya, tapi kami tidak menutup kemungkinan andai kata misalnya di kota-kota juga," ujar Staf Ahli Badan Gizi Nasional, Ikeu Tanziha, dalam diskusi daring bertajuk "Makan Bergizi Gratis: Dari Sini Kita Mulai" yang digelar Senin (4/11).

Saat ini, pihaknya masih memetakan wilayah yang menjadi sasaran program MBG. Hal ini dilakukan sambil menunggu kesiapan dari unit pelayanan, sebuah tim yang berperan menentukan titik-titik intervensi program MBG.

Unit pelayanan itu digerakkan oleh satu orang manajer, satu orang ahli akuntansi, dan satu orang ahli gizi. Nantinya, setiap unit pelayanan harus bisa melayani 2.500-3.000 anak.

Ikeu juga mengatakan, program MBG ini tak hanya bertujuan untuk meningkatkan status gizi anak Indonesia. Namun, juga merupakan implementasi Konvensi Hak Anak Pasal 6, 18, dan 24 yang menyatakan setiap anak memiliki hak tumbuh kembang serta hak atas makanan bergizi.

"Bagi yang tidak mampu, di situ negara akan membantu," tambah Ikeu.

Sementara itu, Kepala Biro Pelayanan Kesehatan Terpadu Universitas Gadjah Mada (UGM), Andreasta Meliala mengatakan, masalah gizi pada anak-anak Indonesia beragam. Sebagian anak mengalami obesitas, sedangkan sebagian anak lainnya mengalami kurang gizi.

Oleh karena itu, menurut dia program pemerintah sebaiknya bisa menyasar dua masalah tadi. Di kawasan perkotaan, MBG digunakan untuk mengendalikan agar anak-anak tidak mengonsumsi process food. Sementara di daerah terpencil, MBG digunakan untuk memastikan anak-anak mendapat makanan dengan komposisi gizi yang lengkap.

Andre juga berkata, pemerintah perlu memerhatikan aspek budaya lokal dalam program MBG. Pasalnya, masyarakat yang tinggal di pesisir pantai lebih terbiasa mengonsumsi ikan. Sementara itu, masyarakat yang tinggal di pegunungan memiliki pola konsumsi yang berbeda.

"Pada saat ini dilaksanakan tentu akan ada banyak skema, tidak mungkin ada satu model yang bisa diterapkan," ujar Andre.

Untuk itu, dia berkata pemerintah perlu mengumpulkan kajian-kajian terkait MBG yang dilakukan oleh masyarakat, baik dari perguruan tinggi maupun lembaga penelitian. Hal ini sangat penting untuk melengkapi detail operasional program MBG dari hulu ke hilir.

KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar