17 Maret 2025
11:05 WIB
Koruptor Lebih Takut Miskin Ketimbang Hukuman Mati
Komjak menilai koruptor takut miskin dan hartanya dirampas ketimbang hukuman mati.
Editor: Leo Wisnu Susapto
Ilustrasi Korupsi. Sumberfoto: Shutterstock/dok.
SOLO - Komisi Kejaksaan (Komjak) menyatakan, memiskinkan koruptor lebih efektif dibandingkan hukuman mati karena dapat menimbulkan efek jera ke depannya.
"Yang ditakutkan koruptor bukan dipenjara, tetapi dimiskinkan. Kalau lihat negara dengan corruption perceptions index (CPI) yang rendah sudah tidak ada hukuman mati," kata Ketua Komisi Kejaksaan (Komjak) Pujiyono Suwadi di Solo, Jawa Tengah, Senin (17/3).
Dengan demikian, kata Pujiyono, hukuman mati tidak berkorelasi positif pada angka CPI tinggi.
"Karena korupsi bukan hanya menghukum orang melakukan korupsi, tetapi efeknya menjadi tidak korupsi," sebut dia dikutip dari Antara.
Meski demikian, mengenai kemungkinan penyitaan aset koruptor oleh negara, Pujiyono mengatakan, sampai saat ini belum didukung dengan Undang-Undang Perampasan Aset.
Baca: Pengamat: Korupsi Makin Menggurita, Pengesahan RUU Perampasan Aset Harga Mati
"Itu belum disahkan, masih ada di DPR. Sambil menunggu itu bisa memaksimalkan dengan menggunakan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Dalam hal ini penyidik diberi kewenangan lebih maksimal," lanjut dia.
Namun, tambah Pujiyono, tetap lebih maksimal menggunakan UU Perampasan Aset.
"Sementara bisa pakai UU Tipikor, pakai UU TPPU. Itu bisa dilakukan. Selama ini kita terkendala kewenangan penyitaan. Bahkan beberapa kewenangan penyitaan tidak mengarah ke kasusnya. Jadi, pidana pokoknya, tracking money mengarah ke sana, tetapi pidana pokok tidak mengarah ke sana," sambung dia.
Sementara itu, jika aset dilarikan ke luar negeri, untuk melakukan penyitaan maka penyidik juga harus mengantongi izin dari Kementerian Hukum terlebih dahulu.
"Izin penyitaan aset kalau di luar negeri, kejaksaan tidak bisa melakukan langsung, harus lewat Kementerian Hukum, proses birokrasi dan administrasi kan lama," lanjut Ketua Komjak.
Oleh karena itu, banyak koruptor yang melarikan aset mereka ke luar negeri.
"Di luar negeri akan menanyakan mana surat dari kementerian, istilahnya ada central authority. Di Indonesia yang memegang central authority adalah Kementerian Hukum, kalau di negara lain sudah di kejaksaan. Harusnya central authority lari ke kejaksaan," katanya.
Dengan demikian, penyitaan aset di luar negeri dapat lebih efektif dilakukan tanpa melewati proses birokrasi yang lama.