c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

NASIONAL

01 September 2025

20:11 WIB

Koalisi Sipil Sebut Pernyataan Soal TNI Jaga Keamanan Keliru

Pasal 30 UUD 1945 menyebutkan TNI bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara

Penulis: Aldiansyah Nurrahman

Editor: Nofanolo Zagoto

<p>Koalisi Sipil Sebut Pernyataan Soal TNI Jaga Keamanan Keliru</p>
<p>Koalisi Sipil Sebut Pernyataan Soal TNI Jaga Keamanan Keliru</p>

Sejumlah prajurit TNI bersiaga mengawal jalannya aksi demo 25 Agustus 2025. Validnews/Hasta Adhistra.


JAKARTA - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Keamanan mengatakan, pernyataan Menteri Pertahanan (Menhan) Sjafrie Sjamsoeddin soal TNI akan menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat keliru dan tidak sejalan dengan Konstitusi.

“Secara konstitusional, militer-TNI semestinya menjalankan fungsi pertahanan,” jelas Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), Julius Ibrani dalam keterangannya, Senin (1/9).

Ia menegaskan, dalam Pasal 30 UUD 1945 menyebutkan TNI bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara.

Sedangkan, lanjut dia, kepolisian sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum.

"Artinya, fungsi yang terkait dengan menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, juga penegakan hukum, sepenuhnya adalah wewenang kepolisian, bukan TNI," katanya.

Julius mengatakan, pernyataan Sjafrie tersebut secara implisit memberikan perintah kepada TNI untuk mengendalikan urusan keamanan dalam negeri. 

“Padahal, urusan keamanan dalam negeri seharusnya berada dalam kendali kepolisian. Pelibatan institusi lain dalam penanganan keamanan dalam negeri, termasuk TNI, harus memenuhi serangkaian prosedur rule of engagement (RoE), dan dalam praktiknya dikoordinasikan oleh Kementerian Koordinator Politik dan Keamanan,” ujarnya.

Sebelumnya, pernyataan Sjafrie tersebut disampaikan dalam jumpa pers usai Presiden Prabowo Subianto menggelar sidang kabinet di Istana Negara, Jakarta terkait pengamanan atas terjadinya tindakan anarkis di sejumlah wilayah Indonesia.

Sementara itu, Direktur Raksa, Wahyudi Djafar mengatakan gejolak sosial yang terjadi belakangan ini disebabkan beberapa faktor.

Secara teoritis, lanjutnya, konflik dan gejolak sosial dalam masyarakat terjadi karena adanya ketidakadilan ekonomi sosial yang mengakibatkan kesenjangan hidup yang tinggi. Hal ini bahkan dapat berujung pada situasi krisis, bila ketidakadilan ekonomi dan sosial tersebut terjadi bersamaan dengan konflik elit politik dan minimnya ruang dan saluran aspirasi masyarakat. 

“Gagalnya negara untuk memastikan keadilan bagi masyarakat dan memahami penderitaan rakyat telah mengakibatkan terjadinya gejolak sosial itu. Kebijakan negara yang tidak adil seperti menaikan gaji wakil rakyat dan ditambah masalah dalam penanganan aksi massa yang eksesif telah menjadi pemicu terjadinya gejolak sosial tersebut,” tuturnya.

Ia mendesak Prabowo untuk mengevaluasi seluruh kebijakan yang tidak pro terhadap kepentingan rakyat. 

“Harusnya negara melakukan pembenahan dalam dirinya dari penyakit korupsi, kolusi, nepotisme, arogansi, feodalisme, dan pembentukan kebijakan yang tidak berpihak bagi kepentingan masyarakat banyak,” ujar Wahyudi.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar