09 Agustus 2024
10:36 WIB
KRIS Berlaku Iuran Peserta Kelas III Tak Naik
Iuran peserta kelas III tetap, namun kelas I dan II yang bakal naik.
Editor: Leo Wisnu Susapto
Petugas melayani kepesertaan warga saat pelayanan BPJS Kesehatan Keliling di Bandung, Jawa Barat, Ju mat (26/7/2024). Antara Foto/Novrian Arbi.
JAKARTA - Direktur Utama (Dirut) BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti menyampaikan, penerapan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) yang menggantikan kelas BPJS Kesehatan, berpotensi tidak menimbulkan kenaikan biaya iuran terhadap peserta di kelas III.
"Kalau Kelas III enggak akan naik. Kelas III itu kan, mohon maaf, umumnya PBI (Penerima Bantuan Iuran). Kenapa PBI? Karena tidak mampu," kata Dirut BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti usai menghadiri kegiatan Penyerahan Penghargaan UHC Awards 2024 di Jakarta, Kamis (8/8) dikutip dari Antara.
Berikutnya, Ghufron menyampaikan, kenaikan iuran berpotensi terjadi pada peserta di kelas I dan II. "Bisa naik. Saat ini, sudah waktunya juga naik.”
Meskipun begitu, Ghufron tidak menyebutkan nominal kenaikan iuran yang dimaksud dan waktu penerapannya. “Tergantung pemerintah dan banyak pihak,” ucap dia.
Sebelumnya, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah menyatakan bersama-sama BPJS Kesehatan, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), sedang mengkaji besaran iuran program KRIS yang tidak memberatkan masyarakat.
"Iuran terus terang sedang dalam kajian dari Kementerian Keuangan, DJSN, BPJS Kesehatan, dan Kemenkes, untuk nanti menentukan berapa yang paling pas, yang bisa diterima oleh masyarakat, yang paling adil untuk masyarakat, dan tidak memberatkan masyarakat," kata Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Dante Saksono Harbuwono.
Sementara itu, Ketua DJSN Agus Suprapto mengharapkan iuran peserta KRIS segera ditetapkan, tidak perlu menunggu hingga batas paling lambat penerapan KRIS, yakni pada 1 Juli 2025.
"Harapannya nanti ada penetapan tarif dan iuran ini bisa dilaksanakan segera. Dan saya kira walaupun tanggalnya 1 Juli 2025 akan lebih cepat lebih baik," ujarnya.
Menurut Agus, penetapan iuran harus segera dilakukan mengingat rumah sakit juga perlu melakukan penyesuaian aturan.
Pelaksanaan KRIS merupakan amanat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Tujuannya, untuk memberikan fasilitas dan pelayanan kesehatan yang setara bagi peserta BPJS Kesehatan.
Dirut BPJS Kesehatan mencatat, kepesertaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) mencapai 98,19%. Pencapaian itu menurut Dirut BPJS Kesehatan sejalan dengan pemenuhan target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2020-2024 untuk kepesertaan JKN sebesar 98%.
"Per 1 Agustus 2024 jumlah peserta JKN telah mencapai 276.520.647 jiwa, atau setara dengan 98,19% dari total penduduk Indonesia,” ujar dia.
Dia melanjutkan, per 1 Agustus 2024 BPJS Kesehatan bekerja sama dengan 23.205 Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dan 3.129 Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL).
Selain itu, untuk menjangkau daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T), BPJS Kesehatan juga memberikan pelayanan bagi masyarakat di daerah yang belum tersedia fasilitas kesehatan memenuhi syarat (DBTFMS).
Program JKN juga terus menunjukkan peningkatan baik dari segi jumlah peserta maupun pengelolaan dana. Pada 2014, BPJS Kesehatan menerima iuran sebesar Rp40,7 triliun, dan angka ini melonjak drastis menjadi Rp151,7 triliun pada 2023.