c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

NASIONAL

29 Desember 2021

12:52 WIB

KPAI Catat 12 Kasus Pelecehan Anak Di Sekolah Asrama

Pelecehan anak terbanyak di sekolah asrama keagamaan. KPAI saran Kemenag perbaiki sistem pengawasan.

Penulis: Oktarina Paramitha Sandy

Editor: Leo Wisnu Susapto

KPAI Catat 12 Kasus Pelecehan Anak Di Sekolah Asrama
KPAI Catat 12 Kasus Pelecehan Anak Di Sekolah Asrama
Ilustrasi pelecehan anak di sekolah asrama keagamaan. Ist

JAKARTA – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendata, sepanjang 2021 ada 18 kasus kekerasan seksual terhadap anak di lembaga pendidikan.

“12 kasus di antaranya terjadi di satuan pendidikan (sekolah) asrama yang ada di Kementerian Agama,” kata anggota KPAI, Retno Listyarti, Rabu (29/12).

Data tersebut dihimpun KPAI mulai dari Januari hingga Desember 2021. Kemudian, dari 18 kasus kekerasan seksual yang terjadi di lembaga pendidikan, empat kasus di sekolah di bawah Kemendikbudristek. 

Lalu, 14 kasus lainnya terjadi sekolah yang berada di bawah Kementerian Agama. 12 kasus di antaranya terjadi di sekolah berasrama keagamaan.

Retno menyebutkan, 55% pelakunya merupakan guru. Kemudian, 22,22% kepala sekolah atau pimpinan pondok pesantren. Kemudian, 11,11% pengasuh di sekolah berasrama, 5,56% tokoh agama, dan 5,56% lainnya adalah pembina asrama.

“Sangat memprihatinkan karena guru seharusnya menjadi pelindung bagi anak-anak di lembaga pendidikan, bukannya malah menjadi predator seksual,” kata dia.

KPAI juga mencatat, selama tahun 2021 ada 207 anak yang menjadi korban kekerasan seksual, dengan rincian 126 anak perempuan dan 71 anak laki-laki. Sementara itu, anak yang menjadi korban kekerasan seksual berusia mulai dari tiga tahun hingga 17 tahun

Retno mengatakan, para pelaku ini menggunakan berbagai modus untuk mengelabui dan membujuk korban. Mulai dari mengiming-imingi korban akan mendapat nilai bagus, memberikan sejumlah uang, bahkan ada juga pelaku yang minta dipijat korban lalu melecehkan korban saat sedang memijat.

“Kalau dibujuk tidak mempan ke korban, si pelaku biasanya akan memberikan ancaman dan memaksa korban untuk menuruti pelaku,” jelas Retno.

Melihat banyaknya kasus kekerasan yang terjadi pada lembaga pendidikan dibawah Kemenag, KPAI mendorong agar kementerian itu memiliki peraturan seperti Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan di Satuan Pendidikan. 

Aturan tersebut untuk memastikan adanya sistem pencegahan dan penanggulangan kekerasan seksual di lingkungan pendidikan beragama.

Kemenag juga harus mendorong perwakilannya di daerah untuk melakukan pembinaan dan pengawasan secara berkala terhadap sekolah, madrasah, dan pondok pesantren. Selain itu, sarana pengaduan kekerasan di satuan pendidikan harus diperbanyak untuk memudahkan korban dan saksi melaporkan kasus yang dialaminya.

Selain itu, KPAI juga meminta agar Kemendikbudristek dan Kementerian Agama untuk membangun sistem perlindungan berlapis terhadap peserta didik selama berada di lingkungan satuan pendidikan terutama pada sekolah berasrama. Peraturan itu juga harus disertai penanganan dan penindakan kepada para pelaku kekerasan di lingkungan pendidikan.

“Semua aturan pendukung ini harus disosialisasikan secara merata ke seluruh daerah, karena masih banyak sekolah yang tidak tau aturan pencegahan dan penanggulangan kekerasan seksual tersebut,” tutup Retno.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar