13 Mei 2025
18:41 WIB
Ledakan Amunisi Di Garut, Imparsial Nilai Ada Kelalaian
Imparsial mengamati TNI terus-menerus ditarik-tarik menjalankan tugas di luar tugas-tugas pokoknya
Penulis: Aldiansyah Nurrahman
Editor: Nofanolo Zagoto
Sejumlah personel melakukan pengamanan di jalan menuju kawasan lokasi peledakan amunisi kedaluwarsa Desa Sagara, Kecamatan Cibalong, Kabupaten Garut, Jawa Barat, Selasa (13/5/2025). ANTARA/Feri Purnama
JAKARTA - Pemusnahan amunisi di Garut, Jawa Barat, memicu ledakan dan menyebabkan 13 orang meninggal dunia, termasuk warga sipil, pada Senin (12/6) pagi. Imparsial menyebut peristiwa itu merupakan kelalaian TNI.
“Ini sudah jelas tidak sesuai SOP (standar operasional prosedur) ini, karena orang sampai meninggal dunia. Itu mestinya kan mesti dihindari,” jelas Wakil Direktur Imparsial Hussein Ahmad, kepada Validnews, Selasa (13/5).
Hussein mengatakan, peristiwa seperti itu tidak akan terjadi karena seharusnya dalam radius peledakan tidak boleh ada aktivitas warga, atau mestinya diperhitungkan jika ada ledakan susulan.
“Mestinya kan bisa diprediksi, mestinya kan area di sekitar situ itu clear, sampai kemudian dalam jangka waktu tertentu, sehingga secara rasional dia tidak mungkin meledak. Tapi kan ini rasanya tidak, meskipun kita masih menunggu investigasi,” ujarnya.
Ia mengatakan hal ini semua seharusnya kalau dilakukan secara profesional tidak akan terjadi. Namun, Imparsial justru melihat bahwa TNI ini mulai jauh dari kata profesional.
Ketidakprofesionalan TNI, menurutnya, disebabkan karena TNI terus-menerus ditarik-tarik untuk tugas-tugas di luar tugas-tugas pokoknya. Misalnya, mengurus program Makan Bergizi Gratis, penjagaan kantor kejaksaan, menjaga proyek strategis nasional, dan urus swasembada pangan.
“Jadi karena TNI terlalu sering ditarik ke dalam urusan-urusan sipil, maka tugas-tugas militernya menjadi lalai,” jelasnya.
Hussein menegaskan, permasalahan ini ini tidak boleh dipandang hanya sesuai prosedur atau tidak sesuai prosedur, tetapi harus dipahami keahlian TNI berkurang karena kerap mengerjakan tugas-tugas yang bukan tugas pokoknya.
Peristiwa ledakan ini, kata Hussein, harus ada yang bertanggung jawab. Ia meminta untuk mencari tahu unsur kelalaian itu terletak pada siapa.
“Dalam konteks militer itu ada pertanggung jawaban komando. Pertanggung jawaban komandonya itu mesti dicari. Sampai mana level ini bertanggung jawab. Misalnya, apakah ada komandan yang pada level tertentu, seharusnya mengawasi menjadi tidak mengawasi,” paparnya.
Selain itu, pemerintah untuk menanggung segala kerugian yang timbul akibat kelalaian ini, termasuk bagi keberlangsungan kehidupan keluarga korban yang meninggal dunia.
“Terhadap yang menjadi korban, terutama masyarakat sipil, Imparsial turut berduka cita. Karena menjadi korban sebetulnya tidak perlu dalam tugas-tugas TNI,” pungkas Hussein.