22 Februari 2024
14:55 WIB
SEOUL - Menteri Luar Negeri Korea Selatan Cho Tae-yul dan Menlu Indonesia Retno Marsudi sepakat untuk terus bekerja sama dalam pembuatan jet tempur. Proyek ini sempat melambat akibat penundaan pembayaran oleh Indonesia, menurut keterangan Kemenlu Korsel, Kamis (22/2).
Pembahasan masalah itu berlangsung saat Cho dan Retno bertemu secara bilateral di sela-sela pertemuan para menlu kelompok G20 di Rio de Janeiro pada Rabu (21/2), lanjut Kementerian Luar Negeri Korsel dalam rilisnya.
Untuk diketahui, Indonesia telah setuju untuk menanggung sekitar 20% dari proyek yang bernilai 8,1 triliun won (sekitar Rp95,07 triliun) dan diluncurkan pada 2015 dalam mengembangkan jet tempur KF-21 hingga 2026. Sebagai imbalan atas penanggungan biaya tersebut, Indonesia akan mendapatkan satu prototipe KF-21 dan transfer teknologi.
Menurut kesepakatan, Indonesia juga akan memproduksi 48 unit jet tempur itu di dalam negeri. Indonesia telah menunda pembayaran selama hampir dua tahun. Sejauh ini, diperkirakan baru sekitar 278 miliar won (Rp3,2 triliun) yang sudah dibayarkan Indonesia. Dengan demikian, tunggakan Indonesia bernilai hampir 1 triliun won (Rp11,7 triliun).
Kedua menteri, menurut kemenlu Korsel, sepakat melanjutkan kerja sama agar proyek kerja sama strategis kedua negara. Termasuk pengembangan jet tempur bersama serta partisipasi Korea Selatan dalam 'pembentukan ekosistem mobil listrik' Indonesia berjalan lancar dan mencapai hasil.
Selain itu, Menlu Cho dan Menlu Retno juga sepakat untuk bekerja sama dalam merevisi kuota impor Indonesia dan perjanjian penghindaran pajak berganda, sebagai upaya menciptakan lingkungan investasi bisnis yang lebih baik bagi perusahaan-perusahaan Korsel.
Sementara itu, Cho juga mengadakan pembicaraan dengan Menteri Luar Negeri Kanada Melanie Joly di sela-sela pertemuan multilateral tersebut.
Bersama Menlu Joly, Cho membahas hubungan bilateral, kerja sama keamanan dan ekonomi, serta isu-isu regional dan global. Cho dan Joly sepakat untuk segera menyelesaikan rencana aksi di bidang-bidang yang disepakati kedua negara untuk bekerja sama di bawah kemitraan strategis komprehensif, sebagai tindak lanjut dari KTT para pemimpin pada 2022.
Mereka juga sepakat untuk mengadakan pertemuan antara menteri luar negeri dan menteri pertahanan kedua negara, serta berupaya memajukan kemitraan di bidang pertahanan dan keamanan.
Pencurian Data
Sebelumnya, pemerintah Indonesia sedang menyelidiki tuduhan Korea Selatan, tentang keterlibatan seorang insinyur Indonesia dalam pencurian data informasi teknologi jet tempur KF-21 Boramae.
Menurut Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI Lalu Muhamad Iqbal, KBRI Seoul telah berkomunikasi dengan Kementerian Luar Negeri Korea dan institusi terkait di Korea guna mendalami lebih jauh kasus tersebut.
“KBRI Seoul juga telah berkomunikasi langsung dengan insinyur Indonesia itu dan memastikan bahwa dia saat ini tidak ditahan,” kata Iqbal.
Dia menjelaskan, para teknisi Indonesia telah terlibat dalam proyek bersama pengembangan jet tempur Indonesia-Korsel tersebut sejak 2016, dan telah memahami prosedur kerja serta aturan yang berlaku.
“Proyek KF-21 adalah proyek strategis bagi Indonesia maupun Korea Selatan. Kedua negara akan mengelola berbagai masalah yang muncul dalam kerja sama ini sebaik mungkin,” tutur Iqbal.
Sebelumnya, Badan Administrasi Program Akuisisi Pertahanan (DAPA) Korsel menuduh dua insinyur Indonesia mencoba mencuri data informasi teknologi jet tempur KF-21. Dua teknisi yang dikirim dari Indonesia untuk mengerjakan proyek pengembangan jet tempur di Korea Aerospace Industry (KAI) itu, sedang menjalani penyelidikan dan dilarang meninggalkan Korea.
Pihak berwenang Korsel menyatakan menangkap dua insinyur Indonesia itu pada Januari 2024, setelah mereka kedapatan berusaha mengambil file terkait proyek yang disimpan di drive USB. Salah satu pejabat DAPA mengatakan, penyelidikan berfokus pada identifikasi dokumen spesifik yang coba dicuri para pakar dari Indonesia tersebut.
Dia juga mengatakan USB itu berisi dokumen umum, bukan data-data yang terkait teknologi strategis yang berpotensi melanggar undang-undang rahasia militer atau perlindungan industri pertahanan.
Sekadar mengingatkan, KF-21 merupakan proyek bersama Indonesia-Korsel yang bernilai senilai US$8 miliar atau sekitar Rp121,35 triliun. Melalui kerja sama tersebut, kedua negara akan memproduksi 120 unit jet tempur untuk Korea dan 48 jet tempur untuk Indonesia.
Tidak hanya itu, Indonesia juga mendapat transfer teknologi yang akan mendorong industri pertahanan dalam negeri dalam produksi pesawat KF-21 untuk pasar global.
Sesuai kesepakatan awal pada 2014, Indonesia dibebankan 20% dari total biaya pengembangan pesawat tempur itu. Namun, dalam perkembangannya, Indonesia masih menunggak pembayaran karena keterbatasan APBN.