c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

NASIONAL

29 Agustus 2025

16:59 WIB

KontraS Duga Ada Pembiaran Kekerasan Polisi

Kekerasan oleh polisi yang berulang dinilai Imparsial menjadi bukti nyata institusi kepolisian tidak profesional, humanis, dan menjunjung tinggi HAM

Penulis: Aldiansyah Nurrahman

Editor: Nofanolo Zagoto

<p>KontraS Duga Ada Pembiaran Kekerasan Polisi</p>
<p>KontraS Duga Ada Pembiaran Kekerasan Polisi</p>

Iring-iringan pengemudi ojol mengantarkan jenazah Affan Kurniawan ke TPU Karet Bivak, Jakarta, Jumat (29/8/2025). Pengemudi ojol Affan Kurniawan meninggal dunia usai dilindas rantis Brimob saat Aksi 28 Agustus. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/nz.


JAKARTA - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyebutkan aksi kekerasan yang dilakukan polisi terhadap demonstran pada 25 Agustus 2025 dan 28 Agustus 2025 akibat pembiaran oleh lembaga negara.

Anggota KontraS, Dimas Bagus Arya menjelaskan, lembaga negara tidak melakukan koreksi dan evaluasi terhadap kinerja kepolisian. Internal kepolisian juga tidak melakukan itu.

Hal itu, lanjutnya, akhirnya memunculkan impunitas bagi aparat penegak hukum yang melakukan kekerasan. Situasi seperti ini kerap terjadi.

“Para pelaku masih melenggang bebas tanpa mendapat hukuman. Itu menjadikan sebuah pola yang membuat keberulangan peristiwa ini terjadi,” jelasnya di Kantor YLBHI, Jakarta, Jumat (29/8).

Padahal, kata Dimas, dalam lima bulan terakhir kekerasan sering dilakukan oleh kepolisian dalam merespons tindakan atau upaya-upaya penyampaian pendapat yang disampaikan oleh masyarakat di ruang publik.

“Termasuk kemudian puncaknya adalah di tanggal 25 Agustus dan juga 28 Agustus kemarin gitu ya yang pada akhirnya menimbulkan sejumlah korban, baik itu korban kekerasan maupun yang kemudian meregang nyawa,” jelasnya.

Tindakan kepolisian ini, menurutnya, mengesampingkan prinsip-prinsip kebebasan menyampaikan pendapat dan berkumpul, yang merupakan hak asasi warga negara.

Dimas mengatakan, kepolisian telah melanggar hak asasi manusia (HAM) atas proses penyampaian pendapat yang dilakukan oleh masyarakat dalam konteks untuk mengkritisi kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh lembaga negara.

“Kami juga melihat dalam satu tahun terakhir jumlah kekerasan oleh kepolisian yang menyebabkan kematian itu mencapai angka 55 korban, baik itu dalam ruang atau dalam ekses extra judicial killing atau pembunuhan di luar hukum, penyiksaan, dan juga korban salah tangkap,” jelasnya.

Pada kesempatan lain, Direktur Imparsial, Ardi Manto Adiputra menegaskan, Imparsial mengecam keras tindakan brutal aparat kepolisian terhadap demonstran pada 28 Agustus 2025. Kepolisian, disebutnya, kembali menorehkan catatan kelam dalam penanganan aksi demonstrasi.

“Kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian dalam penanganan demonstrasi sudah tergolong excessive dan brutal,” ujar Ardi dalam keterangannya, Jumat (29/8).

Ardi mengatakan, kekerasan yang berulang ini adalah bukti nyata polisi tidak berhasil membangun institusi kepolisian yang profesional, humanis, dan menjunjung tinggi HAM.

Alih-alih menjalankan mandat sebagai pengayom, polisi kata dia kerap mempertontonkan penggunaan kekuatan berlebihan terhadap rakyat. 

Padahal, aturan internal seperti Perkapolri Nomor 8 Tahun 2009 telah dengan tegas mengharuskan polisi menghormati HAM, termasuk dalam penanganan aksi demonstrasi.

Ia mengatakan, peristiwa ini semakin memperkuat pentingnya reformasi Polri dengan segera. Reformasi kepolisian dalam konteks HAM bukan sekedar agenda teknis, namun sebuah kebutuhan mendesak untuk memastikan bahwa aksi demonstrasi benar-benar dihormati sebagai hak warga negara.

Ardi mendesak pemerintah dan DPR RI untuk segera melakukan reformasi kepolisian secara menyeluruh, agar polisi dapat menjalankan tugasnya sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi dan HAM.

“Kepolisian RI untuk segera memproses setiap anggotanya yang terlibat dalam tindakan kekerasan terhadap para demonstran,” pungkasnya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar