16 Juni 2025
15:09 WIB
KPK Beberkan Peluang Kecurangan SPMB 2025
Peluang kecurangan SPMB 2025 mulai dari suap, pemerasan, dan gratifikasi berkaca pada PPDB 2024.
Penulis: James Fernando
Editor: Leo Wisnu Susapto
Proses PPDB 2024 yang tahun 2025 diganti menjadi SPMB. Antara Foto/Maulana Surya.
JAKARTA - Komisi Pemeberantasan Korupsi (KPK) membeberkan celah untuk melakukan praktik curang dalam pelaksanaan program Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB). Proses ini rentan suap, pemerasan dan gratifikasi karena kurang transparansi kuota dan persyaratan dalam sistem ini.
“Ada juga potensi penyalahgunaan jalur masuk peserta didik yang tidak sesuai (prestasi, afirmasi, perpindahan orang tua, dan zonasi/domisili,” urai Budi, di Jakarta, Senin (16/5).
Budi menyebut, pada jalur zonasi atau domisili, sering terjadi pemalsuan dokumen Kartu Keluarga (KK) dan perpindahan tempat tinggal sementara.
Baca juga: KPK Desak Pemda Cegah Pungli SPMB 2025
Selain itu, jalur afirmasi, Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) masih banyak yang tak sesuai dan proses PPDB. Oleh karena itu, banyak siswa dari kalangan menengah keatas masuk ke dalam data DTSEN.
Kemudian, KPK juga menemukan adanya masalah publikasi piagam-piagam palsu yang sering digunakan oleh para siswa agar bisa lolos melalui jalur prestasi. Lalu, prestasi tahfiz Quran hanya terbatas bagi pemeluk agama tertentu dan belum mengakomodir seluruh pemeluk agama.
Masalah lain yang kerap terjadi di sektor pendidikan lainnya yakni pemanfaatan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang kerap tak sesuai dengan peruntukan. Lalu, pertanggungjawaban dana BOS, seringkali disertai bukti.
"Variabel penentuan BOS berdasarkan jumlah siswa, berjenjang dari sekolah sampai meningkat ke Kementerian. Modus pelanggaran dana BOS antara kolaborasi antara pihak sekolah dan dinas terkait untuk mempermainkan jumlah siswa," tambah Budi.
Atas dasar itu, Budi menyatakan, KPK akan melakukan pencegahan korupsi secara optimal. Perlu mengikat komitmen seluruh pemangku kepentingan di sektor pendidikan, baik pemerintah daerah sebagai pemangku regulasi dan unsur pengawas, pihak sekolah sebagai pelaksana maupaun masyarakat sebagai pengguna layanan publik.
“Pada aspek regulasi, pentingnya kebijakan ataupun peraturan dalam rangka mencegah terjadinya pungli sektor pendidikan,” tandas Budi.