c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

NASIONAL

18 Juli 2022

20:33 WIB

Kontras Kritisi Pasal Penghinaan Presiden Di RKUHP

Perlu dimunculkan simulasi-simulasi terkait pasal-pasal RKUHP untuk menjawab berbagai kejanggalan di RKUHP

Penulis: Aldiansyah Nurrahman

Editor: Nofanolo Zagoto

Kontras Kritisi Pasal Penghinaan Presiden Di RKUHP
Kontras Kritisi Pasal Penghinaan Presiden Di RKUHP
Mahasiswa berunjuk rasa mengecam ketertutupan pemerintah dan DPR saat membahas draf RKUHP di Alun-alun Serang, Banten, Rabu (6/7/2022). ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman/YU

JAKARTA - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) khawatir draf Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) akan membuat masyarakat, termasuk ibu-ibu, tidak bisa lagi mengkritik presiden. 

"Ibu kita mengeluh soal minyak goreng naik, terus mau goreng-goreng kerupuk tidak bisa. Itu yang akhirnya tidak bisa dikritik nantinya," jelas Peneliti Kontras Rozy Brilian, dalam acara #Semuabisakena: Draf RKUHP Telah Dibuka, Sudahkah Suara Kita Didengar di Universitas Indonesia, Senin (18/7).

Rozy mengamati, isi Pasal 218, yang memuat menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri presiden atau wakil presiden, memuat kejanggalan-kejanggalan. Di antaranya, terkait uraian dan pertimbangan kritik untuk kepentingan umum yang harus disertai uraian dan pertimbangan baik buruk sebuah kebijakan.

Selanjutnya, kritik harus bersifat konstruktif. Hal ini menurutnya keliru. Karena konstruktif atau destruktifnya kritik itu tergantung dari subjektivitas yang dikritik .

"Kalau bicara soal bikin meme atau infografis, apakah saya mengkritik presiden dengan muka seperti badut karena dia tukang bohong, misalnya, itu saya bisa dipidana?," ujarnya.

Atas dasar itu, kata Rozy, perlu dimunculkan simulasi-simulasi terkait pasal-pasal RKUHP untuk menjawab berbagai kejanggalan di RKUHP.

Kejanggalan lain dalam persoalan penghinaan presiden kata dia adalah kritik yang dilontarkan ke presiden harus tidak dilakukan dengan niat jahat untuk merendahkan dan atau menyerang harkat dan martabat. Hal ini dinilai Rozy tidak masuk akal. Sebab konsensi kritik bukanlah atas dasar niat jahat.

Ia menegaskan, dalam kerangka demokrasi, regulasi harus dibuat untuk melindungi warga negara untuk menyampaikan kritik kepada pejabat publik, bukan sebaliknya. 

Ketua BEM UI Bayu Satria Mahasiswa menilai draf resmi RKUHP masih berisikan pasal-pasal yang bermasalah. Adapun Pasal yang menjadi bahan perdebatan mahasiswa yakni, Pasal 273 draf RKUHP. 

Pasal 273 menyebutkan pihak yang melakukan unjuk rasa, pawai atau demonstrasi di jalan tanpa pemberitahuan dan mengakibatkan terganggunya kepentingan umum dipidana penjara paling lama 1 tahun.

Pasal tersebut mengancam kebebasan masyarakat termasuk mahasiswa dalam menyampaikan pendapat di muka umum. 

"Menghambat kita, mengancam kita dalam menyampaikan pendapat, misalnya pasal hukuman pidana bagi demonstrasi tanpa izin," kata Bayu.

Terkait izin demonstrasi ini hanya menjadi syarat untuk menggelar aksi. Meski hanya syarat, kata Bayu, pihak kepolisian kerap tidak memberikan tanda terima pemberitahuan untuk menggelar aksi demo.

"Beberapa pengalaman teman-teman, polisi tidak mau mengeluarkan tanda terima. Aksi terakhir kemarin kita sendiri bikin tanda terima," ungkapnya.

Sementara itu, Anggota Komisi III DPR RI Taufik Basari mengatakan RKUHP memang patut dikritisi bersama, termasuk oleh dirinya sebagai Komisi III DPR.

"Kita harapkan agar ruang diskusi, ada ruang pembahasan yang berkualitas bermakna. Jangan sampai pembahasan formalitas saja," katanya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar