12 November 2024
09:54 WIB
Koalisi Masyarakat Sipil Nilai Arogansi TNI Masih Kuat
Arogansi TNI masih kuat dan peradilan militer yang ada sekarang ini masih menjadi sarana impunitas anggota TNI yang melakukan perbuatan tercela.
Penulis: James Fernando, Aldiansyah Nurrahman
Editor: Leo Wisnu Susapto
Ilustrasi dewi keadilan. Shutterstock/dok.
JAKARTA - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menilai, penyerangan anggota TNI pada warga di Kabupaten Deli Serdang menunjukkan kecenderungan masih kuatnya arogansi dan kesewenang-wenangan hukum (above the law) personel TNI terhadap warga sipil.
“Anggota TNI yang diduga melakukan serangan pada warga sipil tidak boleh dibiarkan tanpa proses hukum dan harus dihukum sesuai dengan perbuatannya,” urai anggota koalisi sekaligus Ketua Pusat Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Julius Ibrani dalam keterangan tertulis, Senin (11/11).
Koalisi mengutip data Imparsial, Januari-November 2024, ada 25 peristiwa kekerasan anggota TNI terhadap warga sipil. Yaitu, penganiayaan atau penyiksaan, kekerasan pada pembela hak asasi manusia dan jurnalis, intimidasi dan perusakan properti, penembakan, dan kekerasan dalam rumah tangga.
Motif kekerasan oknum anggota TNI beragam, mulai dari motif persoalan pribadi, bentuk solidaritas terhadap korps yang keliru. Ada juga terlibat dalam sengketa lahan dengan masyarakat, terlibat dalam penggusuran, serta pembatasan terhadap kerja-kerja jurnalis dan pembela HAM.
Julius memaparkan, umumnya pelaku kekerasan tersebut juga tidak mendapatkan hukuman atau sanksi sebagaimana mestinya atau impunitas.
Koalisi menilai, langgengnya budaya kekerasan aparat TNI terhadap warga sipil disebabkan oleh belum ada revisi Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.
Koalisi mengingatkan, reformasi peradilan militer adalah mandat dari UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Pasal 65 ayat 2 UU TNI, prajurit tunduk kepada kekuasaan peradilan militer dalam hal pelanggaran hukum pidana militer dan tunduk pada kekuasaan peradilan umum dalam hal pelanggaran hukum pidana umum yang diatur dengan undang-undang.
Koalisi juga mengingatkan, upaya mewujudkan reformasi peradilan militer merupakan sebuah kewajiban konstitusional yang harus dijalankan Pemerintah dan parlemen.
Atas dasar hal tersebut di atas, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mendesak anggota TNI yang melakukan penyerangan terhadap warga sipil di Desa Selamat, Kecamatan Sibiru-biru, Kabupaten Deli Serdang, Sumatra Utara diadili dan diproses secara hukum melalui sistem peradilan umum, bukan peradilan militer.
Pada tempat lain, Menko Polkam Budi Gunawan memastikan penanganan kasus ini akan dilakukan secara transparan. Polisi Militer Kodam Bukit Barisan dan Kepolisian setempat sedang menyelidik penyebab kejadian tersebut.
“Saya pastikan para pelakunya yang terbukti bersalah akan ditindak dan diberi sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” kata Budi, di Kemenkopolhukam, Senin (11/11).
Sebelumnya, anggota TNI dari Batalyon Artileri Medan (Armed) 2/105 Kilap Sumagan menyerang warga Desa Selamat, Kecamatan Sibiru-biru, Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara pada 8 November 2024. Peristiwa itu menyebabkan seorang warga desa, Raden Barus (61) meninggal dunia.
Keterangan Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto menyebutkan penyerangan diawali adanya sekelompok geng motor yang tidak terima ditegur oleh anggota TNI.