15 September 2025
19:32 WIB
Korupsi Marak, ICW: Cermin Kegagalan Parpol
Partai politik di setiap pemilu kerap menyodorkan kandidat yang punya rekam jejak buruk
Penulis: Aldiansyah Nurrahman
Editor: Nofanolo Zagoto
Ilustrasi korupsi. Shutterstock/Pixel-Shot
JAKARTA - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Egi Primayogha, menyebut korupsi yang marak selama ini di eksekutif dan legislatif, baik tingkat nasional ataupun daerah, merupakan cerminan kegagalan partai politik (parpol) dan juga pemilihan umum (pemilu).
“Parpol gagal menjalankan fungsinya, pemilu gagal memberikan kandidat yang berkualitas dan berintegritas,” jelasnya, dalam diskusi daring bertajuk Mendesak Reformasi Partai Politik dan Pemilu Indonesia, Senin (14/9).
Egi menyesalkan parpol tidak menciptakan kader berkualitas. Parpol justru menjadi produsen pelaku korupsi dan juga ikut terlibat dalam praktik korupsi.
Ia menyebut, kondisinya banyak kader-kader parpol di eksekutif yang terjerat kasus korupsi, bahkan hingga level pimpinannya.
Sementara ketika menjelang pemilu, parpol diamatinya justru ikut dalam praktik-praktik kotor. Misalnya, dalam hal mahar politik atau politik uang ketika pemilu.
“Itu yang perlu kita sayangkan, dan sayangnya praktik itu telah ternormalisasi hingga akhirnya korupsinya merajalela. Jadi hal-hal itu bagi saya membuat kita harus memikirkan pentingnya merombak parpol dan juga sistem pemilu yang saat ini sedang berlaku,” paparnya.
Selain itu, Egi menambahkan, parpol gagal menjamin partisipasi politik masyarakat. Sebagai pemilih, masyarakat disediakan opsi-opsi orang yang dicalonkan parpol dalam pemilu berkualitas buruk.
“Ada partai-partai yang justru menyodorkan atau memberikan opsi kepada pemilih dengan kandidat yang punya rekam jejak buruk, atau juga hal lain yang dilakukan oleh parpol dan itu tidak layak untuk kita pilih,” katanya.
Egi mengatakan, parpol saat ini cenderung untuk memberikan ruang kepada pihak-pihak tertentu yang punya kuasa atas modal atau uang seperti pebisnis atau elite-elite politik yang memang punya sumber daya dana yang melimpah.
Namun, lanjutnya, masyarakat yang ingin berkecimpung di parpol, tapi tidak punya sumber daya dana yang melimpah, maka akan cenderung dipinggirkan oleh parpol.
Konsultan Hukum Themis Indonesia, Dudy Agung Trisna mengatakan harus ada kaderisasi yang jelas dalam parpol. Selama ini justru nama calon legislatif (caleg) yang muncul dari parpol bermodalkan pada ketenaran atau bermodal besar saja.
“Karena ini juga kita bisa lihat dari pendirian partai itu sendiri yang memang kalau kita lihat dari pasal-pasalnya di Undang-undang Partai Politik tentunya, justru hanya bisa dilakukan pada orang-orang yang mempunyai modal yang sangat besar. Karena harus berdiri di 38 provinsi, lalu kemudian ada 75% pengurusnya di setiap provinsi, lalu kemudian kabupaten, kota, dan kecamatan, dan segala macam,” paparnya.
Untuk itu, menurutnya, harus ada perbaikan dalam UU terkait dan perbaikan di tubuh parpol supaya ada perbaikan ke depan.