16 Agustus 2024
17:31 WIB
Komnas Perempuan Harap Koreksi Hijab Paskibraka Jadi Momentum Hapus Kebijakan Diskriminatif
Menurut hasil identifikasi Komnas Perempuan, saat ini masih terdapat 73 kebijakan dan berbagai praktek diskriminasi di sejumlah daerah terkait pengaturan busana
Penulis: Oktarina Paramitha Sandy
Editor: Nofanolo Zagoto
Anggota Paskibraka 2024 berbaris seusai dikukuhkan oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Ibu Kota Nusantara (IKN), Kalimantan Timur, Selasa (13/8/2024). Antara Foto/Sigid Kurniawan
JAKARTA - Anggota Komnas Perempuan, Imam Nahei mensyukuri keputusan pemerintah yang meralat larangan paskibraka untuk berhijab. Koreksi kebijakan ini diharapnya jadi momentum untuk mempercepat upaya penghapusan kebijakan diskriminatif di tingkat nasional dan daerah.
“Kami menyambut baik koreksi atas kebijakan busana putri dalam pelaksanaan tugas Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka). Penggunaan busana sesuai dengan keyakinannya adalah hak yang tidak bisa dipaksakan oleh negara,” ujar Imam dalam keterangannya, Jumat (16/8).
Menurutnya, penggunaan busana berdasarkan identitas agama sesuai dengan interpretasi yang diyakini oleh hati nurani merupakan hak asasi manusia. Oleh karena itu, pelarangan busana akan menghalangi kenikmatan dari hak asasi tersebut, yang telah dijamin di dalam Konstitusi, sekaligus melanggar hak atas rasa aman dan perlindungan dari rasa takut.
Menurutnya, saat ini masih banyak pemerintah daerah yang memaksa masyarakat untuk menggunakan identitas agama tertentu karena erat kaitannya dengan budaya di daerah tersebut. Padahal, identitas agama yang digunakan itu tidak sesuai dengan keyakinan yang dianut oleh seseorang.
“Negara harus memberikan penghormatan pada keyakinan warga dalam mengamalkan keyakinannya, termasuk keyakinan berbusana sesuai ajaran agama, sepanjang tidak mengingkari penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain,” ujar Imam.
Untuk itu, pihaknya meminta kepada pemerintah daerah agar tidak melakukan praktik diskriminasi berupa pembedaan, pembatasan, pengucilan kepada warganya, khususnya perempuan.
Salah satunya, dengan tidak mengeluarkan kebijakan pengaturan busana, baik yang memberikan kewajiban maupun pelarangan pemakaian busana berdasarkan keyakinan/ajaran agama.
Saat ini, Komnas Perempuan mengidentifikasi ada 73 kebijakan dan berbagai praktek diskriminasi di sejumlah daerah secara khusus terkait pengaturan busana. Mulai dari ASN, guru, siswi, dosen, mahasiswi dan pegawai swasta, yang diminta menggunakan busana tertentu atas nama agama, keyakinan, dan moralitas.
“Kami mencatat, dampak berkepanjangan dari kebijakan ini seperti kekerasan lanjutan, trauma, depresi hingga dapat berujung pada keinginan bunuh diri, kita perlu mengintensifkan langkah mengatasi persoalan ini agar tidak terus berulang,” ujar Imam.