21 Oktober 2024
17:46 WIB
KPPPA: Masih Banyak Sekolah Dan Pesantren Belum Ramah Anak
Berdasarkan data Simfoni PPPA hingga Oktober 2024, jumlah kasus kekerasan terhadap anak yang terjadi di sekolah mencapai 1.099 kasus, dengan jumlah korban mencapai 1.420 anak
Penulis: Oktarina Paramitha Sandy
Editor: Nofanolo Zagoto
Siswa SDN 145 Inpres Pampangan melakukan senam kreasi saat mencanangkan program Sekolah Ramah Anak. AntaraFoto/Abriawan Abhe
JAKARTA - Deputi Perlindungan Khusus Anak KPPPA, Nahar mengungkapkan, masih banyak lembaga pendidikan di Indonesia yang belum menerapkan kebijakan sekolah ramah anak dan pesantren ramah anak.
Menurutnya, kasus kekerasan yang masih marak terjadi di sekolah dan lembaga pendidikan keagamaan menandakan masih banyak sekolah yang belum menerapkan kebijakan sekolah ramah anak dan pesantren ramah anak.
Berdasarkan data Simfoni PPPA hingga Oktober 2024 ini, jumlah kasus kekerasan terhadap anak yang terjadi di sekolah mencapai 1.099 kasus, dengan jumlah korban mencapai 1.420 anak.
“Kalau kita melihat data yang ada, ini artinya kebijakan ini masih belum diterapkan, padahal pemahaman soal kekerasan itu harus ditanamkan sejak anak-anak masa pengenalan sekolah, dan menghapuskan senioritas diantara para siswa,” kata Nahar.
Nahar menjelaskan, dalam menerapkan kebijakan ini, lembaga pendidikan hendaknya mengedepankan pendekatan pengasuhan yang berfokus pada hak-hak anak. Dengan demikian, guru dan pengasuh akan menekankan pada pengembangan keterampilan sosial, emosional, dan perilaku anak secara positif.
Untuk mendukung penerapan kebijakan ini, ada baiknya lembaga pendidikan mulai menerapkan kebijakan disiplin positif dan menghindari penggunaan hukuman kekerasan fisik.
Dalam proses pembelajaran pun, sangat penting untuk mengajarkan anak tentang hak-hak mereka dan pentingnya menghargai hak orang lain. Guru dan pengasuh di pondok harus mengajarkan bahwa setiap manusia memiliki derajat yang sama, sehingga orang tidak ada orang yang lebih lemah ataupun lebih kuat.
“Anak itu kan selalu melihat dan meniru apa yang selalu dilakukan oleh orang dewasa disekitarnya, jadi kalau guru saja bisa melakukan kekerasan dalam memberikan hukuman, maka mereka akan berpikir mereka juga bisa melakukan hal itu,” kata Nahar.
Pihaknya akan segera meminta Kemendikbud dan Kemenag untuk melakukan evaluasi terhadap sekolah, madrasah, dan pondok pesantren di Indonesia terkait penerapan kebijakan tersebut.
KPPPA juga meminta agar Kemendikbud dan Kemenag bisa menerapkan hukuman tegas jika masih ditemukan sekolah yang belum menerapkan kebijakan tersebut.
“Jangan cuma disosialisasikan saja, tapi harus benar-benar kebijakan ini diberlakukan demi kebaikan terbaik bagi anak,” kata Nahar.