c

Selamat

Senin, 17 November 2025

NASIONAL

20 Agustus 2025

09:54 WIB

LSM Uji Materi Aturan PSN Dalam UU Cipta Kerja 

Aturan PSN dalam UU Cipta Kerja digugat karena tanpa mekanisme pengawasan dan tak melibatkan partisipasi rakyat.

Penulis: Aldiansyah Nurrahman

Editor: Leo Wisnu Susapto

<p>LSM Uji Materi Aturan PSN Dalam UU Cipta Kerja&nbsp;</p>
<p>LSM Uji Materi Aturan PSN Dalam UU Cipta Kerja&nbsp;</p>

Warga Air Bangis menggelar aksi usai melakukan audiensi di Komnas HAM, Jakarta, Senin (18/9/2023) menolak Program Strategis Nasional (PSN). ValidNewsID/Fikhri Fathoni.

JAKARTA - Delapan organisasi masyarakat sipil, mengajukan uji materi aturan Proyek Strategi Nasional (PSN) di Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perppu Cipta Kerja Menjadi UU. Perkara ini teregistrasi dengan Nomor 112/PUU-XXIII/2025. 

Menurut Staf Advokasi Yayasan Lembaga Hukum Indonesia (YLBHI), Edy Kurniawan menilai, implementasi Undang-undang (UU) Cipta Kerja berpotensi maraknya penggusuran paksa dan perampasan ruang hidup warga untuk kepentingan PSN. Hal ini bertentangan dengan jaminan hak atas kepastian hukum dan pelindungan hak asasi manusia (HAM) sebagaimana dijamin dalam Pasal 28D dan Pasal 28H UUD 1945.

Ia menjelaskan, frasa “kemudahan dan percepatan PSN” dalam UU Cipta Kerja dinilai bersifat abstrak dan multitafsir. Jadi, berpotensi memberi kewenangan berlebihan kepada pemerintah untuk meloloskan proyek besar tanpa mekanisme pengawasan yang memadai.

“Sehingga bertentangan dengan prinsip negara hukum dan supremasi konstitusi sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1 ayat 3 UUD 1945,” jelas Edy dalam keterangan tertulis, Selasa (19/8).

Selain itu, ketentuan mengenai kemudahan PSN juga berimplikasi pada penyalahgunaan konsep “kepentingan umum” yang seharusnya dimaknai secara ketat.

Pemohon menilai, konsep ini memberi dasar hukum bagi badan usaha untuk mengambil alih tanah warga, termasuk tanah adat, tanpa adanya pelindungan hukum cukup bagi masyarakat terdampak, sehingga terjadi penggusuran paksa dan perampasan ruang hidup warga.

Menurut Edy, norma tersebut juga membuka jalan bagi alih fungsi lahan pangan berkelanjutan untuk kepentingan PSN, tanpa adanya mekanisme partisipasi yang bermakna maupun kompensasi yang adil bagi masyarakat.

“Hal ini jelas mengancam hak atas pangan dan keberlanjutan pertanian, serta bertentangan dengan mandat Pasal 33 ayat 3 dan 4 UUD 1945 tentang penguasaan negara atas sumber daya alam untuk kemakmuran rakyat serta penyelenggaraan pembangunan yang berkelanjutan dan berkeadilan,” sambung dia.

Sementara itu, Juru Kampanye Pantau Gambut, Abil Salsabila menilai, ketentuan dalam UU Cipta Kerja itu menunjukkan adanya kecenderungan pemusatan kekuasaan di tangan pemerintah pusat.

Peran DPR dalam persetujuan perubahan peruntukan kawasan hutan, misalnya, menjadikan kebijakan pembangunan berskala besar sepenuhnya ditentukan oleh eksekutif. Tanpa mekanisme check and balance serta, mengabaikan prinsip partisipasi masyarakat dalam penataan ruang dan pengelolaan wilayah pesisir. 

Baca juga: Presiden Diminta Hentikan PSN Merauke  

“Sehingga, proyek PSN tetap dapat dijalankan meskipun belum ada rencana tata ruang atau persetujuan masyarakat yang terdampak langsung,” lanjut dia.

Ia menyebutkan, dampak dari PSN ini antara lain terjadi kepada masyarakat adat dari Merauke yang terdampak proyek Food Estate. Juga, warga Pulau Rempang di Kepulauan Riau yang terancam penggusuran akibat proyek Rempang Eco City.

Selain itu, masyarakat Sulawesi Tenggara yang terdampak proyek tambang nikel, warga Kalimantan Timur yang terdampak pembangunan Ibu Kota Negara (IKN), serta masyarakat Kalimantan Utara yang terimbas Kawasan Industri Hijau Indonesia (KIHI).

Hal itu menunjukkan dampak PSN bukanlah abstraksi hukum, melainkan kenyataan hidup berupa hilangnya tanah adat dan lahan pertanian, kerusakan ekologis yang mengancam ruang hidup, serta praktik kriminalisasi terhadap warga yang menolak proyek.

Salsabila mengatakan judicial review ke MK bukan sekadar uji terhadap pasal-pasal dalam UU Cipta Kerja, melainkan juga pengujian atas arah pembangunan nasional ke depan.

Ia mengatakan, MK memiliki peran yang amat penting sebagai benteng terakhir penjaga konstitusi dan keadilan ekologis. Keputusan MK dalam perkara ini akan menentukan apakah pembangunan nasional akan benar-benar berpihak pada rakyat dan kelestarian lingkungan hidup, atau justru tunduk pada logika investasi yang mengorbankan HAM, kedaulatan rakyat, dan masa depan ekologis bangsa.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar