c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

NASIONAL

08 April 2023

18:00 WIB

Kurang Tangkas Mengatasi Impor Pakaian Bekas

Impor pakaian bekas sudah dilarang sejak 2015. Kesungguhan jadi pertanyaan pada pemerintah untuk mengatasinya.

Penulis: Aldiansyah Nurrahman

Editor: Leo Wisnu Susapto

Kurang Tangkas Mengatasi Impor Pakaian Bekas
Kurang Tangkas Mengatasi Impor Pakaian Bekas
Petugas Bea Cukai memeriksa barang bukti pakaian bekas impor ilegal di Tempat Penimbunan Pabean (TPP) Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Selasa (28/3/2023). Antara Foto/Fakhri Hermansyah

JAKARTA – Saat menghadiri agenda pemusnahan barang bukti baju bekas impor ilegal, Menteri Perdagangan (Mendag), Zulkifli Hasan tegas menguraikan, baju bekas yang dibakar kali ini merupakan hasil tangkapan impor ilegal yang masuk lewat jalur laut. Menurut Mendag, penyelundupan lewat jalur laut ini harus segera ditutup. 

Mendag berharap jika hulu ditutup, bisa juga memperbaiki sisi hilir atau penjualan kepada konsumen.

"Kalau yang hulu berhenti, yang ilegal berhenti, kan gak ada juga (peredaran di hilir)," ungkap Mendag Zulkifli di Tempat Penimbunan Pebaean (TPP) Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Cikarang, Kabupaten Bekasi, Selasa (28/3).

Dalam agenda itu, tak kurang 7.363 bal pakaian bekas hasil penindakan yang dilakukan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan dan Bareskrim Polri dimusnahkan. Pakaian-pakaian itu didapat dari sejumlah gudang-gudang penjualan domestik di berbagai titik.

Mendag Zulkifli menerangkan langkah ini jadi tindak lanjut dari arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal larangan impor pakaian bekas.

"Kita beberapa kali (menindak) di Pekanbaru, di Jawa Timur, hari ini puncaknya ini, 7.000 lebih, nilainya hampir Rp85 miliar," kata dia di Tempat Penimbunan Pebaean (TPP) Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Cikarang, Kabupaten Bekasi, Selasa (28/3).

Sebelumnya, tindakan pemusnahan itu, tak sesignifikan ini. Padahal, larangan impor pakaian bekas, bukan hanya karena kecaman Presiden Joko Widodo.  

Pelarangan itu sudah diterapkan sejak 2015 melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 51 Tahun 2015 tentang Larangan Impor Pakaian Bekas. 

Selanjutnya, aturan itu diperbarui dengan Permendag Nomor 40 Tahun 2022 tentang Perubahan Athttps://cdn.visiteliti.com/infographics/2023-04/09/llst3GBueeUYIhX3G75Y_1680979551.jpgas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor.

Ancaman sanksi dari larangan itu tertuang dalam UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. Ada ancaman pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau pidana denda paling banyak lima miliar rupiah. Serius, bukan.

Angka Impor Pakaian Bekas
Impor pakaian bekas tetap terhitung besar. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) impor pakaian bekas Indonesia mencapai 26,22 ton dengan nilai US$272.146 pada 2022. Jumlah tersebut meningkat 230,4% dibandingkan 2021 yang sebanyak 7,94 ton dengan nilai US$44.136.

Selanjutnya, pada 2020, barang dengan kode HS 63090000 tersebut mencatatkan impor sebanyak 65,91 ton dan nilai US$493.983. Sementara itu, pada 2019 mencatatkan impor terbanyak dengan volume 417,73 ton dan nilai US$6,08 juta pada 2019.

Mengutip Indonesiabaik, Kamis (6/4), volume dan nilai impor pakaian bekas ke Indonesia sempat memuncak pada 2019. Namun, angkanya turun drastis pada 2020 seiring dengan munculnya pandemi covid-19. Sejak saat itu impornya pun relatif rendah.

“Nilai impor pakaian bekas pakai dari tahun 2010-2022, secara umum nilai impor pakaian bekas pakai setiap tahunnya masih dibawah Rp100 miliar,” jelas Direktur Statistik Distribusi BPS Efliza, kepada Validnews, Rabu (5/4).

Efliza menjelaskan data impor yang dirilis BPS ini merupakan data impor legal yang sumber datanya diperoleh secara resmi dari Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC). 

Barang ini merupakan barang individu yang dikirim melalui jasa pengiriman angkutan udara, milik WNI yang pulang atau WNA yang akan tinggal ke atau di Indonesia, dan tentu bukan barang baru.

Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa Sastraatmadja mengolah data pakaian bekas impor dari Trademaps pada 2022. Di catatan itu disebutkan impor dari Malaysia, Thailand, Korea, China, Taiwan, dan Jepang totalnya mencapai 25.808 ton. 

"Kalau dilihat dari data yang dikumpulkan Trademaps 2022, itu paling banyak dari Malaysia," katanya, dalam konferensi pers di Hotel Mercure Gatot Subroto, Jakarta, Jumat (31/3).

Jemmy mengatakan, Malaysia konsisten berada di posisi tertinggi dalam catatan ekspor pakaian bekas ke Indonesia selama tiga tahun terakhir. Pada 2020, Malaysia mengekspor sebanyak 22.842 ton, Kemudian 25.323 ton pada 2021, dan 24.544 ton pada 2022.

Data Trademaps tersebut jika dibandingkan data pakaian bekas dari BPS begitu timpang. Impor pakaian bekas dari Malaysia pada 2020 hanya 1,98 ton, sedangkan pada 2021 sebanyak 0,60 ton dan 2022 sebanyak 1,65 ton.

Namun, dari ketimpangan itu, akhirnya API mengetahui bahwa pakaian bekas ilegal atau yang diselundupkan yang masuk ke Indonesia, jumlahnya juga besar.

Caranya, data Trademaps dikurangi dengan data BPS yang notabene adalah data pakaian impor legal atau bukan selundupan.

Hasilnya, diketahui pakaian bekas impor ilegal yang masuk ke Indonesia dari Malaysia di 2020 mencapai 22.840,02 ton. Lalu pada 2021 sebesar 25.322,40 ton, kemudian pada 2022 adalah 24.542,35 ton. 

Jika ditotal, tiga tahun terakhir pakaian bekas yang diselundupkan dari Malaysia mencapai 72.704,77 ton.

Sementara data Trademaps untuk lima negara lainnya di 2022, Korea 588 ton, lalu China 358 ton, Taiwan 188 ton, Jepang 92 ton, serta Thailand 38 ton. Selanjutnya, untuk data BPS pada tahun yang sama, Korea 23 kilogram (kg), lalu China 169 kg, Taiwan tidak ada, Jepang 12 ton, serta Thailand 93 kg.

Dengan memakai pola perhitungan Trademaps dikurangi BPS, di 2022 data pakaian bekas impor ilegal dari lima negara itu, didapati Korea 587,98 ton, China 357,83 ton, Taiwan 188 ton, Jepang 80 ton, dan Thailand 37,91 ton. 

Total dari kelimanya mencapai 1.251,72 ton. Bila data kelima negara ini ditambah dengan Malaysia menjadi 25.794,07 ton pakaian bekas impor ilegal.

Plt Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kemendag, Moga Simatupang mengatakan, pihaknya sudah menyoroti hal ini. 

“Kita kolaborasi tetap ya dengan aparat penegak hukum, tentunya secara insentif terhadap barang-barang pakaian bekas yang sudah jelas dalam regulasinya dilarang,” jelasnya, Senin (3/4).

Dia menjelaskan, kini para pedagang pengecer di pasar masih diizinkan untuk berdagang pakaian bekas impor ilegal yang sudah terlanjur dibeli untuk dijual. Fokus utamanya kini adalah mengatasi importasinya.

Sementara itu, Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa DJBC, Nirwala Dwi Heryanto mengatakan, penyelundupan pakaian bekas masih terjadi hingga saat ini disebabkan besarnya pangsa pasar yang ada di Indonesia. 

Selain itu, barang yang diselundupkan menawarkan harga yang sangat murah sehingga menjadi daya tarik masyarakat.  

Lalu, tren thrifting semakin masif di media sosial. Kemudian, komoditi ini bukan barang larangan untuk diekspor di negara pengekspor. Masih banyak juga masyarakat yang kurang peduli akan larangan importasi pakaian bekas, serta dampaknya untuk kesehatan.

Aktivitas Penyelundupan
Luasnya Indonesia dengan garis pantai dari barat ke timur serta perbatasan darat Indonesia yang lekat dengan negara tetangga juga menjadi tantangan pengawasan bagi DJBC.

“Secara langsung maupun tidak langsung faktor-faktor tersebut menjadi kendala bagi Bea Cukai dalam mengoptimalkan fungsi pengawasan. Dapat kami sampaikan juga dalam menjalankan upaya pencegahan penyelundupan ini tidak jarang menghadapi resistensi yang kuat dari masyarakat. Banyak juga Pelabuhan tikus yang tidak diawasi, sehingga perlu kerja sama dan kolaborasi dengan pihak-pihak terkait,” jelasnya, Selasa (4/4).

Dalam beberapa kesempatan, Bea Cukai menjelaskan modus importasi pakaian bekas ilegal masuk ke Indonesia. Seperti dari pelabuhan utama dari titik pengawasan Bea Cukai dari Priok, Tanjung Perak, Tanjung Emas, Belawan, Cikarang dengan modus undeclared atau misdeclared, pakaian diselipkan di antara barang yang tak dilarang. 

Mereka memanipulasi data angkutan barang saat masuk melalui pelabuhan besar seperti Pelabuhan Tanjung Priok.

Selain itu, pakaian bekas juga bisa masuk melalui pelabuhan tidak resmi. Titik risiko yang selalu Bea Cukai mitigasi adalah dari sisi pesisir timur Sumatra, Batam dan Kepulauan Riau, yang didominasi landing spot yang menggunakan pelabuhan tidak resmi.

Importir ilegal ini menggunakan modus angkut terus atau angkut lanjut dari luar negeri tujuan Timor Leste. Pakaian itu kemudian dimasukkan lewat perbatasan darat atau laut ke beberapa lokasi di sekitar Bali dan Nusa Tenggara, untuk selanjutnya dikirim ke wilayah pemasaran lain di Sulawesi, Jawa Timur, dan lainnya. 

Baju bekas impor masuk ke Indonesia sebagai barang pelintas batas, barang bawaan penumpang, barang kiriman, dan modus serupa lainnya.

Sejak 2022 sampai Februari 2023, Bea Cukai telah mengamankan atau menyita 7.877 bal impor baju bekas. Rinciannya, 234 kasus sepanjang 2022 dengan total mencapai 6.177 bal. Selanjutnya, Januari–Februari 2023, telah menindak 44 kasus yang terdiri atas 1.700 bal.

Agar pakaian bekas ilegal ini tak lagi masuk ke Indonesia, Nirwala mengatakan, Bea Cukai terus memperkuat fungsi pengawasan. Serta, menutup celah-celah yang dapat digunakan untuk penyelundupan, baik di pelabuhan utama maupun di area pesisir dan perbatasan.

Di area pelabuhan utama, langkah strategis yang dilakukan. Seperti, peningkatan kualitas pemeriksaan fisik; peningkatan penelitian dokumen; peningkatan pengawasan (penguatan kegiatan analisa, dan lainnya); serta penerapan monev impor secara berkala.

Sementara itu, di area pesisir dan perbatasan, langkah strategis yang dilakukan di antaranya optimalisasi penggunaan armada pengawasan. Kemudian, peningkatan kegiatan pengumpulan informasi, survei pasar, data crawling serta kegiatan lain yang sasarannya adalah peningkatan kegiatan penegakan hukum. Juga, pelaksanaan sinergi operasi dengan aparat penegakan hukum terkait; serta monev berkelanjutan.

Dia mengatakan, perlu sinergi dan koordinasi antar berbagai instansi terkait untuk menyelesaikan permasalahan ini dari hulu ke hilir. Mulai dari aspek regulasi dan sosialisasi di Kemendag, pengawasan di daerah perbatasan oleh Bea Cukai, Polri, dan TNI.

“Serta pemeriksaan atas pakaian impor bekas yang dapat dilakukan sampai ke tingkat pengecer atau retailer oleh aparat penegak hukum terkait,” katanya.

Polisi juga bicara soal ini. Kasubdit I Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri, Kombes Yuldi Yusman menjelaskan kronologi masuknya barang hingga sampai ke tangan konsumen. 

Dia menjelaskan impor pakaian bekas yang sudah masuk ke pelabuhan-pelabuhan. Barang tersebut dibawa para importir pakai mobil truk atau wing menuju Jakarta. Di Jakarta sudah ada para penampungnya. Penampung ini seperti agen. Selanjutnya, dari agen ini kemudian dipasarkan kepada para pengecer.

“Nah pengecer-pengecer ini yang kemudian mereka jual kepada konsumen. Dia beli per bal, belinya satu bal itu macam-macam. Ada yang 500 potong, 1.000 potong satu bal. Tapi rata-rata 500 potong. Dia beli harganya bervariasi dari agen ini, ada yang enam juta rupiah, Rp10 juta, delapan juta rupiah untuk satu balnya,” tuturnya, Sabtu (1/4).

Yuldi menerangkan alasan pakaian bekas impor ini baru ‘meledak’ sekarang walau aturannya sudah ada sejak 2015. Dia mengamini sejak dulu, isu ini tidak menjadi atensi pemerintah.  

“Karena kita pikir juga enggak akan se-booming sekarang ini. Pak Mendag kemarin bilang, ya, mungkin dulu orang coba-coba. Karena masih banyak target operasi yang lain pada saat itu yang meresahkan, mengganggu perekonomian masyarakat, bukan pakaian bekas ini. Pakaian bekas ini kan setelah dirasakan lama-lama kok mengganggu pangsa pasar dalam negeri, UMKM kita ya,” paparnya.

Dari situ lah kemudian dirasakan mengganggu perekonomian dalam negeri, khususnya UMKM. Kondisi ini ‘memaksa’ pemerintah kemudian melakukan tindakan tegas.

Untuk itu, dia meminta agar tidak berpikir pelaku penyelundupan didiamkan. Pasalnya, masuknya barang lewat pelabuhan tikus itu sulit terdeteksi. Dia mencontohkan seperti di Riau. Di sana pelabuhan banyak, tidak memungkin semua diawasi. Jumlah pelabuhannya sampai ratusan.

“Pelabuhan tikus itu pintu masuk dari laut, dari perairan langsung ke darat. Itu hanya dengan seperti dia bikin pakai papan kayu saja dia itu bisa nyandarin kapal. Itu pelabuhan tikus. Terus kalau diturunin di tengah-tengah hutan itu siapa yang tahu? Pelabuhan tikus itu bukan pelabuhan yang kelihatan dengan kasat mata,” tegas Yuldi.

Dia memastikan, Polri telah melakukan penegakan hukum terkait impor pakaian bekas. Dari 17 TKP terakhir, yang tersebar pada tujuh wilayah Polda, berhasil menyita 9.288 bal pakaian bekas.

Untuk membasmi penyelundupan pakaian ini, Polri sudah melakukan perjanjian joint operation dengan dengan Bea Cukai. Polri bersama Bea Cukai turun ke lapangan melakukan kegiatan operasi penangkapan. Apabila ditemukan pakaian bekas akan ditindak.

Selain itu, di wilayah perbatasan, khususnya di Sumatra, ditingkatkan kegiatan operasional dengan Bea Cukai. Diharapkan hal itu dapat mencegah masuknya pakaian bekas.

Rute Masuk
Terkait hal ini, Kepala Badan Keamanan Laut (Bakamla) Laksdya TNI Aan Kurnia menjelaskan dalam menjaga perairan Bakamla menggelar patroli (mandiri dan bersama) pada wilayah tertentu sesuai skala prioritas.

“Bakamla dapat juga melakukan patroli khusus terkait isu tertentu. Selain patroli, Bakamla juga membuat gambaran situasi maritim dengan integrasi sistem informasi sehingga aparat dapat tahu situasi umum,” ungkap Aan pada Rabu (5/4)

Bakamla, lanjut Aan, menganalisis secara detail rute masuknya penyelundupan pakaian ini. Analisis itu menjadi acuan Bakamla dalam menentukan prioritas daerah rawan dan pelaksanaan patroli. Walau begitu, Aan tidak menyebutkan rute mana yang dimaksudnya.

Pada kesempatan lain, Jumat (31/3), Aan menyampaikan permasalahan di laut bukan hanya masalah pakaian bekas saja. Hal ini menjadi perhatian Bakamla untuk mengurangi pelanggaran-pelanggaran yang terjadi.

Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Laksma TNI Julius Widjojono mengatakan penyelundupan masih terjadi karena luasnya wilayah laut, serta banyak jalur tikus. 

Kondisi ini membutuhkan Kapal Perang Republik Indonesia (KRI) atau Kapal Angkatan Laut (KAL) yang banyak dan belum bisa dipenuhi di Indonesia.

Dia mengungkapkan, terkait impor pakaian bekas, TNI AL mengoptimalkan operasi intelijen dan Patroli KRI dan atau KAL di pelabuhan-pelabuhan tikus. Model operasi TNI AL juga diubah. Meski begitu, Julius tidak banyak buka suara mengenai strategi pemberantasan dari TNI AL lebih rinci dengan alasan kerahasiaan.

“Hal ini tidak bisa dijelaskan, konsep strateginya tidak bisa dijelaskan karena rahasia agar optimal hasilnya,” papar dia, Rabu (5/4).

Kelemahan
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengamati perlakukan terhadap impor pakaian bekas. Menurutnya, pengamanan di pelabuhan dan perbatasan sangat lemah meski aturan sudah lama ada.

Peristiwa ini menunjukkan adanya pembiaran. Bukan hanya terhadap pakaian bekas saja, tapi juga barang ilegal lain yang dapat mematikan UMKM dan industri lokal. 

“Bahkan dengan kemunculannya marketplace, platform e-commerce juga banyak masuk lewat situ. Jadi seolah pemerintah selama ini tutup mata,” ujar Bhima, Kamis (30/3).

Satu hal yang paling penting, menurut dia, adalah bagaimana mengawasi oknum-oknum di aparat penegak hukum itu. Oleh karena itu, mereka tidak menerima gratifikasi yang akhirnya meloloskan barang-barang ilegal.

Kejadian ini, diamatinya, ada hubungannya dengan pengawasan yang lemah di Bea Cukai. Apa yang menjadi polemik di DPR soal pengawasan Bea Cukai, adalah sinyal lemahnya pengawasan itu, menurut Bhima. 

Untuk mengatasi penyelundupan pakaian bekas ini, perlu peran masyarakat sebagai sumber informasi apabila ada perilaku atau aktivitas barang ilegal yang mencurigakan. 

Selanjutnya, sanksi pidana ke importir perlu diberikan secara maksimal, bukan hanya pemusnahan atau penyitaan barang. Selam ini masih ada sanksi denda dan pencabutan izin.

Alasan Bea Cukai sulit mendeteksi pakaian bekas impor ilegal karena diselipkan dengan barang yang tak dilarang, menurutnya, perlu dijawab dengan peningkatan inspeksi ketat. 

Selain itu, perlu bekerja sama dengan otoritas negara yang pakaiannya masuk ke Indonesia. Pasalnya, pakaian bekas impor ini ada yang sebetulnya diperuntukan untuk donasi, tapi malah dijual di Indonesia.

Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia Mahendra Rianto mengatakan senada. Impor pakaian bekas merupakan masalah klasik. Sumber penyelundupan itu pun sebenarnya sudah jadi rahasia umum. Hanya masalahnya mau atau tidak menindaknya.

“Kita tahu mereka kumpulnya dulu di Singapura. Jadi dikumpul dulu di Singapura, setelah itu baru dikirim ke Indonesia. Barang itu tidak masuk dari negara asal langsung ke Indonesia. Tapi dikonsolidasi di Singapura,” jelasnya, Jumat (31/3).

Dia menyebut alur lintasan penyelundupan bisa diketahui dengan GPS. Hal ini pernah dilakukan seseorang di Singapura yang memasang GPS di telapak sol sepatunya. Sepatu itu seharusnya didaur ulang untuk donasi di Singapura. Akan tetapi, ternyata setelah dipantau dengan GPS, diketahui sepatu itu masuk ke toko Indonesia untuk dijual lagi.

Cara serupa bisa diterapkan di pakaian bekas impor untuk mengetahui rute penyelundupan. Untuk itu, Indonesia bisa bekerja sama dengan LSM yang bergerak di lingkungan hidup di Singapura untuk memasang GPS di pakaian bekas impor.

Sementara, untuk masalah impor pakaian bekas ilegal yang diselipkan dengan barang yang legal, bisa dengan menerapkan X-Ray sebesar kontainer di pelabuhan. Seingat Mahendra, Pelabuhan Tanjung Priuk sudah menerapkannya.

Kritikan senada juga diutarakan pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi. Dia mengatakan, penyelundupan pakaian bekas sampai ribuan ton per tahun tidak mungkin hanya masuk dari jalan tikus, pasti dari pelabuhan besar juga. 

Selain itu, dia menduga ada oknum penegak hukum yang perlu ditertibkan.


“Ada pembiaran, ada juga mungkin dugaan transaksional. Itu yang harus diberesin,” jelasnya, Rabu (5/4).

Pengawasan dari para aparat, dinilai Khairul, juga tak efektif. Pasalnya, modus importir ini masuk ke perairan Indonesia, menggunakan kapal besar yang melakukan lego jangkar di tengah laut. 

Dari situ, bongkar muat pakaian bekas impor ilegal dilakukan untuk kemudian dipindahkan ke kapal-kapal kecil atau kapal nelayan. Nah, bongkar muat ini perlu waktu yang tidak sedikit, tapi sayangnya aparat tidak bisa menindaknya. Artinya, pengawasannya tak efektif.

Di kacamatanya, penyebab tak efektifnya pengawasan adalah koordinasi lintas sektor yang buruk. Ego sektoral masih kuat di dalam urusan pengamanan laut. 

Dia mengkritik patrol berbagai pihak yang kerap jalan sendiri-sendiri. Padahal jika terintegrasi, kapal dari Bakamla, TNI AL, Polairud, KPLP, Bea Cukai, Kementerian Kelautan dan Perikanan akan banyak dan mampu menjaga perairan lebih baik. 


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar