21 Mei 2024
20:45 WIB
Legislator Kritik Upaya Pemerintah Atasi DBD
Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan, pemerintah saat ini masih fokus melakukan penyebaran nyamuk wolbachia di lima kota, yakni Semarang, Kupang, Bontang, Bandung, dan Jakarta Barat
Penulis: Gisesya Ranggawari
Editor: Nofanolo Zagoto
Ilustrasi nyamuk wolbachia. Shutterstock/Kamar Mini
JAKARTA - Ketua Komisi IX DPR RI, Felly Estelita Runtuwene, mengkritik Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin, karena terlihat tidak punya solusi untuk mengatasi penyebaran penyakit demam berdarah dengue (DBD) di Tanah Air.
Padahal, menurut Felly, kasus DBD terus berulang setiap tahun dan jumlahnya cukup tinggi. Bahkan, tahun ini per 12 Mei 2024, jumlah kasus DBD sudah mencapai 91.269, dengan korban meninggal mencapai 641 orang.
"Seakan-akan jadi seperti enggak ada solusi. Ini kan penyakit yang berulang dari waktu ke waktu, yang meninggal tidak sedikit. Banyak juga yang meninggal tidak terdata," ujar Felly dalam rapat bersama Menkes di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (21/5).
Ia menilai upaya pemerintah dengan penyebaran nyamuk wolbachia belum maksimal. Selain itu, vaksin DBD juga belum ada kajian ilmiah yang meyakinkan dan belum mendapat rekomendasi dari Indonesia Technical Advisory Group of Immunization (ITAGI).
"Ada nyamuk wolbachia ini harus dibuktikan dulu, vaksin tapi belum ada kajian dari ITAGI. Terus apa? Cuma itu? Hanya kampanye itu lagi, itu lagi," cetus Politikus Partai NasDem ini.
Anggota Komisi IX DPR RI, Aliyah Mustika Ilham juga meminta pemerintah untuk mengupayakan program lain dalam mengatasi DBD. Menurutnya pemerintah mesti menjadikan DBD sebagai prioritas program, karena menjadi problem masyarakat.
"Masyarakat harus terus ditingkatkan pemahamannya. Bisa berbahaya berujung kematian," ucap Aliyah.
Dia menyarankan Kemenkes agar merevisi Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) terkait DBD untuk masyarakat. Kemenkes, kata Aliyah, perlu menggandeng kementerian dan lembaga kesehatan terkait.
Kemendagri, Kemendikbudristek, sampai KLHK pun menurut Aliyah mesti diajak berkomunikasi. Harapannya, agar ada produk hukum yang mengikat setara Peraturan Menteri atau SKB.
"Kita punya strategi nasional penanggulangan DBD di tahun 2021, tapi belum jadi produk hukum, ini harus direvisi untuk menghadapi tahun ke depan," ucap Aliyah.
Penyakit Musiman
Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin berkata di Indonesia merupakan musiman atau siklus tiga tahunan. Ia melihat siklus ini terjadi dalam pola setiap tahunnya, terutama saat ada El Nino.
"Di Indonesia memang kasus DBD ini ada musiman. Misal pas siklus ada El Nino, tiga tahun sekali. Tapi kalau pergantian tahunnya, pergantian musim biasanya Desember-Februari," ujar Budi dalam rapat bersama Komisi IX DPR, Selasa (21/5).
Kasus DBD pada minggu ke-18 tahun 2024 saat ini sudah mencapai 91.269 kasus dengan 641 orang meninggal. Dibandingkan pada periode minggu yang sama di tahun 2023, ada 29.822 kasus dengan 227 orang meninggal, yang menunjukkan kenaikan kasus berkali-kali lipat.
Pasien DBD dalam kurun tiga tahun terakhir paling banyak pada usia kelompok produktif 15-44 sekitar 43%. Sedangkan pasien meninggal demam berdarah dengue paling tinggi dalam 7 tahun terakhir pada usia kelompok anak-anak yakni 5-14 tahun sekitar 53%.
"Melihat pola yang ada, nanti Juli akan turun. Kalau ramai, nanti turun, kita lihat pola years. Ramainya Desember dan Februari," beber dia.
Dia juga mengungkapkan, pemerintah saat ini masih fokus dalam upaya penyebaran nyamuk ber-wolbachia. Penyebaran sudah dilakukan di 5 kota pilot untuk menekan kasus demam berdarah dengue (DBD).
Budi memastikan sosialisasi di tengah masyarakat kota-kota tertentu juga masih terus dilakukan agar proses penyebaran nyamuk ber-wolbachia ini bisa segera dituntaskan.
Adapun wilayah pilot yang dimaksud adalah Semarang, Kupang, Bontang, Bandung, dan Jakarta Barat.
Monitoring dan evaluasi penyebaran wolbachia di seluruh wilayah piloting dilakukan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI dan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Menkes meminta masyarakat untuk tidak khawatir, terlebih nyamuk ber-wolbachia sangat berhasil menekan kasus DBD di Yogyakarta.
Menurut Kemenkes, penyebaran nyamuk ber-wolbachia sejak tahun 2017 telah terbukti mampu menurunkan 77% angka kejadian DBD dan 86% kejadian masuk rumah sakit.
"Data ini nyata gitu. Jadi kalau ada yang bilang, 'wah, ini Menkesnya bio-weapon'. Aduh, ini datanya sudah diriset, dan nyata. Beberapa negara pun sudah memakai," kata Budi.