c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

NASIONAL

23 Mei 2023

14:06 WIB

Lemhanas Gelar FGD Revisi UU TNI

Revisi UU TNI mengkaji sisi pertahanan dan militer serta hubungan sipil dan militer.

Editor: Leo Wisnu Susapto

Lemhanas Gelar FGD Revisi UU TNI
Lemhanas Gelar FGD Revisi UU TNI
Gubernur Lemhannas RI Andi Widjajanto (kanan) selepas upacara peringatan Hari Jadi Ke-58 Lemhannas di Jakarta, Selasa (23/5/2023). ANTARA/Genta Tenri Mawang.

JAKARTA – Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Andi Widjajanto memaparkan, siang ini, Selasa (23/5) akan menggelar focus group discussion (FGD) membahas wacana revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI).

Mengutip Antara, Andi memaparkan, “Dua topik yang menjadi sorotan. Yakni, kemungkinan perubahan karakter perang dan hubungan sipil-militer dalam kerangka konsolidasi demokrasi.”

FGD membahas, lanjut dia, apakah terjadi perubahan karakter perang, tipe ancaman baru, teknologi baru. Jika ada perubahan karakter perang, yang pertama disesuaikan doktrin pertahanan dan militer.

Jika doktrin pertahanan dan militer mesti berubah karena karakter perangnya berubah, maka harus diuji regulasinya.

Variabel kedua yang menjadi topik pembahasan FGD, terkait hubungan sipil dan militer yang saat ini juga telah diatur dalam UU TNI.

Akan dikaji, apakah ada perubahan kualitas hubungan sipil-militer di Indonesia dalam rangka konsolidasi demokrasi. Karena, lanjut dia, dulu ada UU Pertahanan, ada UU TNI Tahun 2002, Tahun 2004, dibuat untuk mengantisipasi terjadinya perubahan hubungan sipil-militer dari negara otoritarian pada masa Orde Baru menjadi negara yang demokratis.

Dia menyampaikan terkait itu, Lemhannas bersama para pakar, perwakilan dari Kementerian Pertahanan, dan Markas Besar (Mabes) TNI perlu menguji regulasi yang berlaku.

Regulasi yang harus diuji misalnya bagaimana hubungan antara presiden, DPR, menteri pertahanan, panglima TNI, dan kepala staf. Apakah ini bisa diperkuat untuk konsolidasi demokrasi kita, imbuh Widjajanto.

Menurut dia, jika ada perubahan hubungan sipil-militer, yang nantinya diketahui saat FGD, maka perlu dikaji lebih lanjut mengenai penempatan prajurit TNI di organisasi/institusi sipil yang saat ini diatur dalam Pasal 47 UU TNI.

Hubungan lain juga akan dikaji, bagaimana TNI melaksanakan tugas, operasi militer. Apakah tetap relevan dengan kebutuhan perubahan institusi sekarang seperti yang diatur Pasal 47. 

Karena pasal itu hanya mengatur penempatan prajurit aktif TNI di 10 organisasi. Sementara, organisasi atau institusi sipil berubah pesat dari 2004 ke 2023.

Beberapa institusi/lembaga sipil yang terbentuk setelah UU TNI disahkan dan berlaku, di antaranya Kantor Staf Presiden (KSP), Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Kemaritiman dan Investasi, Badan Keamanan Laut (Bakamla), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

“Dalam Pasal 47 waktu itu tidak ada KSP, Kemenko Maritim dan Investasi, KKP, Bakamla, BNPB. Waktu itu sudah ada tugas perbatasan, tetapi badan nasional perbatasan belum terintegrasi dengan Kementerian Dalam Negeri,” kata dia.

Oleh karena itu, Lemhannas pun mengundang para pakar, perwakilan dari TNI dan Kementerian Pertahanan untuk membahas topik tersebut yang hasilnya nanti dipergunakan untuk menguji UU TNI yang saat ini berlaku.

Wacana revisi UU TNI bergulir sejak bulan lalu saat Badan Pembinaan Hukum TNI memaparkan beberapa usulan untuk draf perubahan UU TNI kepada Panglima TNI.

Walaupun demikian, pembahasan itu masih di internal Babinkum TNI dan belum rampung.

Panglima TNI Laksamana TNI Yudo Margono di sela kegiatan di Jakarta Senin pekan lalu (15/5) menyampaikan TNI akan rapat dengan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto untuk membahas itu.

Dia menyampaikan revisi UU TNI dibutuhkan untuk menyesuaikan aspek-aspek yang tidak lagi relevan dengan perkembangan situasi terkini. Sementara, untuk hal-hal yang masih relevan, itu akan dipertahankan dalam UU hasil revisi.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar