02 Mei 2024
12:35 WIB
KSP: Hardiknas Jadi Momentum Percepatan Sertifikasi Guru
Dari 3 juta guru, baru 1,34 juta guru (44,9%) yang telah tersertifikasi. Jika pendapatan guru didapat dari gaji dan tunjangan berdasarkan sertifikasi, artinya lebih dari satu juta guru belum sejahtera
Ilustrasi. Seorang guru mengajarkan siswa saat kegiatan belajar mengajar di SD Negeri Ragunan 08, Jakarta, Selasa (2/4/2024). ValidNewsID/Darryl Ramadhan
JAKARTA - Deputi II Kepala Staf Kepresidenan Abetnego Tarigan berharap peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) ke-65 yang jatuh pada 2 Mei 2024 ini, menjadi momentum dalam percepatan sertifikasi guru. Menurut Abetnego, sertifikasi guru merupakan salah satu upaya dalam memenuhi jaminan kebutuhan bagi guru yang berperan strategis dalam menciptakan ekosistem belajar yang inklusif dan aman.
"Percepatan sertifikasi guru menjadi keniscayaan agar guru memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial," kata Abetnego dalam keterangan diterima di Jakarta, Kamis (2/5).
Abetnego memaparkan, saat ini, dari 3 juta guru di Indonesia, baru 1,34 juta guru yang telah tersertifikasi atau sekitar 44,9%. Jika pendapatan guru diperoleh dari gaji dan tunjangan profesi berdasarkan sertifikasi, artinya masih terdapat lebih dari satu juta guru yang belum sejahtera.
Selain itu, banyak guru yang masih harus mencari tambahan penghasilan lain untuk memenuhi kebutuhan hidup. Bahkan tak sedikit yang terjerat pinjaman online (pinjol) ilegal.
"Jangan ada lagi cerita guru harus nyambi jadi buruh tani atau kurir barang setelah jam sekolah selesai, bahkan cerita guru yang terjerat pinjol," tuturnya.
Abetnego menyampaikan, Kantor Staf Presiden mendukung upaya Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek) yang tengah menyiapkan skema baru untuk percepatan sertifikasi guru.
Dengan skema baru tersebut, ada beberapa penyesuaian bagi guru dan calon guru yang mengikuti Pendidikan Profesi Guru (PPG), khususnya dalam proses rekrutmen, pembelajaran, dan seleksi. Dalam proses rekrutmen, sambung Abetnego, pemerintah melakukan pembaruan data guru dalam jabatan (daljab) yang memuat pendidikan dan pengalaman mengajar guru secara lebih akurat.
Sementara dalam pembelajaran, nantinya ada penyesuaian terkait pelaksanaan secara hybrid atau bauran, masa tempuh, dan satuan kredit bagi guru-guru dengan kondisi tertentu. "Dalam seleksi penerimaan juga ada penyesuaian yang memudahkan guru daljab (dalam jabatan) dalam mengikuti uji kompetensi yang dilakukan Kemdikbudristek," tambahnya.
Ia meyakini, perubahan skema PPG yang saat ini sedang digodok dalam Rancangan Peraturan Mendikbudritek tersebut, menjadi lompatan untuk mengurai kebuntuan dalam penyelenggaraan sertifikasi sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang (UU) No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Dengan adanya skema baru ini, KSP berharap target minimal 800.000 guru tersertifikasi dapat tercapai tahun ini sebagai salah satu ikhtiar pembenahan pendidikan yang berkualitas.
Guru honorer mengajar siswa di SDN 2 Sukamanah, Lebak, Banten, Kamis (1/12/2022). Antara Foto/Muhamm ad Bagus Khoirunas
Guru Pra Sejahtera
Sebelumnya, Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda menilai peningkatan kesejahteraan guru di Tanah Air harus menjadi perhatian bersama dari seluruh pemangku kepentingan di dunia pendidikan.
“Dalam pandangan kami, perubahan kurikulum, perbaikan sarana prasarana sekolah, hingga pergantian seragam siswa, tidak akan banyak berarti jika guru tidak disejahterakan,” kata Huda.
Menurut dia, pada dasarnya kunci utama dalam memperbaiki sistem pendidikan di Indonesia adalah dengan menyelesaikan persoalan mengenai banyaknya guru yang belum sejahtera. Ketidaksejahteraan guru itu, kata dia, antara lain tampak dari data Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Sebelumnya OJK mencatat kelompok masyarakat yang paling banyak terjerat pinjaman online (pinjol) ilegal adalah guru atau sebanyak 42%. Angka tersebut melebihi jumlah korban lainnya, seperti orang yang terkena PHK (21%), ibu rumah tangga (18%), karyawan (9%), dan pelajar (3%).
Menurut OJK, salah satu penyebab guru terjebak pinjol ilegal adalah karena penghasilan mereka yang tergolong rendah, sedangkan banyak kebutuhan yang harus dipenuhi oleh para pahlawan tanpa tanda jasa itu. Selain itu, lanjut dia, rendahnya literasi keuangan juga turut memengaruhi keputusan untuk mengambil layanan pinjol ilegal.
Lebih lanjut Huda menilai banyaknya guru yang terjerat pinjol itu berpotensi memengaruhi kualitas pendidikan di Tanah Air. Ia memandang guru akan sulit menghadirkan kemajuan pendidikan Indonesia, apabila mereka masih dihadapkan pada kesulitan dalam mencukupi kebutuhan sehari-hari.
"Kondisi ini hampir bisa dipastikan berkorelasi pada kualitas pembelajaran karena fokus tenaga pendidik akan terpecah, dimana satu sisi harus mengajar dan di sisi lain harus berupaya memenuhi kebutuhan dasar,” ujar Huda.
Dengan demikian ia berharap semua pemangku kepentingan di dunia pendidikan dapat menjadikan persoalan kesejahteraan guru sebagai perhatian bersama.