13 September 2025
09:21 WIB
Kompolnas Respons Pembentukan Komisi Reformasi Polri
GNB usulkan Presiden Prabowo bentuk Komisi Reformasi Polri buntut kerusuhan pekan keempat Agustus 2025.
Penulis: James Fernando
Editor: Leo Wisnu Susapto
Ilustrasi -Anggota Polri. AntaraFoto/Didik Suhartono.
JAKARTA - Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menyatakan, usulan pembentukan komite reformasi kepolisian yang diusulkan Gerakan Nurani Bangsa (GNB) kepada Presiden Pabowo Subianto diyakini berasal dari niat kuat memperbaiki Polri.
Anggota Kompolnas, Choirul Anam menilai, inisiatif ini lahir dari semangat reformasi dan harus direspons dengan pendekatan sistemik, bukan seremonial.
“Yang penting harus kita insafi adalah spirit dari tokoh-tokoh ini untuk menjadikan negara kita menjadi negara yang jauh lebih demokratis, penegakan hukumnya bagus, keamanan, ketertiban masyarakatnya juga bagus,” kata Anam, di Jakarta, Jumat (12/9).
Menurut Anam, reformasi Polri harus dimulai dari evaluasi terhadap instrumen hukum dan kelembagaan yang digunakan saat ini. Terutama dalam merespons tantangan zaman, seperti perkembangan ruang digital yang berdampak pada pola berekspresi dan berkumpul masyarakat.
Anam juga menyoroti pentingnya pelindungan terhadap kelompok rentan, termasuk remaja, dalam menjalankan hak-haknya secara aman. Dia menilai masih terdapat catatan dari sejumlah lembaga swadaya masyarakat terkait tindakan represif aparat saat mengawal aksi unjuk rasa.
“Tindakan represif itu apakah ini bagian dari kebudayaan atau tidak. Kalau itu masih dipanen sebagai bagian budaya, ya kita harus beresin. Salah satunya adalah di sektor bagaimana membentuk kepolisian yang jauh civilized gitu ya,” tambah Anam.
Menurut Anam, aspek Pendidikan menjadi kunci dalam membentuk kultur kepolisian yang menghormati hak asasi manusia (HAM). Kurikulum dan pelatihan di lingkungan Polri perlu diarahkan untuk memperkuat prinsip-prinsip HAM dan etika profesi.
“Jadi dari instrumen yang ada terus dari budaya. Kalau masih ada budaya kekerasan dan sebagainya, atau penggunaan kewenangan berlebihan dan sebagainya, harus diperkuat di level mengubah kulturnya. Mengubah kulturnya salah satu yang paling mendasar adalah di level pendidikan,” tambah Anam.
Atas dasar itu, dia menilai pembentukan Komisi Reformasi Kepolisian dapat menjadi momentum untuk memperkuat peran pengawasan, baik internal seperti Divisi Propam, maupun eksternal seperti Kompolnas. Terlebih, fungsi pengawasan krusial untuk memastikan kebijakan dan instrumen yang sudah dibangun dapat diimplementasikan secara efektif.
“Saya kira juga memperkuat Kompolnas agar efektif melakukan pengawasan, agar efektif mencegah pelanggaran, dan efektif untuk memberikan temuan-temuan yang bisa merubah kebijakan juga penting untuk dipikirkan penguatan pengawasan ini,” ujar Anam.
Baca juga: Masyarakat Sipil Desak Reformasi Total Polri
Sebenarnya, sudah ada berbagai upaya untuk memperbaiki Polri. Salah satunya, saat Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menekankan pentingnya kerja humanis dan profesional. Namun, Dia mengakui masih ada tantangan dalam mewujudkan hal tersebut secara menyeluruh.
"Reformasi ini tidak dimulai dari nol. Sudah ada upaya digitalisasi pelayanan publik, seperti layanan SIM dan sistem pengaduan online. Itu bisa menjadi modal awal," tandasnya.
Pembentukan komisi reformasi tersebut adalah salah satu tuntutan masyarakat termasuk GNB yang terdiri sejumlah tokoh bangsa dan tokoh-tokoh lintas agama.
"Tadi juga disampaikan oleh Gerakan Nurani Bangsa perlunya evaluasi dan reformasi kepolisian, yang disambut juga oleh Pak Presiden, (yang) akan segera membentuk tim atau komisi reformasi kepolisian. Saya kira ini juga atas tuntutan dari masyarakat yang cukup banyak," kata Anggota GNB, Pendeta Gomar Gultom.
Sementara itu, Menteri Agama RI Nasaruddin Umar menambahkan bahwa aspirasi mengenai reformasi Polri yang disampaikan GNB itu telah direncanakan dan dirumuskan konsepnya oleh Presiden Prabowo.