c

Selamat

Senin, 17 November 2025

NASIONAL

18 Desember 2024

11:25 WIB

MA Setuju Limitasi Proses Pailit

Limitasi proses pailit belum diatur dalam UU Kepailitan.

<p>MA Setuju Limitasi Proses Pailit</p>
<p>MA Setuju Limitasi Proses Pailit</p>

Ketua MK Suhartoyo bersama Wakil Ketua Saldi Isra saat memimpin sidang lanjutan pengujian Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Selasa (17/12) di Ruang Sidang MK. Humas MK/Ifa.

JAKARTA – Mahkamah Agung (MA) menilai, bagi dunia usaha, kepastian waktu pemberesan harta pailit menjadi faktor penting. 

Semakin lama proses pemberesan pailit, semakin besar biaya yang harus dikeluarkan. Risiko munculnya sentimen negatif terhadap aset atau entitas yang bersangkutan juga semakin meningkat. 

Hal ini nantinya berdampak langsung terhadap penilaian iklim berusaha di Indonesia sebagaimana indikator business ready atau be ready oleh World Bank sebagai parameter penilaian iklim investasi dan iklim berusaha di suatu negara.

“Limitasi waktu dalam perkara kepailitan yang diatur Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU, merupakan usulan rasional untuk dipertimbangkan,” demikian keterangan MA yang diwakili oleh Fikri Habibi di Gedung MK di Jakarta, Selasa (17/12).

MK menerima permohonan uji materi Pasal 74 ayat 1 dan 3, Pasal 185 ayat 3 UU Kepailitan dan PKPU.

Permohonan diajukan oleh Aniek Trisolawati dan Idha Achira Handajanti seorang ibu rumah tangga beserta Indri Marini Akbar dan Donny yang berprofesi sebagai karyawan swasta. 

Para Pemohon merasa dirugikan akibat proses kepailitan PT. Crown Porcelain dan PT. Cakrawala Bumi Sejahtera, pengembang Apartemen Point 8. Pemohon, dikutip dari laman MK, meminta agar proses kepailitan bisa lebih cepat dan transparan.

Wakil MA itu melanjutkan, usulan tersebut dapat dipertimbangkan setelah memperhatikan kemungkinan pelaksanaannya dan komparasi pengaturannya pada beberapa negara lain. 

Dia juga mengungkapkan, usulan tersebut dapat diterapkan dengan sejumlah syarat. Yakni, limitasi waktu harus mencerminkan dan mempertimbangkan prinsip hukum, efisiensi, kepastian, dan pelindungan hak semua pihak. 

Beberapa negara, lanjut dia, telah menerapkan pembatasan waktu yang dimaksud dengan limitasi yang beragam. Penentuan pembatasan waktu juga harus dipertimbangkan dengan memperhatikan faktor-faktor terkait, saran dia.

Oleh sebab itu, sambung Fikri, jangka waktu tiga tahun dengan dapat diperpanjang dua tahun merupakan tenggang waktu yang ideal bagi kurator untuk melaksanakan tugasnya.

Sementara, Ismail ahli dari pemohon menyebutkan, lahirnya UU Kepailitan adalah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Oleh sebab itu, diperlukan perangkat hukum untuk menyelesaikan masalah utang-piutang secara adil, cepat, terbuka, dan efektif.

Namun pada kenyataan, keberlakuan ini justru menimbulkan hal yang berbeda dengan apa yang diharapkan. Hal tersebut terlihat dari ketentuan Pasal 74 ayat 1 UU Kepailitan yang menyatakan, kurator harus menyampaikan laporan kepada hakim pengawas mengenai keadaan harta pailit dan pelaksanaan tugasnya setiap tiga bulan.

Menurut Ismail, ketentuan Pasal 74 ayat 1 dan 3, Pasal 185 ayat 3 UU Kepailitan bertentangan dengan norma dasar yang diatur dalam Ketentuan Pasal 1 ayat 3 dan Pasal 28D ayat 1 UUD 1945. 

Oleh karena itu, menurut Ismail, untuk mewujudkan kepastian hukum ketiga pasal tersebut perlu ditambah norma tentang batasan waktu. Sehingga, tugas kurator menyelesaikan kewajiban terpenuhi kepastian hukumnya.

Sebagai tambahan informasi, para pemohon merasa dirugikan akibat proses kepailitan PT Crown Porcelain dan PT Cakrawala Bumi Sejahtera, selaku pengembang Apartemen Point 8 yang terletak di Jalan Daan Mogot Km. 14, Cengkareng, Jakarta Barat. Mereka meminta agar proses kepailitan bisa lebih cepat dan transparan.

Mereka menilai, kejelasan waktu dalam pemberesan boedel pailit seharusnya dimulai dengan penetapan batasan waktu yang spesifik untuk setiap tahap proses kepailitan.

Batasan waktu yang tegas tersebut akan menghindarkan penafsiran yang ambigu dan memberikan panduan yang jelas bagi semua pihak yang terlibat. Ketidakpastian tersebut dapat menimbulkan kebingungan, kecemasan, dan bahkan memperpanjang tekanan finansial yang mungkin dihadapi oleh debitur, terutama jika ada aset yang tertunda untuk dijual atau dibagi.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar