14 November 2022
19:44 WIB
Penulis: Gisesya Ranggawari
Editor: Nofanolo Zagoto
JAKARTA - Pengurus Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Apik Indonesia, Asnifriyanti Damanik, mengusulkan agar diksi 'perkosaan' di dalam Pasal 475 ayat (1) Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) diperluas maknanya.
Hukuman yang diatur dalam RKUHP masih mengacu pada perbuatan kekerasan atau ancaman seksual secara fisik. Pahadal, menurutnya, kekerasan seksual dalam bentuk psikis juga perlu dimasukkan ke dalam tindakan pidana.
"Kami usulkan nanti ditambahkan di ayat 1 itu yaitu kekerasan fisik, kekerasan psikis, atau ancaman kekerasan fisik atau psikis atau ancaman lain yang merugikan korban," ujar Asnifriyanti dalam rapat bersama Komisi III DPR RI, Senin (14/11) di Gedung DPR, Senayan, Jakarta seperti dilansir Antara.
Ia menjelaskan, dengan adanya perluasan makna diksi 'perkosaan' ini diharapkan bahwa kekerasan atau ancaman kekerasan seksual atau pemerkosaan tidak hanya dimaknai dengan perbuatan fisik semata.
Menurut dia, jika kekerasan itu hanya dimaknai dengan perbuatan fisik saja maka akan menyulitkan korban-korban yang mengalami kekerasan psikis untuk melapor ke polisi.
Asnifriyanti juga mengusulkan agar Pasal 475 ayat (3) lebih diperinci. Pasalnya, ada bunyi aturan yang serupa pada UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual terhadap makna persetubuhan dan penetrasi seksual.
"Usulannya ditambahkan dengan aturan yang menyalahgunakan wewenang dan jabatan atau kerentanan serta memaksa. Jadi hanya ada penambahan saja," jelas Asnifriyanti.
LBH Apik Indonesia juga menyoroti tentang klausul perzinahan yang diatur dalam 413 RKUHP. Asnifriyanti mengusulkan agar definisi perzinahan tak diubah, agar tidak melebar kemana-mana di luar persoalan pasangan pernikahan.
"Adanya ikatan perkawinan dari salah satu pasangan yang melakukan persetubuhan tersebut ada korban di sana, di mana pasangan yang terikat perkawinan itu suami atau istrinya. Jadi tidak melebar kepada yang lain," tutur Asnifriyanti