c

Selamat

Jumat, 7 November 2025

NASIONAL

26 September 2023

20:02 WIB

Mahfud Ancam Pidana Perusahaan Yang Gelapkan Lahan Sawit 

Jika tidak kooperatif, perushaan diancam untuk dipidanakan. Denda sendiri, tak hanya menghitung kerugian keuangan negara, tetapi akan menghitung kerugian perekonomian negara

Penulis: Al Farizi Ahmad

Mahfud Ancam Pidana Perusahaan Yang Gelapkan Lahan Sawit 
Mahfud Ancam Pidana Perusahaan Yang Gelapkan Lahan Sawit 
Foto udara truk muatan kelapa sawit antre memasuki pabrik Permata Bunda di Pematang Panggang, Mesuji , Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, Senin (17/7/2023). Antara Foto/Budi Candra Setya

JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menegaskan, pemerintah akan mengambil langkah tegas terhadap perusahaan yang melanggar ketentuan dan menggelapkan lahan sawit. Pemerintah, lanjut Mahfud tak hanya menghitung kerugian negara, tapi akan turut menghitung kerugian perekonomian negara.

"Bagi mereka yang sudah menggelapkan lahan-lahan sawit itu kan nanti akan diselesaikan secara hukum. Alternatif pertama selesaikan baik-baik dengan denda administratif dan menyelesaikan seluruh persyaratan," kata Mahfud usai mengikuti rapat terbatas (ratas) bersama Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (26/9).

Mahfud menuturkan, ketentuan terkait penyelesaian bagai para pelanggar akan dilakukan di bulan November. Menurutnya, penyelesaian pemanfaatan lahan-lahan sawit secara tidak sah akan didenda administratif dan penyelesaian atas kerugian negara dengan pembayaran denda.

"Kalau masih tidak mau juga, tidak kooperatif, kita akan pidanakan dan pidananya bukan hanya menghitung kerugian keuangan negara, tetapi akan menghitung kerugian perekonomian negara," tuturnya.

Menurutnya, kerugian perekonomian negara akan dihitung oleh pakar. “Berapa misalnya selama menggunakan lahan tidak sah itu keuntungan gelap yang diperoleh berapa, kita hitung semua kemudian kerusakan lingkungan alam, negara harus membayar berapa itu akan dibebankan kepada dia semuanya," sambungnya.

Saat disinggung terkait berapa perusahaan yang melanggar, Mahfud mengatakan, sejauh ini jumlahnya ada ribuan. Namun, ia menyatakan sebagian sudah menyelesaikannya.

"Tadi ada ribuan. 2.100 berapa, tapi yang sudah menyelesaikan berapa puluh persen. Sisanya ditunggu," ujarnya.

Dia mencontohkan, dalam kasus penyerobotan lahan perkebunan sawit yang melibatkan bos PT Duta Palma Group Surya Darmadi, sanksi uang pengganti ditetapkan Rp42 triliun karena turut menghitung kerugian perekonomian negara.
 
"Kerugian perekonomian negara (karena) dia memperoleh keuntungan secara ilegal, sehingga kemarin (kasus Surya Darmadi), kena kan Rp42 triliun karena kita menghitung perekonomian negaranya. Tapi di tingkat Mahkamah Agung yang kerugian-kerugian (perekonomian) negaranya belum dikabulkan, tapi yang Rp2 triliun kita peroleh dan orangnya dipenjara. Sudah inkrah. Jadi besok akan dipenjara," bebernya.
 
Pemerintah, lanjut Mahfud juga sudah melakukan identifikasi terkait perusahaan -perusahaan tersebut. "Sudah, sudah lengkap. Jaksa Agung melihat dari pidananya, BPKP melihat dari kerugian negara berapa, kerugian perekonomian berapa. Apa bedanya? kerugian keuangan negara itu seharusnya kalau ini dikelola secara sah pajaknya berapa, kemudian dendanya berapa," tutupnya.

Ia menjelaskan, yang dimaksud dengan kerugian keuangan negara adalah kerugian dari pajak yang tidak dibayar dan denda selama melakukan proses perkebunan sawit ilegal. Sementara kerugian perekonomian negara adalah turut menghitung keuntungan yang diperoleh selama melakukan proses perkebunan sawit ilegal, yang semestinya bisa menjadi keuntungan perekonomian bagi negara.

"Kerugian perekonomian negara itu ada di undang-undang. Selama ini hanya menghitung kerugian keuangan negara. Keuangan negara itu hanya menghitung pajak dan proyek-proyek APBN. Kalau perekonomian negara, (menghitung kerusakan) lingkungan hidup, penggelapan pengiriman keuntungan secara gelap dan seterusnya, untuk nanti dihitung," tandasnya.

Eskalasi Konflik
Sebelumnya, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Eddy Martono mengharapkan adanya solusi, untuk mencegah peningkatan eskalasi konflik lahan antara masyarakat dan perusahaan dalam beberapa bulan terakhir. Salah satunya solusi terkait kebijakan kewajiban pembangunan kebun masyarakat (FPKM) sebesar 20% yang telah menyebabkan multitafsir dan mengakibatkan maraknya masalah keamanan berusaha, imbas tuntutan sekelompok masyarakat.
 
"Sesuai dengan Permentan 26 tahun 2007 semestinya FPKM tidak berlaku bagi perusahaan yang sudah bermitra dan sudah mempunyai hak tanah sebelum tahun 2007," kata Eddy.

Ia menambahkan, potensi konflik juga dapat terus terjadi mengingat adanya perkebunan sawit yang teridentifikasi masuk kawasan hutan, meski sebagian diantaranya telah memiliki Izin Usaha Perkebunan (IUP) dan telah ditanami, bahkan memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM) dan Hak Guna Usaha (HGU).
 
Sebelumnya, telah dikeluarkan 13 SK Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) yang menyebutkan adanya 2.321 unit usaha dengan luasan 1.907 ribu hektare yang diidentifikasikan sebagai kawasan hutan. Perusahaan tersebut, apabila telah memiliki perizinan di bidang kehutanan, akan mengikuti penyelesaian pasal 110A di UU Cipta Kerja.
 
Namun, perusahaan perusahaan yang tidak mempunyai perizinan di bidang kehutanan dan tidak sesuai dengan tata ruang, akan mengikuti penyelesaian pasal 110B. Mereka diharuskan membayar denda dan hanya boleh beroperasi dalam satu siklus saja.
 
Ia pun mengharapkan adanya solusi terkait hal tersebut, mengingat konflik perusahaan dan masyarakat atas manfaat lahan dikhawatirkan dapat berdampak kepada iklim investasi industri sawit nasional kedepannya.
 
Dalam kesempatan ini, GAPKI juga mencatat luas lahan anggota yang terindikasi masuk dalam kawasan hutan sesuai SK Menteri LHK mencapai 648 ribu hektare. Sedangkan angka luasan SHM dan HGU yang diidentifikasi masuk kawasan hutan masih dalam penghitungan.
 
Tidak hanya menghadapi persoalan status lahan, saat ini sektor industri sawit juga menemui masalah domestik lainnya, seperti produksi yang menurun di tengah peningkatan konsumsi dan permintaan, khususnya untuk pangan dan oleokimia.
 
"Sangat penting untuk industri kelapa sawit Indonesia meningkatkan produktivitas, melalui program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR)," kata Eddy.
 
Meski menghadapi masalah internal dan eksternal berupa hambatan di Eropa, sektor ini tetap memberikan peranan yang sangat penting untuk devisa negara. Tahun 2022, berdasarkan catatan, industri kelapa sawit menyumbang devisa sebesar US$39,07 miliar atau hampir mencapai Rp600 triliun.

 


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar