c

Selamat

Kamis, 28 Maret 2024

NASIONAL

05 Agustus 2021

11:00 WIB

Mahfud Ajak Media Sajikan Berita Sesuai Fakta

Saat ini banyak informasi bohong (hoaks) di media sosial

Penulis: Herry Supriyatna

Editor: Nofanolo Zagoto

Mahfud Ajak Media Sajikan Berita Sesuai Fakta
Mahfud Ajak Media Sajikan Berita Sesuai Fakta
Menko Polhukam Mahfud MD. ANTARAFOTO/Rivan Awal Lingga

JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, mengajak media mainstream di Indonesia menyajikan pemberitaan seusai fakta. Ajakan Mahfud itu menyikapi banyaknya informasi bohong (hoaks) di media sosial saat pandemi.

Data terbaru yang disampaikan Mahfud, dari 23 Januari 2021 hingga 3 Agustus 2021, jumlah informasi hoaks tentang covid-19 mencapai 1.827 informasi. Khusus untuk vaksin saja, ada 278 informasi hoaks.

Padahal, dalam kondisi pandemi saat ini yang dibutuhkan masyarakat adalah pikiran dan energi positif, semangat untuk bertahan, dan saling mendukung satu sama lain. Sebab, banyak pemberitaan sejumlah media yang kerap memberitakan dan menulis judul berita yang meleset dari pernyataan narasumber. 

“Dibutuhkan ruang publik dan pemberitaan media yang kondusif, yang memotivasi masyarakat, tanpa harus menanggalkan independensi dan objektivitas yang dimiliki,” ujar Mahfud dalam keterangannya, Kamis (5/8).  

Mahfud menyampaikan, yang membedakan antara media sosial yang menjadi tempat berkembangnya hoaks dan media mainstream adalah pada standar kualitas konten, baik dari sisi akurasi maupun aspek etik atau moral konten yang disebarkan. 

Proses berjenjang di ruang redaksi, mulai dari reporter, ke editor, hingga pemimpin redaksi adalah jaminan kualitas dan akurasi. Dengan begitu, berita yang terdistribusi ke masyarakat bisa dipertanggungjawabkan.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini juga bilang, dirinya dan banyak pejabat pemerintah kerap menjadi sasaran pemberitaan yang dipelintir, melenceng dari fakta. 

“Seharusnya media mainstream menjaga diri agar tidak ikut-ikutan menyebar sensasi dan hoaks, agar lebih membuat pemberitaan yang objektif dan menyejukkan serta memotivasi masyarakat,” ujarnya.

Dirinya mengerti dalam penulisan judul berita terdapat teknik untuk menarik perhatian pembaca. Hal itu bukan masalah sepanjang yang dilakukan tidak mengarahkan pembaca untuk membuat kesimpulan salah atas judul berita yang dibaca. 

Adapun, sebagian besar informasi hoaks sudah take down oleh pemerintah. Namun, ibarat hilang satu tumbuh seribu, hoaks terus tumbuh, muncul setiap hari dan semakin banyak. Akibatnya, masyarakat yang menjadi korban. 

“Pada titik ini, peran media sangat dibutuhkan untuk mengimbangi berita-berita yang kredibel dan mencerahkan publik. Jangan sampai justru tergoda untuk ikut membuat angle atau judul berita yang sensasional menyerupai hoaks di Media Sosial,” tegas Mahfud.

Sementara itu, Ketua Dewan Pers Mohammad Nuh, sependapat dengan pernyataan Mahfud. Nuh menyebut, ada hal yang belum selesai kaitannya dengan problem pers, yaitu meningkatkan kualitas para jurnalis, meningkatkan profesionalitas mereka, dan meningkatkan kemerdekaan pers. 

"Saya kira harus dilakukan pelatihan-pelatihan bersama antara Kemenkopolhukam dengan Dewan Pers," ujar Nuh. 

Ketua Forum Pemred, Kemal Gani menyadari perilaku sebagian media yang jurnalisnya kerap menulis judul yang tidak sesuai dengan isi berita, terutama media abal-abal. Ia mengajak pemerintah dan asosiasi pers bersama-sama membangun ekosistem media nasional yang sehat. 

"Kami bersama Dewan Pers dan asosiasi-aaosiasi media yang tergabung dalam Task Force Media Sustainability menyadari hal ini, karena itu salah satu concern kita adalah media abal-abal," ujar pendiri The London School of Public Relations (LSPR) tersebut. 

Saat ini, tambah Kemal, tim Task Force sedang menyiapkan draf undang-undang yang terkait dengan platform global. Kata dia, media mainstream yang sudah diverifikasi secara faktual, jumlahnya tidak sampai 1.000. Sementara media yang bebas sebebas bebasnya ada 800 ribuan.

Ketua Umum Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Wenseslaus Manggut menyampaikan, Dewan Pers secara rutin mengeluarkan rapor kepada media. Hal itu bertujuan agar media mainstream berhati-hati dalam memproduksi konten berita. 

 "Dewan pers misalnya perlu didata teman-teman yang melanggar,  tanpa menunggu pengaduan, karena kalau menunggu pengaduan prosesnya akan lama. Kalau tidak mengadu, teman-teman yang menulis salah, ya dia merasa aman-aman aja," pungkasnya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentar Login atau Daftar





TERPOPULER